152
TSP dan tenaga kerja yang relatif proporsional dengan peningkatan outputnya yaitu antara 6.687 – 9.151 persen. Sementara, peningkatan infrastruktur jalan
menyebabkan perubahan penawaran output sebesar 13.022 persen dan juga mempengaruhi perubahan permintaan input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan
tenaga kerja yaitu antara 11.401 – 15.731 persen. Kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung, peningkatan harga input
pupuk 10 persen dan benih 15 persen, peningkatan pengeluaran riset jagung 10 persen menyebabkan meningkatnya penawaran jagung sebesar 31.233 persen.
Peningkatan tersebut juga menyebabkan meningkatnya permintaan input meningkatnya permintaan input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja
masing-masing meningkat secara proporsional dengan peningkatan outputnya yaitu antara 30.130 – 31.035 persen.
Selanjutnya kombinasi kebijakan penurunan harga jagung 10 persen, peningkatan harga input pupuk sebesar 10 persen dan benih sebesar 15 persen,
peningkatan pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan masing-masing sebesar 10 persen di Jawa Barat menyebabkan penawaran jagung menurun
sebesar 4.041 persen. Kombinasi kebijakan tersebut juga menyebabkan menurunnya permintaan input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja
antara 0.112 – 2.724 persen.
8.2. Analisis Sensitivitas Usahatani Jagung
Analisis sensitivitas digunakan untuk menentukan bagaimana sensitivitas suatu model untuk suatu perubahan nilai-nilai parameter dari model tersebut, dan
untuk merubah struktur dari model tersebut. Analisis sensitivitas membantu dalam membangun tingkat kepercayaan terhadap suatu model dengan
153
mempelajari ketidakpastian yang sering diasosiasikan dengan parameter- parameter dalam suatu model Breierova and Choudari, 2001.
Berdasarkan pengertian dan maksud dilakukannya analisis sensitivitas tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas atas usahatani
jagung tahun 2009 dilakukan skenario variasi perubahan harga output jagung, harga pada input pupuk dan benih, pengeluaran riset dan pengembangan jagung
serta infrastruktur jalan. Hal ini dilakukan untuk mencari bentuk kebijakan yang kira-kira efektif dalam peningkatan keuntungan dan daya saing usahatani jagung
di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Hasil analisis sensitivitas usahatani di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Tabel 20 dan di Provinsi Jawa Barat disajikan
pada Tabel 21. Seperti telah dibahas pada sebelumnya bahwa nilai keuntungan privat dan
sosial , keunggulan komparatif serta kompetitif yang diperoleh dari usahatani sebelum dilakukan analisis kebijakan sensitivitas merupakan nilai basis untuk
dasar analisis kebijakan sensitivitas. Nilai keuntungan privat dan sosial basis di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar Rp 4 421 350 per hektar dan Rp 4 50 0872
per hektar. Selain itu, nilai koefisien DRC dan PCRnya masing-masing adalah sebesar 0.450 dan 0.500.
Di Provinsi Jawa Timur, jika harga jagung naik sebesar 10 persen maka keuntungan privat naik sebesar 45.023 persen dari nilai basis sebelum ada
skenario kebijakan yaitu menjadi Rp 6 411 969 per hektar dan keuntungan sosial juga meningkat sebesar 21.931 persen menjadi Rp 5 487 962 per hektar. Nilai
koefisien DRC dan PCR menjadi lebih efisien lagi yaitu menjadi 0.433 dan 0.390. Selanjutnya jika harga jagung menurun 10 persen maka keuntungan privat juga
154
menurun sebesar 38.286 persen dari nilai basis sebelum ada skenario kebijakan yaitu menjadi Rp 2728 591 per hektar dan keuntungan sosial turun sebesar
21.931 persen yaitu menjadi Rp 3 513 782 per hektar. Nilai koefisien DRC menjadi 0.484 dan PCR menjadi 0.540. Dengan demikian, jika terdapat kenaikan
harga jagung akan menyebabkan keuntungan privat dan sosial serta tingkat daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif menjadi lebih meningkat,
sebaliknya jika harga jagung menurun maka disamping keuntungan privat serta sosial menurun, juga mengakibatkan menurunnya keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif usahatani jagung. Jika terdapat kebijakan peningkatan harga pupuk sebesar 10 persen, maka
keuntungan privat dan sosial mengalami penurunan dari basis masing-masing sekitar 8.765 dan 8.212 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan
kompetitifnya mengalami sedikit penurunan seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.471 dan 0.470. Sementara jika terdapat kebijakan
peningkatan harga benih sebesar 10 persen, maka keuntungan privat dan sosial juga mengalami penurunan dari nilai keuntungan basis masing-masing sekitar
9.046 dan 7.901 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan kompetitifnya sedikit menurun seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi
0.469 dan 0.471. Jika terdapat kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung sebesar 10
persen, diiringi dengan peningkatan harga benih dan pupuk masing-masing sebesar 15 dan 10 persen maka menyebabkan keuntungan privat dan sosial
mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-masing sekitar 24.940 dan 4.316 persen. Keunggulan komparatif dan kompetitifnya juga meningkat
155
seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.425 dan 0.415. Sebaliknya jika terdapat kombinasi kebijakan penurunan harga jagung sebesar 10
persen, diiringi dengan peningkatan harga benih dan pupuk masing-masing sebesar 15 dan 10 persen maka menyebabkan keuntungan privat dan sosial
mengalami penurunan dari nilai keuntungan basis masing-masing sekitar 23.994 dan 39.099 persen. Keunggulan komparatif dan kompetitifnya juga menurun
seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.530 dan 0.480.
Tabel 20. Analisis Sensitivitas Usahatani Jagung di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2009
Skenario Perubahan Harga
Keuntungan Rupiah DRCR
PCR Privat
Sosial Nilai Basis
4 421 350 4500872
0.450 0.500
1. Harga jagung naik 10
persen 6 422 969
45.023 5 487 962
1
21.931 0.433
0.390 2.
Harga jagung turun 10 persen
2 728 591 -38.286
3 513 782 -21.931
0.484 0.540
3. Harga pupuk naik 10
persen 4 033 803
-8.765 4 131 276
-8.212 0,470
0.471 4.
Harga benih naik 15 persen
4 021 415 -9.046
4 145 248 -7.901
0.469 0.471
5. Kombinasi 1,3,4
5 524 056 24.940
4 695 141 4.316
0.425 0.415
6. Kombinasi 2,3,4
3 360 491 -23.994
2 741 085 -39.099
0.530 0.480
7. Pengeluaran Riset dan
Pengembangan jagung naik 10 persen
5 021 686 13.578
5 126 416 13.898
0.435 0.442
8. Infrastruktur Jalan
Naik 10 persen 5 133 869
16.578 5 237 887
16.375 0.427
0.444 9.
Kombinasi 1,3,4,7,8 7 018 764
58.747 6 040 649
34.211 0.420
0.410 10.
Kombinasi 2,3,4,7,8 3 425 649
-22.520 4 379 316
-2.701 0.540
0.530 Keterangan: 1 Angka dalam kurung pada keuntungan privat dan sosial adalah
persen peningkatan penurunan terhadap basis.
156
Selanjutnya jika terdapat peningkatan pengeluaran riset dan pengembangan jagung sebesar 10 persen akan menyebabkan keuntungan privat
dan sosial mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-masing sekitar 13.587 dan 13.898 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan
kompetitifnya mengalami peningkatan seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.435 dan 0.442. Hal yang sama jika terdapat peningkatan
infrastruktur jalan sebesar 10 persen akan menyebabkan keuntungan privat dan sosial juga mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-masing
sekitar 16.115 dan 16.375 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan kompetitifnya juga mengalami peningkatan seperti ditunjukkan oleh koefisen
DRC dan PCR yang menjadi 0.427 dan 0.444. Hasil analisis sensitivitas usahatani jagung di Jawa Timur juga
memperlihatkan bahwa skenario kombinasi kebijakan: harga jagung naik 10 persen, harga pupuk urea dan TSP naik 10 persen, harga benih naik 15 persen ,
pengeluaran riset dan pengembangan jagung naik 10 persen serta infrastruktur jalan naik 10 persen menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami
peningkatan sebesar 58.747 persen dan 34.211 persen dari nilai basis keuntungan. Tingkat daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif juga meningkat
dimana nilai DRC dan PCR masing-masing menjadi 0.420 dan 0.410. Semakin kecil nilai DRC dan PCR menunjukkan semakin meningkat tingkat daya saing
komoditas usahatani jagung, dimana nilai ini berhubungan dengan peningkatan profitabilitas baik secara privat maupun sosial.
Hasil analisis sensitivitas usahatani jagung lainnya di Jawa Timur juga memperlihatkan bahwa skenario kombinasi kebijakan: harga jagung turun 10
157
persen, harga pupuk urea dan TSP naik 10 persen, harga benih naik 15 persen , pengeluaran riset dan pengembangan jagung naik 10 persen serta infrastruktur
jalan naik 10 persen menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami penurunan sebesar 22.520 persen dan 2.701 persen dari nilai basis keuntungan.
Tingkat daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif juga menurun dimana nilai DRC dan PCR masing-masing menjadi 0.540 dan 0.530.
Analisis berikutnya adalah untuk Provinsi Jawa Barat, dimana nilai keuntungan privat dan sosial yang diperoleh dari usahatani sebelum dilakukan
analisis kebijakan sensitivitas merupakan nilai basis untuk dasar analisis kebijakan sensitivitas. Nilai keuntungan privat dan sosial basis di Provinsi Jawa
Barat adalah sebesar Rp 4 604 705 per hektar dan Rp 6 158 315 per hektar. Selain itu, nilai basis keunggulan komparatif serta kompetitif yang ditunjukkan oleh
koefisien DRC dan PCRnya masing-masing adalah sebesar 0.520 dan 0.600. Di Provinsi Jawa Barat, jika harga jagung naik sebesar 10 persen maka
keuntungan privat naik sebesar 53.661 persen dari nilai basis sebelum ada skenario kebijakan yaitu menjadi Rp 7 075 623 per hektar dan keuntungan sosial
juga meningkat sebesar 21.608 persen menjadi Rp 7 489 005 per hektar. Keunggulan komparatif dan kompetitif menjadi lebih meningkat seperti
ditunjukkan oleh nilai koefisien DRC dan PCR menjadi 0.500 dan 0.520. Selanjutnya jika harga jagung menurun 10 persen maka keuntungan privat juga
menurun sebesar 44.393 persen dari nilai basis sebelum ada skenario kebijakan yaitu menjadi Rp 2 560 539 per hektar dan keuntungan sosial turun sebesar
21.608 persen yaitu menjadi Rp 4 827 621 per hektar. Keunggulan komparatif dan kompetitif menjadi menurun seperti ditunjukkan oleh nilai koefisien DRC dan
158
PCR menjadi 0.550 dan 0.700. Dengan demikian, jika terdapat kenaikan harga jagung akan menyebabkan keuntungan privat dan sosial serta tingkat daya saing
keunggulan komparatif dan kompetitif meningkat, sebaliknya jika harga jagung menurun maka disamping keuntungan privat serta sosial menurun, juga
mengakibatkan menurunnya keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif usahatani jagung.
Selanjutnya jika terdapat kebijakan peningkatan harga pupuk sebesar 10 persen, maka keuntungan privat dan sosial mengalami penurunan dari basis
masing-masing sekitar 10.763 dan 8.966 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan kompetitifnya mengalami sedikit menurun seperti ditunjukkan
oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.541 dan 0.620. Sementara jika terdapat kebijakan peningkatan harga benih sebesar 10 persen, maka keuntungan
privat dan sosial mengalami penurunan dari nilai keuntungan basis masing- masing sekitar 9.928 dan 8.700 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan
kompetitifnya mengalami sedikit penurunan seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.543 dan 0.610.
Analisis lainnya yaitu jika terdapat kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung sebesar 10 persen, diiringi dengan peningkatan harga benih dan
pupuk masing-masing sebesar 15 dan 10 persen maka menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-
masing sekitar 30.276 dan 3.788 persen. Keunggulan komparatif dan kompetitifnya juga mengalami peningkatan seperti ditunjukkan oleh koefisen
DRC dan PCR yang menjadi 0.515 dan 0.560. Sebaliknya jika terdapat kombinasi kebijakan penurunan harga jagung sebesar 10 persen, diiringi dengan peningkatan
159
harga benih dan pupuk masing-masing sebesar 15 dan 10 persen maka menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami penurunan dari nilai
keuntungan basis masing-masing sekitar 62.028 dan 38.849 persen. Keunggulan komparatif dan kompetitifnya juga menurun seperti ditunjukkan oleh koefisen
DRC dan PCR yang menjadi 0.601 dan 0.760. Selanjutnya jika terdapat peningkatan pengeluaran riset dan
pengembangan jagung sebesar 10 persen akan menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-masing
sekitar 15.278 dan 13.989 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan kompetitifnya mengalami peningkatan seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan
PCR yang menjadi 0.510 dan 0.582. Hal yang sama jika terdapat peningkatan infrastruktur jalan sebesar 10 persen akan menyebabkan keuntungan privat dan
sosial juga mengalami peningkatan dari nilai keuntungan basis masing-masing sekitar 16.041 dan 15.310 persen. Begitupula keunggulan komparatif dan
kompetitifnya juga mengalami peningkatan seperti ditunjukkan oleh koefisen DRC dan PCR yang menjadi 0.511 dan 0.584.
Hasil analisis sensitivitas usahatani jagung di Jawa Barat juga memperlihatkan bahwa skenario kombinasi kebijakan: harga jagung naik 10
persen, harga pupuk urea dan TSP naik 10 persen, harga benih naik 15 persen , pengeluaran riset dan pengembangan jagung naik 10 persen serta infrastruktur
jalan naik 10 persen menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami peningkatan sebesar 67.084 persen dan 332.751 persen dari nilai basis
keuntungan. Tingkat daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif juga meningkat dimana nilai DRC dan PCR masing-masing menjadi 0.490 dan 0.538.
160
Semakin kecil nilai DRC dan PCR menunjukkan semakin tinggi tingkat daya saing komoditas jagung, dimana nilai ini berhubungan dengan peningkatan
profitabilitas baik secara privat maupun sosial.
Tabel 21. Analisis Sensitivitas Usahatani Jagung di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009
Skenario Perubahan Harga
Keuntungan Rupiah DRCR
PCR Privat
Sosial Nilai Basis
4 604 705 6 158 315
0.520 0.600
1. Harga jagung naik 10
persen 7 075 623
53.661 7 489 005
1
21.608 0.500
0.520 2.
Harga jagung turun 10 persen
2 560 539 -44.393
4 827 621 -21.608
0.550 0.700
3. Harga pupuk naik 10
persen 4 109 082
-10.763 5 606 183
-8.966 0.543
0.610 4.
Harga benih naik 15 persen
4 147 571 -9.928
5 622 564 -8.700
0.541 0.620
5. Kombinasi 1,3,4
5 998 847 30.276
6 391 618 3.788
0.515 0.560
6. Kombinasi 2,3,4
1 748 512 -62.028
3 765 856 -38.849
0.601 0.760
7. Pengeluaran Riset dan
Pengembangan jagung naik 10 persen
5 308 208 15.278
7 019 819 13.989
0.510 0.582
8. Infrastruktur Jalan
Naik 10 persen 5 343 338
16.041 7 101 166
15.310 0.511
0.584 9.
Kombinasi 1,3,4,7,8 7 693 724
67.084 8 175 208
32.751 0.490
0.538 10.
Kombinasi 2,3,4,7,8 3 164 522
-31.276 5 825 770
-5.400 0.540
0.680 Keterangan: 1 Angka dalam kurung pada keuntungan privat dan sosial adalah
persen peningkatan penurunan terhadap basis. Hasil analisis sensitivitas usahatani jagung lainnya di Jawa Barat juga
memperlihatkan bahwa skenario kombinasi kebijakan: harga jagung turun 10 persen, harga pupuk urea dan TSP naik 10 persen, harga benih naik 15 persen ,
pengeluaran riset dan pengembangan jagung naik 10 persen serta infrastruktur
161
jalan naik 10 persen menyebabkan keuntungan privat dan sosial mengalami penurunan sebesar 31.276 persen dan 5.400 persen dari nilai basis keuntungan.
Tingkat daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif juga menurun seperti ditunjukkkan oleh nilai DRC dan PCR yang masing-masing menjadi 0.540 dan
0.680. Oleh karena itu, dengan hasil skenario diatas, meskipun harga input
pupuk dan benih meningkat asalkan harga output meningkat maka keuntungan usahatani meningkat dan daya saing meningkat. Peningkatan produksi yang
diraih, disamping untuk pemenuhan kebutuhan jagung dalam negeri substitusi impor juga berpeluang untuk ekspor. Efisiennya usahatani jagung seperti
tercermin dari perolehan nilai DRC dan PCR yang kurang dari satu, maka peningkatan produksi dalam negeri lebih efisien jika dibandingkan dengan
mendatangkan dari luar daerah khususnya berasal dari impor. Menurut Monke dan Pearson 1995 bahwa untuk mengurangi impor dan memotivasi peningkatan
produksi dalam negeri, maka pemerintah perlu memberikan subsidi kepada produsen domestik atas barang yang di impor tersebut. Dengan subsidi tersebut
akan meningkatkan produksi domestik dan menurunkan jumlah komoditasproduk yang di impor.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa peningkatan harga input menyebabkan keuntungan usahatani menurun yang relatif lebih kecil jika
dibandingkan jika terjadi penurunan harga output jagung. Namun untuk lebih mendorong peningkatan produksi masih perlu mendapat subsidi bagi petani
mengingat kondisi petani jagung khususnya di Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan petani kecil berlahan sempit dan memiliki keterbatasan modal. Subsidi
162
yang dimaksud adalah berupa subsidi harga output dan subsidi bunga modal berupa kredit lunak dengan sistem yang mudah diakses oleh petani kecil.
Terkait dalam hal penyaluran pupuk bersubsidi yang sedang berjalan, perlu adanya perbaikan dalam pendistribusian yang tepat waktu serta ketersediaan
di lapangan atau dengan kata lain harus benar-benar mengacu pada 6 tepat distribusi pupuk, yaitu tepat jumlah, jenis, harga, waktu, tempat dan mutu.
Sehingga kelangkaan pupuk yang sering terjadi saat ini dapat teratasi. Kelangkaan pupuk justru sering terjadi dan menjadikan harga pupuk melonjak di
tingkat pengecer. Subsidi pupuk yang diberikan pemerintah saat ini bukanlah subsidi pupuk
langsung bagi petani, namun subsidi gas dari pemerintah bagi pabrik-pabrik penghasil pupuk, padahal harga pupuk di tingkat petani tidak berkaitan langsung
dengan harga pokok pabrik pupuk domestik. Pada tatanan pasar terbuka, seperti saat ini, harga pupuk di tingkat petani ditentukan oleh harga paritas impornya
Simatupang, 2002. Pengalaman empiris membuktikan bahwa jika harga di pasar internasional meningkat, maka untuk mengejar laba yang lebih tinggi, pabrik
pupuk domestik cenderung mengekspor produknya. Akibatnya adalah pasokan pupuk di tingkat petani menjadi langka dan harganya pun meningkat seiring
dengan peningkatan harga pupuk internasional. Sebagai perusahaan komersial, produsen pupuk tentunya tidak dapat disalahkan mengekspor pupuk untuk
mengejar laba sebesar-besarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan daya saing usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Barat, pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan umum berupa peningkatan harga jual jagung. Hasil analisis menunjukan bahwa perubahan harga input
163
terutama harga pupuk lebih kecil pengaruhnya jika dibandingkan dengan pengaruh perubahan harga jagung terhadap penawaran jagung, tingkat keuntungan
dan daya saing usahatani jagung. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa Peningkatan harga jagung
ditingkat petani dapat dilakukan melalui: 1 lebih memperbaiki kualitas hasil melalui penerapan teknologi panen dan pasca panen post harvest, dan 2
mendorong pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota dengan kelembagaan pemasaran yang ada untuk membeli jagung petani disaat produksi jagung
meningkat panen. Dalam rangka meningkatkan daya saing jagung, terdapat strategi agribisnis
yang dapat dilakukan, yaitu: 1 meningkatkan kualitas produksi dan menekan biaya produksi usahatani, dan 2 meningkatkan produksi jagung dengan prinsip
enam tepat, yaitu: tepat mutu berkualitas, tepat varietas jenis jagung yang diusahakan adalah varietas unggul hibrida, tepat jumlah sesuai volume
kebutuhan jagung, tepat waktu waktunya merata sepanjang musim sesuai kebutuhan jagung nasional, tepat lokasi pengembangan jagung sesuai
pewilayahan komoditas dan tepat harga harga jual jagung di tingkat petani dapat memberikan insentif bagi pengembangan usahatani jagung.
Sementara itu, kebijakan-kebijakan operasional yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing jagung, khususnya di Provinsi Jawa
Timur dan Jawa Barat, yaitu: 1 menghilangkan atau mengurangi distorsi pasar baik pada pasar input maupun pada pasar output, seperti: berbagai pungutan atas
komoditi dan mengontrol harga pembelian, 2 mengefektifkan program-program penelitian yang bersifat terapan untuk inovasi teknologi usahatani sehingga
164
langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh para petani, terjangkau dengan anggaran usahatani yang dimiliki petani dan dapat diadopsi petani sehingga meningkatkan
produktivitas usahatani, 3 menyediakan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan aksesibilitas sentra-sentra produksi terhadap pasar input maupun
output, 4 fasilitasi kredit permodalan usahatani jagung, terutama terhadap petani skala kecil dengan skema kredit yang mudah dan bunga ringan, dan 5
mendorong penciptaan nilai tambah ditingkat petani agar tidak hanya menjual jagung sebagai bahan baku industri semata, namun dapat menjual jagung dalam
bentuk hasil olahan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa:
1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat
elastis terhadap perubahan harga sendiri, sedangkan terhadap perubahan harga input seperti benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja adalah
inelastis. Sementara permintaan input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja bersifat inelastis terhadap perubahan harga sendiri baik di Jawa
Timur maupun Jawa Barat. Semua permintaan input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja elastis terhadap perubahan harga output di
kedua provinsi tersebut. 2.
Pengeluaran riset dan pengembangan jagung berpengaruh positif dan inelastis terhadap penawaran jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa
Barat. Infrstruktur jalan juga berpengaruh positif dan elastis terhadap penawaran jagung di kedua provinsi.
3. Dengan menggunakan indikator pengeluaran riset dan pengembangan
jagung baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, bias perubahan teknologi terhadap usahatani jagung bersifat netral. Hal ini berarti bahwa dampak
peningkatan penerapan teknologi pada usahatani jagung seperti peningkatan input benih, pupuk dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan dengan
proporsi yang sama. Dengan demikian peningkatan penerapan teknologi belum mampu merubah struktur pendapatan usahatani jagung secara nyata
dibandingkan dengan sumber pendapatan petani di luar usahatani.