Elastisitas Permintaan Input Elastisitas Penawaran Output Pengaruh Pengeluaran Riset dan Infrastruktur Jalan terhadap Produksi Jagung

Dari persamaan 23, maka dapat diturunkan menjadi persamaan pangsa share adalah: Penentuan fungsi keuntungan profit dan fungsi share dari input variabel fungsi pangsa biaya dilakukan secara simultan. Harga input variabel dan jumlah quantity dari input variabel dinyatakan sebagai variabel eksogen. Berdasarkan persamaan 24 dapat diturunkan persamaan elastisitas permintaan input variabel.

3.4. Elastisitas Permintaan Input

Menurut Pindyck and Rubinfeld 2005, elastisitas mengukur kepekaan satu variabel dengan variabel lainnya. Elastisitas permintaan karena harga merupakan perubahan persentase jumlah permintaan barang akibat kenaikan 1 persen pada harga barang tersebut. Elastisitas permintaan terdiri atas elastisitas permintaan harga sendiri own elasticity = e ii dan elastisitas permintaan silang cross Elasticity = e ih . Elastisitas harga sendiri merupakan persen perubahan jumlah yang diminta terhadap persen perubahan harga P i . Sementara elastisitas permintaan harga silang adalah persen perubahan jumlah yang diminta Q i terhadap perubahan harga barang lain P h Berdasarkan persamaan pangsa biaya 24 dapat diturunkan persamaan permintaan input variabel ke – i yaitu: . a. Elastisitas permintaan input terhadap harga sendiri untuk Xi menjadi eii: Dimana: S i = rata-rata simple average dari S b. Elastisitas permintaan silang input i terhadap harga input lain ke-h e i ih : c. Elastisitas permintaan input i terhadap harga output P y e iy : dimana i = 1,2,…,n h= 1,2,….,n d. Elastisitas permintaan input i terhadap faktor tetap Z k e ik :

3.5. Elastisitas Penawaran Output

Berdasarkan teori dualitas , maka persamaan elastisitas penawaran output V dapat dirumuskan sebagai berikut: Elastisitas penawaran dapat diturunkan dari persamaan di atas, menjadi: a. Elastisitas suplai penawaran terhadap harga input variable ke –i adalah: Dimana i = h = 1,2,..…,n Selanjutnya untuk fungsi keuntungan translog, persamaannya menjadi: b. Elastisitas penawaran terhadap harga sendiri sebagai berikut: c. Elastisitas penawaran output terhadap input tetap Z k :

3.6. Pengaruh Perubahan Teknologi Produksi

Teknologi produksi khususnya pada komoditas jagung terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya jagung serta semakin meningkatnya permintaan jagung untuk berbagai kebutuhan saat ini. Menurut Lipsey, et.al. Perubahan teknologi mempunyai pengaruh terhadap daya substitutif dari sesuatu faktor produksi tertentu terhadap faktor produksi lain. Kemampuan menggantikan faktor lain ini ditentukan oleh produktivitas sesuatu faktor relatif terhadap produktivitas faktor lain yang keadaan sekarang sudah berubah. Prof. Hicks membedakan tiga macam perubahan teknologi berdasarkan atas pengaruhnya terhadap kemampuan substitutif faktor produksi yang lebih padat modal, lebih padat karya tenaga kerja dan netral. Banyak bukti menunjukkan 1984 bahwa terdapatnya inovasi atau teknologi baru akan menurunkan biaya, sehingga keuntungan akan naik. Pada suatu perusahaan persaingan sempurna, kondisi ini akan berlaku pada jangka pendek, karena dalam jangka panjang tidak ada larangan bagi perusahaan produsen lain masuk ke dalam industri. Terdapatnya perubahan teknologi diduga akan berpengaruh terhadap alokasi relatif penggunaan faktor produksi. bahwa perubahan teknologi sampai saat ini cenderung menambah kemampuan modal menggantikan kedudukan tenaga kerja dalam fungsi produksi sehingga kemajuan teknik biasanya selalu diasosiasikan dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit. Kemajuan biasanya diukur dengan banyaknya produksi yang dihasilkan dari faktor produksi yang digunakan. Berdasarkan perubahan tingkat substitusi marjinal suatu input terhadap input lainnya, Weaver 1983 memformulasikan bias perubahan teknologi dalam bentuk persamaan: dengan keterangan: Xi dan Xj merupakan input variabel i dan j, sementara Z merupakan peubah yang menggambarkan tingkat teknologi yang digunakan. Bila B hk 0 artinya perubahan teknologi lebih menghemat Xi relatif terhadap Xj, dan sebaliknya bila B hk 0 artinya perubahan teknologi lebih banyak menggunakan Xi relatif terhadap Xj. Selanjutnya bila B hk = 0 artinya perubahan teknologi bersifat netral. 3.7. Pengaruh perubahan Harga Output dan Input terhadap Penawaran Produksi

3.7.1. Pengaruh Perubahan Harga Output

Kebijakan di bidang pertanian dapat meliputi kebijakan: harga, kebijakan pemasaran dan struktural. Kebijakan harga merupakan salah satu kebijakan yang dapat menjamin stabilitas harga input dan output serta mencegah agar pendapatan produsen tidak berfluktuatif antar musimnya Mubyarto, 1989. Menurut Ellis 1992 bahwa terdapat beberapa instrumen dalam kebijakan harga yang dapat berdampak pada stabilitas harga pertanian antara lain yaitu instrumen perdagangan seperti tarifbea masuk impor, dan instrumen intervensi langsung seperti kebijakan harga dasar dan harga maksimum. Tidak seperti pada komoditas padi terdapat kebijakan harga dasar atau harga pokok pembelian pemerintah saat ini, maka pada komoditas jagung sejak tahun 1990 sudah tidak ada lagi pengaturan atas harga jagung melalui mekanisme harga dasar. Tidak diaturnya lagi harga dasar jagung, karena dinilai tidak efektif dan tataniaga jagung dibebaskan sehingga harga jagung ditentukan oleh mekanisme pasar. Dengan mekanisme pasar tersebut akan menciptakan kompetisi antar pedagang yang diharapkan bisa memberikan keuntungan bagi petani, mengingat permintaan jagung cukup tinggi sepanjang tahun. Petani sebagai produsen komoditas jagung, apabila menghadapi kenaikan harga jagung, ceteris paribus, maka jumlah jagung yang ditawarkan diproduksi akan meningkat. Sesuai teori mikroekonomi, jika terjadi perubahan harga komoditas sendiri jagung, maka produksi hanya bergerak disepanjang kurva penawaran. Sementara jika terjadi perubahan harga komoditas lainnya substitusi atau komplemen atau terjadi perubahan biaya faktor produksi dan teknologi yang dapat menyebabkan kurva penawaran bergeser baik ke kiri maupun ke kanan. Menurut Lipsey, et.al. 1984 bahwa beberapa varibel yang mempengaruhi jumlah yang ditawarkan suatu produk adalah: harga komoditi tersebut, harga komoditi lain, biaya faktor produksi, dan tingkat teknologi.

3.7.2. Pengaruh Perubahan Harga Input

Kebijakan yang dapat menyebabkan perubahan harga input seperti kebijakan pengurangan subsidi pupuk dan subsidi benih. Kebijakan subsidi pupuk telah dimulai sejak tahun 1960-an pada saat awal program Bimas sampai saat ini. Dalam lima tahun terakhir 2005-2009 secara besaran subsidi pupuk meningkat yaitu dari 0.90 triliun rupiah menjadi 16.46 triliun rupiah. Namun, meningkatnya jumlah besaran subsidi pupuk juga diiringi oleh meningkatnya jenis pupuk yang disubsidi dan juga biaya produksi pupuk. Jenis pupuk yang disubsidi tahun 2009 adalah pupuk: urea, SP36, ZA, NPK Phonska, NPK Pelangi, NPK Kujang dan pupuk organik Nuryartono, 2009. Seperti halnya diketahui bahwa subsidi harga pupuk yang diberikan kepada petani selama ini bersifat tidak langsung, yaitu petani membayar harga pupuk dibawah harga pasar. Harga yang dibayar petani tersebut biasa disebut harga eceran tertinggi HET. Selisih harga pasar dengan HET adalah subsidi, yang dibayarkan langsung kepada produsen pupuk. Oleh karena itu, modus subsidi harga pupuk semacam itu bisa disebut sebagai modus subsidi harga pupuk langsung ke produsen pupuk Sudaryanto, 2001. Menurunnya subsidi pupuk terhadap suatu jenis pupuk tertentu yang menyebabkan HET Harga Eceran Tertinggi pupuk meningkat misalnya pupuk urea dan SP36, pada hakekatnya adalah sama dengan kenaikan harga pupuk urea dan SP36. Pada tahun 2005, HET pupuk urea dan SP36 masing-masing sebesar Rp 1 050kg dan Rp 1 400kg, kemudian pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi Rp 1 200kg dan Rp 1 550kg. Bahkan didaerah-daerah yang jaraknya jauh dan biaya transportasi mahal, harga eceran pupuk selalu diatas HET. Secara teoritis meningkatnya harga pupuk akan menyebabkan berkurangnya jumlah pupuk yang digunakan. Menurunnya penggunaan jumlah pupuk yang digunakan produsen petani akan menyebabkan menurunnya output yang dihasilkan produsen. Hal ini juga berlaku bagi penggunaan input lainnya Just, et.al., 1982; Pindyck and Rubinfeld, 2005 Pada pasar output, bahwa kenaikan harga input menyebabkan biaya produksi meningkat. Pada tingkat harga output yang konstan, maka produsen petani akan menyesuaikan output yang dihasilkannya agar memperoleh keuntungan maksimum yaitu dengan mengurangi jumlah output yang diproduksi. .

3.8. Pengaruh Pengeluaran Riset dan Infrastruktur Jalan terhadap Produksi Jagung

Menurut Lipsey, et.al. 1984 bahwa terdapatnya inovasi atau teknologi baru hasil penelitian akan menurunkan biaya, sehingga keuntungan akan naik. Terdapatnya perubahan teknologi diduga akan berpengaruh terhadap alokasi relatif penggunaan faktor produksi. Peningkatan infrastruktur riset dan jalan dapat menyebabkan luas areal tanaman jagung meningkat. Selain itu, peningkatan infrastruktur tersebut juga dapat menyebabkan hasil per hektar jagung meningkat. Hasil penelitian Hartoyo 1994, bahwa peningkatan pengeluaran riset dan infrastruktur jalan memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan produksi pertanian pangan di Pulau Jawa. Perubahan teknologi mempunyai pengaruh terhadap daya substitutif dari sesuatu faktor produksi tertentu terhadap faktor produksi lain. Kemajuan biasanya diukur dengan banyaknya produksi yang dihasilkan dari faktor produksi yang digunakan Selanjutnya Hartoyo 1994 mengemukakan bahwa pengaruh riset atau infrastruktur terhadap penawaran dapat melalui perubahan luas areal atau perubahan hasil per hektar produktivitas. Menurut Morlok 1995 bahwa perbaikan pelayanan transportasi di suatu daerah, misalnya melalui peningkatan jaringan jalan yang baik, akan memberikan dampak dalam hal peningkatan pola tata guna lahan, kualitas area, dan nilai lahan di area tersebut. Oleh karena itu, pengembangan sarana seperti jaringan jalan dalam suatu wilayah merupakan langka awal untuk menerima dan memperlancar barangjasa sesuai dengan kebutuhan pada wilayah tersebut. 3.9. Daya Saing Komoditas Jagung Keunggulan komparatif merupakan indikator sangat baik untuk mengukur daya saing komoditas pertanian dari suatu negara jika pasar dalam kondisi efisien, yaitu pasar tanpa distorsi. Dari analisis keunggulan komparatif dapat diperoleh informasi lainnya yang sangat berguna bagi penentuan kebijaksanaan pemerintah, yaitu simpul-simpul atau subsistem-subsistem mana dalam sistem agribisnis yang masih dalam kondisi tidak efisien, sehingga dapat ditetapkan langkah-langkah menuju proses produksi, pengolahan dan pemasaran yang lebih efisien. Daya saing didefinisikan sebagai “the sustained ability to profitability gain and maintained market share” Martin, et.al., 1991 dalam Rahman, et.al., 2002. Jelas bahwa usaha suatu komoditas mempunyai daya saing jika usaha tersebut mampu mempertahankan profitabilitasnya dan pangsa pasarnya. Faktor pemicu daya saing terdiri dari teknologi, produktivitas, input dan biaya, struktur industri dan kondisi permintaan. Selanjutnya menurut Martin, et.al., 2008 terdapat dua belas pilar dalam mendukung daya saing, yaitu: 1 kelembagaan yang ada, 2 infrastruktur, 3 stabilitas makroekonomi, 4 pendidikan dan kesehatan, 5 pelatihan dan pendidikan yang tinggi, 6 efisiensi pasar barang, 7 efisiensi pasar tenaga kerja, 8 pasar finansial yang memadai, 9 kesiapan teknologi pendukung, 10 ukuran pasar, 11 kesesuaian bisnisusaha, dan 12 terdapatnya inovasi atau temuan baru. Monke and Pearson 1995 mengemukakan bahwa untuk mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial. Menurut Hadi et.al. 2002 bahwa DRCR Domestic Resources Cost Ratio menggambarkan daya saing pada kondisi pasar yang efisien tidak terdistorsi, sedangkan nilai PCR Private Cost Ratio menggambarkan daya saing pada kondisi pasar aktual. Kondisi pasar aktual bisa merupakan pasar yang terdistorsi atau pasar yang efisien. Jika kondisi pasar aktual adalah efisien, maka nilai DRCR dan PCR adalah kurang dari satu. Dalam kenyataannya, pasar tidak dalam kondisi efisien. Pasar domestik dan pasar internasional masih terdistortif yang ditandai oleh adanya kebijaksanaan protektif, misalnya adanya pengenaan tarif impor oleh suatu negara sehingga barang dari negara lain sulit masuk ke negara yang bersangkutan. Dalam kondisi pasar terdistortif, analisis keunggulan kompetitif akan memberikan gambaran tentang keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian dari suatu negara. Private Cost Ratio PCR berdasarkan kondisi pasar yang ada dapat digunakan sebagai salah satu indikator keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian dari negara tertentu. Sementara Domestic Cost Ratio DRC berdasarkan kondisi pasar yang efisien dapat digunakan sebagai salah satu indikator keunggulan komparatif suatu komoditas pertanian dari negara tertentu. Alat analisis ekonomi yaitu Policy Analysis Matrix PAM sebagaimana diperkenalkan oleh Monke and Pearson 1995, menunjukkan efek secara individu maupun kolektif dari harga dan kebijakan faktor produksi, serta menyediakan informasi penting untuk analisis keuntungan biaya dari suatu usaha pertanian. Selain itu, model PAM juga dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi atas penggunaan sumberdaya dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya terhadap suatu sistem pengembangan komoditas. Pada matrik analisis kebijakan PAM terdiri dari tiga baris, yaitu baris pertama merupakan perhitungan dengan harga privat atau harga aktual, yaitu harga yang diterima petani baik pada komponen penerimaan maupun biaya faktor produksi. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan, yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya baik pada komponen penerimaan maupun biaya usahatani. Pada baris pertama dan kedua dapat hitung keuntungan masing-masing berdasarkan harga privat dan harga sosial, yaitu merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Pada baris ketiga merupakan selisih perhitungan antara harga privat dengan harga sosial divergensi yang disebabkan oleh kegagalan pasar komoditas atau akibat terdapatnya kebijakan pemerintah atas pengembangan suatu usaha pertanian atau komoditas tertentu. Apabila terdapat divergensi, dimana pengaruh akibat kegagalan pasar kecil, maka kebijakan pemerintahlah yang memiliki pengaruh besar terhadap divergensi tersebut. Pada matrik analisis kebijakan juga terdapat empat kolom, dimana kolom pertama adalah kolom penerimaan, kolom kedua dan ketiga adalah kolom biaya yang dapat dibedakan atas input yang tradabel yang diperdagangkan di pasar internasional dan input domestik yang tidak diperdagangkan di pasar internasional, dan kolom keempat adalah keuntungan. Berdasarkan matrik analisis kebijakan dapat diketahui berbagai indikator, yaitu: 1 analisis keuntungan, yang mencakup keuntungan privat dan keuntungan sosial, 2 analisis keunggulan komparatif dan kompetitif DRC dan PCR, dan 3 analisis kebijakan terkait output dan input. Untuk analisis kebijakan terkait output dan input dengan indikator-indikatornya tidak dibahas pada penelitian ini. Pada penelitian ini, dilakukan analisis yang mencakup perhitungan keuntungan privat dan sosial, serta menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan indikator DRC dan PCR yang diperoleh dari matrik analisis kebijakan Policy Analysis Matrix.

3.10. Hipotesis