Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif

Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 dalam persen Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar, menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak. Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan pertaniannya.

5.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif

Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif adalah peran kelembagaan kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih 62.50 12.50 25 73.33 26.67 10 20 30 40 50 60 70 80 1 Mengetahui harga dari tengkulak 2 Mengetahui harga dari pedagang di pasar 3 Mengetahui harga dari kelompok tani anggota non anggota produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Penggunaan barang- barang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivtas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsi seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak. Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 dalam persen Peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif untuk mendorong anggota kelompok mamasukkan perhitungan usahataninya ke dalam anggaran pengeluaran rumah tangganya, masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat melalui Gambar 10, dimana 57,50 persen petani anggota konsumsi konsumtifnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya konsumsi produktifnya. Namun apabila dibandingkan dengan non anggota kelompok tani hal ini jauh lebih optimal peranannya. Rendahnya konsumsi produktif dari petani dapat disebabkan karena kurang memadainya tingkat pendapatan yang diperolehnya per tahun. Terlihat 57,50 22,50 20 80,00 13,33 6,67 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 Peran konsumsi rendah 2 Peran konsumsi sedang 3 Peran konsumsi tinggi anggota non anggota pada Gambar 11, bahwa tingkat pendapatan petani anggota didominasi pada tingkat pendapatan sedang yaitu antara Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000 juta per tahun. Sebanyak 45 persen dari responden petani anggota memiliki tingkat pendapatan yang sedang. Begitu pula dengan tingkat pendapatan pada petani non anggota, sebesar 53,33 persen berada pada tingkat pendapatan yang sedang. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani anggota berada pada tingkat rendah sebesar 30 persen yaitu pendapatan kurang dari Rp5.000.000 per tahun. Lebih tinggi dibandingkan pada petani non anggota yang hanya sebesar 26,67 persen. Namun untuk tingkat pendapatan tinggi yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp15.000.000 per tahun, sebanyak 25 persen anggota memilikinya. Hal ini lebih besar dibanding tingkat pendapatan tinggi yang ada pada petani non anggota yaitu hanya sebesar 20 persen. Pengeluaran yang dihasilkan rumah tangga responden, sebagian besar tidak sesuai dengan jumlah pendapatannya yang diterima per tahun. Hal ini menjadi perlu untuk melihat seberapa besar kontribusi pendapat sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani anggota. Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 dalam persen Terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani anggota yang berada ditingkat tinggi juga merupakan hasil atau kontribusi dari sektor pertanian, dibandingkan dengan jumlah tingkat pendapatan tinggi yang memiliki kontribusi rendah. Sedangkan untuk petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan rendah juga memperlihatkan bahwa kontribusi sektor 30 45 25 26,67 53,33 20 10 20 30 40 50 60 1 Tingkat pendapatan rendah Rp 5.000.000; 2 Tingkat pendapatan sedang Rp 5.000.000 x ≤ Rp 15.000.000; 3 Tngkat pendapatan tinggi ≥ Rp 15.000.000. anggota non anggota pertanian pada pendapatannya pun rendah. Walaupun masih terdapat 30 persen dari petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan sedang dengan kontribusi pendapatan dari sektor pertanian yang sedang pula. A Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0 Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam kegiatan usaha petani anggota. Namun tidak menutup kemungkinan petani anggota untuk mencoba memperoleh pendapatan dari sektor usaha lainnya. Hal ini dirasa wajar, karena tingkat pendapatan pada umumnya di Desa Iwul memang masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Hal ini tidak dibarengi dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang lebih tinggi. Keadaan daerah yang dekat dengan kota dan telah masuknya industrialisasi ke desa, menyebabkan mereka pun ingin untuk bergaya hidup seperti warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang banyak berada di wilayah Desa Iwul. Berdasarkan hasil temuan lapang juga diperoleh bahwa selain tingkat pendapatan yang rendah, juga terdapat pengeluaran sosial yang tinggi di kalangan penduduk di Desa Iwul, yang mengakibatkan pengalokasian sumberdaya finansial kearah produktif rendah. Pengeluaran sosial yang paling besar mereka keluarkan adalah untuk acara hajatan tetangga, bila diakumulasikan setahun bisa mencapai 50 kali hajatan. Seperti pengakuan bapak Ut sebagai berikut: Tingkat Pendapatan Anggota Total rendah sedang tinggi Kontribusi sektor pertanian rendah 15 7,5 2,5 25 sedang 12,5 12,5 5 30 tinggi 2,5 25 17,5 45 Total 30 45 25 100 Tabel 5. Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan Anggota dalam persen “Bulan kemaren saya 20 kali kondangan neng. Mungkin habis satu juta lebih kondangan doang. Yah udah uang cuma segini ya kepaksa gadein kebon tebu. Jangankan buat modal lagi, buat makan aja ora kepikir sama saya.” 1 1 Hasil wawancara dengan bapak Ut petani anggota, tanggal 25 November 2010. BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota