Kelompok Tani Sauyunan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang
diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, dukuh, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan pembinaan ini ternyata meningkatkan
pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6 bahwa 35 persen petani anggota
bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Sedangkan 27,5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan
pada pembinaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta
ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya
lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah.
Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 dalam persen
5.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi
Peran kelembagaan kelompok tani sebagai suatu unit usaha bersama yang mandiri tidak saja ditunjukkan dengan akses terhadap faktor produksi juga
ditentukan oleh akses terhadap jaringan distribusi atau pemasaran. Peningkatan kemampuan untuk menjangkau pasar konsumen secara langsung akan makin
memperbesar nilai tambah yang diperoleh. Sebaliknya, makin panjangnya mata rantai pemasaran akan makin mempermahal harga yang dibayar konsumen dan
memperkecil keuntungan produsen.
37,50 27,50
35 53,33
46,67
10 20
30 40
50 60
1 Tidak terjadi peningkatan
pengetahuan 2 Terjadi
peningkatan pengetahuan bukan
dari kelompok tani 3 Terjadi
peningkatan pengetahuan dari
kelompok tani anggota
non anggota
Kondisi di mana petani tidak dapat menjangkau pasar konsumen secara langsung merupakan fenomena umum yang dijumpai pada usaha pertanian di
Desa Iwul dan di pedesaan Indonesia pada umumnya. Padahal tingkat permintaan masyarakat terhadap komoditi hasil-hasil pertanian terbilang tinggi. Hal ini sesuai
karakteristik produk yang merupakan kebutuhan dasar, sehingga keberadaan area pasar tidak terlalu bermasalah. Kebutuhan petani oleh karenanya adalah berupa
akses pasar yang memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari sistem pemasaran yang dikendalikan oleh tengkulak.
Keberadaan kelembagaan kelompok tani diharapkan dapat membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih
menguntungkan, salah satunya dengan mendirikan koperasi atau badan penyaluran pemasaran lainnya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai
saat ini belum membentuk koperasi atau badan penyaluran pemasaran hasil produksi pertanian anggotanya. Namun kelembagaan kelompok tani ini sudah
mulai merintis dengan secara berkala membantu penjualan hasil produksi pertanian beberapa petani anggota yang diharapkan lebih menguntungkan
dibandingkan apabila harus menjual kepada tengkulak.
Gambar 7. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010
dalam persen
Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem
pemasaran yang lebih menguntungkan terlihat pada Gambar 7, dimana
62,50
12,50 25,50
53,33 46,70
10 20
30 40
50 60
70
1 Pengorganisasian kegiatan distribusi
rendah 2 Pengorganisasian
Kegiatan distribusi sedang
3 Pengorganisasian kegiatan distribusi
tinggi anggota
non anggota
pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan kelompok tani masih relatif rendah yaitu sebesar 62,50 persen. Sedangkan pengorganisasian kegiatan
distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengakses sistem pemasaran dirasakan sedang oleh 12,50 persen anggota kelompok tani dan tinggi
oleh 25 persen petani anggota. Perbedaan peran yang dirasakan oleh sesama petani anggota disebabkan karena keterbatasan kelembagaan Kelompok Tani
Sauyunan dalam menjangkau seluruh anggota kelompok dalam menyalurkan hasil produksi pertanian mereka.
Petani anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sebagian besar yaitu 62,50 persen masih bergantung pada saluran pemasaran melalui tengkulak.
Namun hal ini lebih baik dibandingkan persentase petani non anggota yang memilih saluran pemasaran hasil produksi pertaniannya melalui tengkulak sebesar
73,33 persen. Petani anggota dan non anggota yang menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar mencapai masing-masing 12,50 persen dan 26,70 persen.
Penjualan hasil produksi pertanian yang dijual langsung melalui pasar sebagian besar sudah diubah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi. Presentasi
saluran pemasaran pertanian langsung kepada konsumen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan: Pertama, karakteristik dan volume
produksi yang relatif kecil, sehingga apabila harus dibawa sendiri oleh petani ke pasar maka akan membutuhkan biaya transportasi dan pengangkutan yang relatif
mahal. Kedua, para tengkulak yang pada umumnya memiliki sarana transportasiangkutan untuk membawa produk pertanian ke pasar, sehingga lebih
efisien apabila langsung disalurkan melalui tengkulak. Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani
Sauyunan dalam menyaluran hasil produksi pertanian anggota belum optimal namun telah menunjukkan kemajuan kearah yang lebih baik. Presentase petani
anggota yang telah bersama-sama menjual hasil produksi pertaniannya melalui kelembagaan kelompok hanya sebesar 25 persen saja. Namun hal ini dirasakan
sangat bermanfaat bagi mereka, karena keuntungan yang mereka dapat jauh lebih baik apabila melalui saluran pemasaran kelompok. Salah satunya karena biaya
transportasi yang lebih murah karena dapat ditanggung secara bersama.
Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 dalam persen
. Dominasi peranan tengkulak ini pada akhirnya terbukti berimplikasi pada
peranan mereka dalam menentukan harga komoditas pertanian. Hal ini mengingat tengkulak memiliki kemampuan untuk menjangkau kedua pihak, baik petani
maupun pasar konsumen akhir. Oleh karena itu, harga dapat ditetapkan untuk memperoleh marjin keuntungan yang maksimal dari penguasaan mereka atas
jaringan distribusi tersebut. Pada Gambar 9. dapat terlihat presentase informasi
harga yang didapat oleh petani anggota kelembagaan kelompok tani dan non anggota. Angka presentase tersebut ternyata menunjukkan hasil yang sama pada
presentase saluran pemasaran yang mereka pilih. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui informasi harga yang mereka dapat tergantung melalui
saluran pemasaran mana yang mereka pilih. Hal ini tentu sangat disayangkan. Kelembagaan kelompok tani memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai
wahana kerjasama, yang diharapkan dapat menggalang kebersamaan paling tidak antar sesama petani anggota. Meskipun saluran pemasaran secara kelompok tidak
dapat dijangkau oleh seluruh anggota, tetapi paling tidak sharing informasi harga antar sesama petani anggota dapat terjadi.
62,50
12,50 25
73,33
26,70 10
20 30
40 50
60 70
80
1 Dijual ke tengkulak
2 Dijual sendiri ke pasar
3 Dijual bersama- sama lewat kelompok
tani anggota
non anggota
Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 dalam persen
Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar,
menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak.
Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi
pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan
banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui
tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen
petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka
menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan
pertaniannya.
5.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif