Berdasarkan Tabel 6, lapisan atas dikategorikan memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dibandingkan lapisan menengah dan bawah. Lapisan atas
biasanya lebih sedikit dibandingkan lapisan menengah dan bawah. Hal ini terlihat jelas di dua kampung tersebut. Luas lahan biasanya menggambarkan pelapisan
sosial. Akan tetapi, lahan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya, sehingga lahan yang dimiliki semakin sempit dan tidak akan bertambah luas dikarenakan
wilayah kampung termasuk ke dalam kawasan TNGHS dan terdapat kawasan yang tidak dapat dibuka lahannya.
Pengalaman mengelola sumberdaya hutan di Kampung Cisangku termasuk kategori sedang dan pada Kampung Nyungcung termasuk kategori tinggi.
Pengalaman ini berkaitan dengan usia karena mereka melakukan hal tersebut pada usia sekitar 20-an tahun. Semakin usia bertambah, semakin lama dalam mengelola
sumberdaya hutan.
4.2 Profil Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
Secara geografis TNGHS terletak pada 106 12‟58” BT-106
45‟50” BT dan 06
32‟14” LS-06 55‟12” LS. Secara topografi, mempunyai ketinggian berkisar
antara 500-2.211 meter di atas permukaan laut m dpl. Kawasan ini secara administratif terletak dalam tiga wilayah, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, serta Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hutan alam di kawasan TNGHS terbagi menjadi tipe hutan dataran rendah
100-1.000 m dpl yang sebagian besar merupakan Zona, Collin 500-1.000 m dpl, hutan hujan pegunungan bawah atau sub montana ketinggian 1.000-1.500 m
dpl dan hutan hujan pegunungan tengah atau hutan montana ketinggian 1.500- 2.000 m dpl. Khusus di Gunung Salak juga ditemukan ekosistem alpin lebih
dari 2.000 m dpl dan ekosistem kawah yang memiliki vegetasi spesifik. Lebih dari 700 jenis tumbuhan berbunga diketahui hidup di hutan alam dalam TNGHS,
meliputi 391 marga dari 119 suku. Hutan tanaman di dalam kawasan TNGHS terdapat di areal yang
sebelumnya berstatus sebagai kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani, diantaranya adalah hutan tanaman Rasamala Altingia
excels, Pinus Pinus merkusii, Damar Agathis sp., dan Puspa Schima
wallichii. Selain hutan tanaman, terdapat areal yang telah menjadi hutan garapan masyarakat dengan berbagai jenis tanaman budidaya, antara lain: padi, pisang,
ketela pohon, jagung, dan cabai. Selain itu, juga ditemukan, berbagai jenis tanaman buah-buahan dan tanaman hutan yang dibudidayakan oleh masyarakat
antara lain durian, nangka, melinjo, pala, alpukat, mangga, aren, kelapa, sengon, dan kayu afrika manii TNGHS, 2008.
Penunjukan Gunung Halimun, Gunung Salak, Gunung Endut dan kawasan hutan di sekitarnya sebagai salah satu taman nasional di Indonesia, karena
kawasan ini mempunyai karakteristik kawasan pegunungan yang masih memiliki ekosistem hutan hujan tropis di Jawa. Kawasan ini selain berfungsi sebagai
kawasan tangkapan air juga merupakan habitat satwa yang unik, seperti Owa Jawa, Elang Jawa dan Macan Tutul.
Secara historis TNGHS Taman Nasional Gunung Halimun-Salak sudah menjadi kawasan lindung dalam tradisi budaya masyarakat. Secara administrasi
sama halnya taman nasional lain di Indonesia, TNGHS lahir dari perkembangan perubahan beberapa status yaitu 1 Tahun 1924-1934 status sebagai hutan
lindung di bawah pemerintah Belanda dengan luas mencakup 39.941 hektar, 2 Tahun 1935-1961 status cagar alam di bawah pengelolaan pemerintah Belanda
dan Republik Indonesia Djawatan Kehutanan Jawa Barat, 3 Tahun 1961-1978 status cagar alam di bawah pengelolaan Perum Perhutani, 4 Tahun 1979-1990
status cagar alam di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam III, yaitu Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat I, 5 Tahun 1990-1992
status cagar alam dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, 6 Tahun 1992-1997 status taman nasional di bawah pengelolaan Taman Nasional
Gunung Gede-Pangrango, 7 Tahun 1997-2003 status taman nasional di bawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun setingkat Eselon III, dan 8
Tahun 2003 status penunjukkan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak seluas 113.357 hektar merupakan penggabungan kawasan lama
TNGH dengan Eks hutan lindung Perhutani Gunung Salak, Gunung Endut, dan hutan produksi sekitarnya TNGHS 2008.
4.3 Sejarah Penggarapan Lahan di Desa Malasari