Lapisan Masyarakat Tinjauan Pustaka

manusia, perilaku dan ciri-cirinya, serta pada taraf tertentu diyakini kebenarannya. Persepsi juga bergantung pada: 1 pendidikan seseorang, 2 kedudukannya dalam strata sosial, 3 latar belakang sosial budaya, 4 usia, dan sebagainya.

2.1.4 Lapisan Masyarakat

Menurut Sorokin 1959 dalam Soekanto 2000, kata stratification berasal dari stratum jamaknya strata yang berarti lapisan. Social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat hirarkis. Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Soekanto 2000 mengungkapkan bahwa setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan individu dan sesuai pula dengan kemampuan-kemampuannya, maka persoalannya tidak akan terlalu sulit untuk dilaksanakan. Pada kenyataannya kedudukan dan peranan tertentu sering memerlukan kemampuan dan latihan- latihan dan hal itu tidak selalu sama. Adanya sistem lapisan masyarakat sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat, yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya. Pada umumnya warga lapisan atas upper-class tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah middle class dan lapisan bawah lower class. Lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut: 1 Ukuran kekayaan. Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya; 2 Ukuran kekuasaan. Barangsiapa yang memiiki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan; 3 Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan danatau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa; serta 4 Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negatif. Ternyata ukuran bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal. Ukuran di atas tidaklah bersifat limitatif karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran di atas menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu.

2.1.5 Konflik

Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Inventarisasi Pengelolaan Hutan Rakyat Di Kecamatan Biru-Biru

12 89 67

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat desa hutan (Studi kasus kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 98

Analisa konflik pengelolaan sumberdaya alam masyarakat desa sekitar hutan studi kasus masyarakat Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

3 24 110

Kinerja Agroforestri (Kasus Dudukuhan di Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Bogor, Jawa Barat)

1 16 75

Analisis buangan berbahaya pertambangan emas di Gunung Pongkor (Studi kasus : Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

0 29 429

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36

Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.

4 71 91