2.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian yang diajukan, yaitu: 1 Terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi terhadap persepsi
komunitas lokal pada pengelolaan sumberdaya hutan. 2 Terdapat hubungan persepsi antara pemangku kepentingan pada pengelolaan
sumberdaya hutan dengan model pengelolaan kolaboratif.
2.4 Definisi Operasional
Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional
dan pengukuran peubah dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut:
1
Karakteristik sosial ekonomi merupakan ciri-ciri yang melekat pada setiap individu dalam suatu komunitas lokal. Peubah ini meliputi: jenis kelamin,
jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, luas lahan, dan lama pengalaman mengelola sumberdaya hutan.
a Jenis kelamin adalah identitas biologis individu yang terbagi atas dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.
i
Laki-laki : Kategori 1
ii
Perempuan : Kategori 2
b Jenis pekerjaan adalah profesi yang menopang kehidupan individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
i Petani : Kategori 1
ii Buruh tani : Kategori 2
iii Non Pertanian : Kategori 3 c Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah yang diperoleh individu sebagai
hasil dari bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan dalam satuan rupiah per waktu tahun.
i Rendah
: Rp 3.600.000,00 – Rp 9.599.000,00
ii Sedang : Rp 9.600.000,00
– Rp 15.599.000,00 iii Tinggi
: Rp 15.600.000,00 – Rp 21.600.000,00
d Luas lahan adalah luasnya lahan yang dikelola oleh individu dalam satuan hektar.
i Sempit
: 0,01 – 0,54
ii Sedang : 0,55
– 1,08 iii Luas
: 1,09 – 1,63
e Pengalaman mengelola sumberdaya hutan adalah lamanya individu dalam mengelola sumberdaya hutan yang dihitung dalam satuan waktu tahun.
i Rendah
: 3 – 18
ii Sedang : 19
– 34 iii Tinggi
: 35 – 50
2
Persepsi komunitas lokal adalah penilaian komunitas lokal terhadap keinginan atas kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat
hidupnya, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Pengukuran persepsi menggunakan skala Likert: 1 tidak sesuai, 2 kurang
sesuai, 3 sesuai, dan 4 sangat sesuai, kemudian data dikategorikan menjadi tiga, yaitu kategori rendah: skor 10-14, kategori sedang: skor 15-19,
dan kategori tinggi: skor 20-25. a Persepsi komunitas lokal terhadap hak adalah penilaian komunitas lokal
terhadap sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-
undang, aturan, dan sebagainya, kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
b Persepsi komunitas lokal terhadap kewajiban adalah penilaian komunitas lokal terhadap sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan sesuatu hal
yang harus dilaksanakan. c Persepsi komunitas lokal terhadap alokasi peranan adalah penilaian
komunitas lokal terhadap aspek dinamis dari kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.
3
Persepsi pemerintah adalah penilaian pemerintah terhadap keinginan atas kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat hidupnya, dan
mengetahui makna dari informasi yang diterimanya.
4
Persepsi LSM adalah penilaian LSM terhadap keinginan atas kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat hidupnya, dan mengetahui makna dari
informasi yang diterimanya.
5
Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan
sumberdaya. a Tipe konflik adalah menuntun ke berbagai bentuk kemungkinan intervensi
yang masing-masing memiliki potensi dan tantangannya sendiri. b Pemetaan konflik adalah pengelompokkan dalam ruang-ruang konflik
yang menggunakan kriteria-kriteria tertentu dengan mengamati dan memahami pihak-pihak yang bertikai.
c Pemangku kepentingan yang terlibat adalah pihak yang saling berinteraksi dan memiliki hak dan tujuan individual yang berbeda.
6
Resolusi konflik adalah menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompok-
kelompok yang bermusuhan. a Analisis akar permasalahan adalah mencari tahu pokok permasalah yang
ditimbulkan akibat perbedaan persepsi. b Model pengelolaan kolaboratif adalah model yang dibuat pada proses
partisipatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan secara aktif dalam berbagai kegiatan pengelolaan, termasuk pengembangan visi
bersama, belajar bersama, dan penyesuaian praktek-praktek pengelolaan.
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Lampiran 1-3. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja purposive sesuai hasil diskusi dengan pihak RMI- The Indonesian Institute for Forest and Environment
dikarenakan: 1 Desa Malasari termasuk ke dalam perluasan kawasan Taman Nasional
Halimun-Salak Lampiran 4. 2 Terdapat konflik dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
3 Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung memiliki model pengelolaan kolaboratif yang berbeda.
Ciri khas penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang lain adalah terdapat model pengelolaan kolaboratif yang berbeda di kedua kampung tetapi
masih dalam satu desa. Dalam satu desa terdapat model pengelolaan kolaboratif yang berbeda, yakni di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung. Model
pengelolaan kolaboratif di Kampung Cisangku berupa Model Kampung Konservasi MKK yang bekerjasama dengan pemerintah TNGHS dan bersifat
top down. Pada Kampung Nyungcung, model pengelolaan kolaboratif berupa Kampung Dengan Tujuan Konservasi KDTK dengan difasilitasi oleh pihak
LSM yang bersifat bottom up. Penelitian dilaksanakan dalam waktu satu bulan Lampiran 5. Kegiatan
penelitian meliputi pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian dirancang dengan menggunakan metode survai yang bersifat deskriptif korelasional Singarimbun dan Effendi 1989. Pengumpulan data
dilakukan selama satu bulan pada bulan April 2011.