“ … Ada beberapa warga tidak mau menanam pohon yang diminta pemerintah di lahan garapan mereka yang kosong soalnya mereka takut
diusir padahal sebenarnya ada zona-zona seperti zona khusus yang tidak akan mengganggu kehidupan mereka. Petugas kehutanan juga kurang,
sehingga bingung mengadakan sosialisasi dengan masyarakat, jadi masyarakat kurang tahu
tentang zona.” Pihak TNGHS juga mendengar isu bahwa TNGHS mengembangbiakkan
babi hutan, monyet, dan macan untuk mengusir masyarakat dari kawasan hutan secara perlahan. Pihak TNGHS menyangkal pernyataan tersebut. Pemerintah tidak
melarang masyarakat untuk membunuh babi hutan yang berada di luar kawasan. Pihak TNGHS hanya menginginkan adanya keseimbangan ekosistem yang
berbasis rantai makanan. Bila populasi dari hewan tersebut melebihi kapasitas, maka diperlukan penanganan khusus agar ekosistem menjadi stabil.
Saat ini pengamanan hutan relatif aman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab free-rider. Pihak TNGHS menganggap illegal logging telah
jarang dilakukan karena masyarakat memiliki peraturan kampung. Mereka menyadari adanya masyarakat di dalam kawasan merupakan suatu keuntungan
bagi pihak TNGHS karena masyarakat akan menjaga kelestarian hutan dan mengamankan hutan dari pihak-pihak tertentu karena masyarakat membutuhkan
hutan untuk bertahan hidup. Bila terdapat masyarakat yang melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi yang berlaku di kampung tersebut
sesuai kesalahan yang telah diperbuatnya.
6.2 Persepsi Komunitas Lokal
6.2.1 Persepsi Komunitas Lokal pada Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Persepsi masyarakat menganggap bahwa hutan telah diwariskan sejak nenek moyang mereka untuk digarap dan dimiliki. Bagi masyarakat, tidak semua
masyarakat mengetahui zona versi pemerintah karena masyarakat memiliki zona versi masyarakat sendiri yang diberitahukan secara turun temurun.
Masyarakat juga menganggap pemerintah menjadikan masyarakat sebagai musuh karena
masalah hak atas lahan. Masyarakat menghindari konflik yang ada dengan pemerintah, tetapi hal ini sulit untuk dilakukan karena adanya perbedaan persepsi
antara pihak pemerintah dan masyarakat.
Hak adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang,
aturan, dan sebagainya, kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib
dilaksanakan, keharusan sesuatu hal yang harus dilaksanakan. Soekanto 2000 menyatakan bahwa peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan. Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.
Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Menurut Persepsi terhadap Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hak,
Kewajiban, dan Alokasi Peranan, 2011
Peubah Kategori
Kampung Cisangku
Kampung Nyungcung
Jumlah Responden
n n
n Hak
Skor Rendah
10-14 8
26,7 6
20,0 14
23,3 Sedang
15-20 17
56,6 17
56,7 34
56,7 Tinggi
21-25 5
16,7 7
23,3 12
20,0 Jumlah
30 100,0
30 100,0
60 100,0
Kewajiban Skor
Rendah 10-14
1 3,3
1 1,7
Sedang 15-20
15 50,0
7 23,4
22 36,6
Tinggi 21-25
15 50,0
22 73,3
37 61,7
Jumlah 30
100,0 30
100,0 60
100,0 Alokasi
Peranan Skor
Rendah 10-14
11 36,7
9 30,0
20 33,3
Sedang 15-20
19 63,3
16 53,3
35 58,4
Tinggi 21-25
5 16,7
5 8,3
Jumlah 30
100,0 30
100,0 60
100,0
Keterangan: n = jumlah
Masyarakat di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung memiliki tingkat persepsi pada kategori sedang mengenai hak mereka Tabel 7. Sebagian
besar masyarakat belum mengetahui hak penggarapan lahan dalam kawasan TNGHS karena mereka hanya mengetahui hak kepemilikan lahan dan pembagian
zona yang telah ditetapkan oleh pihak TNGHS masih belum jelas, sehingga masih
terdapat tumpang tindih lahan dalam hal pengelolaan sumberdaya hutan. Hal ini dikarenakan informasi yang diberikan oleh TNGHS belum mencakup seluruh
masyarakat yang berada dalam kawasan TNGHS. Pihak TNGHS memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kawasan TNGHS
kepada pihak dalam perwakilan masyarakat Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung yang nantinya informasi tersebut harus disebarkan kepada anggota
masyarakat lainnya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam informasi. Persepsi mengenai kewajiban di Kampung Cisangku memiliki jumlah yang
sama pada kategori sedang 50 persen dan tinggi 50 persen, sedangkan Kampung Nyungcung memiliki tingkat persepsi yang tinggi 73,3 persen
terhadap kewajiban. Masyarakat mengganggap bahwa hutan merupakan tempat bergantung untuk kehidupan, sehingga mereka berkewajiban melestarikan hutan
dari ancaman pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat juga menanam kembali dengan tanaman-tanaman keras dan buah-buahan pada lahan
yang kritis agar tidak terjadi bencana alam yang berdampak langsung bagi kehidupan mereka.
Pada dua kampung tersebut memiliki tingkat persepsi dengan kategori sedang terhadap alokasi peranan. Hal ini dikarenakan saat mengelola sumberdaya
hutan telah terdapat pembagian peran dan pengambilan keputusan antara laki-laki dan perempuan walaupun masih didominasi oleh laki-laki. Pekerjaan yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan sama, tidak ada yang lebih berat maupun lebih ringan karena untuk menopang kehidupan
dibutuhkan pendapatan dari berbagai pihak dalam keluarga.
6.2.2 Persepsi Komunitas Lokal Terhadap Hak, Kewajiban, dan Alokasi