Persepsi Lembaga Swadaya Masyarakat LSM

moyang mereka, sehingga lahan tersebut diwariskan kepada mereka termasuk lahan milik. Masyarakat juga tidak ingin diusir dari kawasan TNGHS karena mereka tidak tahu harus pindah kemana dan mereka ingin hak atas lahan dapat dijadikan lahan milik secara hukum yang berlaku.

6.3 Persepsi Lembaga Swadaya Masyarakat LSM

LSM yang terlibat secara langsung di kawasan ini adalah RMI yang berperan sebagai pendamping masyarakat. LSM sebagai pihak yang memberikan informasi tentang dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan No.175Kpts-II2003 kepada masyarakat yang wilayah kampungnya masuk ke dalam kawasan TNGHS. Menurut LSM, perluasan kawasan TNGHS belum terdapat batas yang jelas antara lahan pemerintah dan lahan yang digarap oleh masyarakat. Tidak semua masyarakat mengetahui zona versi pemerintah karena biasanya masyarakat memiliki zona versi masyarakat sendiri yang diberitahukan secara turun temurun. Peta partisipatif dibuat oleh masyarakat dengan didampingi pihak LSM untuk menunjukkan batas wilayah antara pemerintah dan masyarakat agar terlihat jelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih lahan. LSM mengganggap bahwa pemerintah ingin mengusir secara perlahan masyarakat yang berada dalam kawasan konservasi. Kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah menyebabkan perbedaan persepsi di pihak masyarakat, sehingga masyarakat menganggap bahwa suatu saat lahan garapan serta lahan milik akan diklaim oleh pemerintah. Masyarakat yang berada dalam kawasan TNGHS hanya ingin haknya untuk menggarap tidak dicabut karena sumberdaya hutan merupakan tempat bergantung masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pihak LSM berpendapat bahwa masyarakat tidak akan melakukan illegal logging karena masyarakat mengetahui bahwa sumberdaya hutan perlu dilestarikan dan bila mereka melakukan illegal logging, maka akan berdampak langsung berupa bencana alam, seperti banjir, hutan gundul, dan pengikisan lapisan tanah. Hal ini dapat merugikan masyarakat karena akan kehilangan harta bendanya bahkan jiwa. Pihak LSM menginginkan agar menyatukan perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi, pihak LSM juga mengalami kesulitan karena persepsi pemerintah dan LSM berbeda. Pihak LSM terutama RMI memprioritaskan kepentingan masyarakat karena masyarakat tidak akan merusak dan akan menjaga sumberdaya hutan di sekitar lingkungan mereka, sehingga pihak LSM membantu masyarakat untuk mendapatkan haknya kembali untuk menggarap.

6.4 Konflik Akibat Perbedaan Persepsi

Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Inventarisasi Pengelolaan Hutan Rakyat Di Kecamatan Biru-Biru

12 89 67

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat desa hutan (Studi kasus kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 98

Analisa konflik pengelolaan sumberdaya alam masyarakat desa sekitar hutan studi kasus masyarakat Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

3 24 110

Kinerja Agroforestri (Kasus Dudukuhan di Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Bogor, Jawa Barat)

1 16 75

Analisis buangan berbahaya pertambangan emas di Gunung Pongkor (Studi kasus : Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

0 29 429

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36

Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.

4 71 91