BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN
6.1 Persepsi Pemerintah
Pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan aturan yang berlaku bagaimana hutan agar tetap terjaga kelestariannya.
Salah satu aturannya adalah UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Pada tahun 2003 inilah dikeluarkan SK Menteri Kehutanan No.175Kpts-
II2003 yang menyatakan bahwa masyarakat tidak dapat bermukim dan menggarap lahan yang berada di dalam kawasan TNGHS setelah adanya
pengalihfungsian kawasan dari pihak Perum Perhutani. Perluasan kawasan dan adanya perubahan hutan produksi menjadi hutan lindung dilakukan karena
semakin menipisnya hutan di Indonesia, sehingga perlu upaya pelestarian hutan. Setelah itu, dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56Menhut-II2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional yang menyatakan mengenai zona khusus tempat masyarakat dapat bermukim dan memanfaatkan lahan di dalam
kawasan tersebut. Persepsi pemerintah terhadap pengelolaan sumberdaya hutan adalah lahan
yang menjadi perluasan TNGHS merupakan lahan negara. Bahkan pemerintah menanyakan kepada masyarakat, sampai kapan masyarakat ingin menggarap di
lahan negara tersebut. Lahan negara tidak dapat dijadikan hak milik untuk masyarakat, sehingga masyarakat hanya memiliki Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang SPPT yang belum dianggap kuat secara hukum menurut kepemilikannya. Bahkan ada pihak dari masyarakat yang telah mengusut masalah
lahan ini ke pihak Badan Pertanahan Nasional BPN. Pihak TNGHS menginginkan agar lahan garapan di Eks Perum Perhutani
yang kritis ditanami jenis tanaman keras, seperti pohon rasamala, puspa, manglid, ganitri, dan sebagainya dengan diselingi tanaman buah-buahan agar masyarakat
memiliki penghasilan setiap bulannya, selain mengandalkan tanaman keras. Tanaman keras ini dapat diperjualbelikan, namun lahan tidak dapat
diperjualbelikan oleh masyarakat. Menurut Bapak Ujn 30 tahun:
“ … Ada beberapa warga tidak mau menanam pohon yang diminta pemerintah di lahan garapan mereka yang kosong soalnya mereka takut
diusir padahal sebenarnya ada zona-zona seperti zona khusus yang tidak akan mengganggu kehidupan mereka. Petugas kehutanan juga kurang,
sehingga bingung mengadakan sosialisasi dengan masyarakat, jadi masyarakat kurang tahu
tentang zona.” Pihak TNGHS juga mendengar isu bahwa TNGHS mengembangbiakkan
babi hutan, monyet, dan macan untuk mengusir masyarakat dari kawasan hutan secara perlahan. Pihak TNGHS menyangkal pernyataan tersebut. Pemerintah tidak
melarang masyarakat untuk membunuh babi hutan yang berada di luar kawasan. Pihak TNGHS hanya menginginkan adanya keseimbangan ekosistem yang
berbasis rantai makanan. Bila populasi dari hewan tersebut melebihi kapasitas, maka diperlukan penanganan khusus agar ekosistem menjadi stabil.
Saat ini pengamanan hutan relatif aman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab free-rider. Pihak TNGHS menganggap illegal logging telah
jarang dilakukan karena masyarakat memiliki peraturan kampung. Mereka menyadari adanya masyarakat di dalam kawasan merupakan suatu keuntungan
bagi pihak TNGHS karena masyarakat akan menjaga kelestarian hutan dan mengamankan hutan dari pihak-pihak tertentu karena masyarakat membutuhkan
hutan untuk bertahan hidup. Bila terdapat masyarakat yang melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi yang berlaku di kampung tersebut
sesuai kesalahan yang telah diperbuatnya.
6.2 Persepsi Komunitas Lokal