BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI
DENGAN PERSEPSI KOMUNITAS LOKAL PADA PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN
7.1 Keterkaitan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Persepsi Komunitas Lokal
Peubah pada karakteristik sosial ekonomi yang digunakan untuk uji korelasi Rank Spearman adalah tingkat pendapatan, luas lahan, dan pengalaman mengelola
sumberdaya hutan. Hal ini dikarenakan data dari karakteristik sosial berupa data ordinal, begitu pula dengan persepsi Tabel 23.
Tabel 23 Nilai Koefisien Korelasi Tingkat Pendapatan, Luas Lahan, dan Pengalaman Mengelola Sumberdaya Hutan yang Berhubungan dengan
Persepsi Komunitas Lokal di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
2011
Peubah Kampung Cisangku
Kampung Nyungcung
Hak Kewajiban
Alokasi peranan
Hak Kewajiban
Alokasi peranan
Karakteristik Sosial Ekonomi:
- Tingkat pendapatan
0,227 -0,114
-0,464 0,001 0,036
-0,358 - Luas lahan
-0,036 -0,079
-0,398 0,075
-0,046 0,002
- Pengalaman mengelola
sumberdaya hutan
-0,169 0,139
0,301 -0,086
-0,463 -0,248
Keterangan: Nyata pada taraf α = 0,01; Nyata pada taraf α = 0,05; Nyata pada taraf α = 0,10
Karakteristik sosial ekonomi tingkat pendapatan, terdapat hubungan nyata dan negatif dengan peubah alokasi peranan di masyarakat Kampung Cisangku
dengan tingkat kesalahan satu persen -0,464. Demikian halnya dengan masyarakat di Kampung Nyungcung, tingkat pendapatan berhubungan negatif
nyata dengan alokasi peranan dengan tingkat kesalahan sepuluh persen 0,358. Ini berarti bahwa hubungan tersebut relatif lemah.
Ini berarti semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka semakin rendah alokasi peranan. Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam
mengelola sumberdaya hutan tidak begitu nyata, karena laki-laki lebih mendominasi dengan mengambil alih seluruh peran tersebut. Pihak perempuan
terkadang hanya bekerja di rumah saja yang tidak mendapatkan pendapatan dan tidak diizinkan untuk mengelola sumberdaya hutan.
Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, didapatkan bahwa semakin luas suatu lahan yang digarap, maka semakin rendah alokasi peranan -0,398. Hal ini
dikarenakan ada orang lain yang ingin menggarap lahan tersebut dengan kesepakatan yang telah dibuat, sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat
melakukannya. Akan tetapi, masih adanya dominasi dari laki-laki untuk mengerjakannya karena mereka berpendapat bahwa ini merupakan tanggung
jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Pada uji korelasi Rank Spearman, pengalaman mengelola sumberdaya hutan
berhubungan positif nyata dengan alokasi peran di Kampung Cisangku. Pernyataan ini diartikan bahwa semakin lama dalam mengelola sumberdaya
hutan, maka semakin tinggi alokasi peranan 0,301. Masyarakat yang telah lama mengelola sumberdaya hutan akan semakin mengetahui bahwa pekerjaan dalam
mengelola hutan dapat dibagi antara laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh membersihkan rumput dan mengambil kayu bakar dapat dilakukan baik laki-laki
maupun perempuan. Pengalaman mengelola sumberdaya hutan berhubungan negatif nyata
dengan kewajiban masyarakat di Kampung Nyungcung dalam pengelolaan sumberdaya hutan -0,463. Semakin tinggi pengalaman, maka semakin rendah
kewajiban masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. Salah satu penyebabnya adalah faktor usia yang sudah relatif tergolong tua, sehingga jarang
memanfaatkan kawasan hutan. Faktor lainnya adalah lokasi yang berjauhan dari tempat tinggal, sehingga menyulitkan untuk perjalanan dalam melakukan
pengelolaan sumberdaya hutan. Kendala lain, ketersediaan transportasi umum yang masih terbatas pada ojeg, sehingga membutuhkan biaya yang relatif mahal
untuk mencapai kawasan hutan. Nilai korelasi yang berhubungan nyata dengan peubah pengalaman mengelola sumberdaya hutan, memiliki tingkat kesalahan
lima persen pada alokasi peranan di Kampung Cisangku dan sepuluh persen pada persepsi terhadap kewajiban
di Kampung Nyungcung yang berada di nilai kurang dari 0,5. Ini berarti bahwa hubungan tersebut relatif lemah.
7.2 Ikhtisar