46 mungkin terjadi untuk harimau dewasa memangsa anak harimau di alam.
Fluktuasi yang besar pada jumlah harimau muda untuk kejadian pembunuhan anak harimau infanticide dapat terjadi ketika harimau jantan dewasa
membutuhkan teritori baru. Dapat dikatakan kondisi populasi harimau sumatera di lokasi studi tidak sehat karena struktur umur yang tidak berimbang dalam suatu
populasi. Hal ini membuktikan bahwa kepadatan satwa mangsa utama harimau sumatera sangat mempengaruhi populasinya di alam. Karena tingkat
kelangsungan hidup harimau muda cub dan juvenile akan lebih tinggi ketika ketersediaan satwa mangsa tinggi, dan juga jumlah harimau muda tersebut akan
menjadi tinggi Karanth Nichols 2002.
Gambar 13 Individu harimau dengan kelas umur dewasa adult. Keberadaan
individu harimau
muda merupakan faktor yang sangat penting bagi populasi harimau di suatu wilayah. Wirakusumah 2003 mengatakan
bahwa apabila jumlah individu terlalu kecil untuk menjadi dewasa guna memenuhi keperluan pergantian, struktur suatu populasi merupakan populasi yang
menurun. Model demografik populasi harimau yang khas menyarankan bahwa anakan mungkin sekitar 25 pada populasi harimau normal.
5.4 Pola Waktu Aktivitas Harimau Sumatera dan Satwa Mangsa
Menururt Alikodra 2002, aktivitas satwaliar banyak tergantung pada panjang hari. Kebanyakan jenis mamalia aktif pada siang hari diurnal dan
berlindung pada malam hari, namun di lain pihak terdapat beberapa jenis mamalia aktif pada malam hari nocturnal dan banyak pula jenis mamalia lainnya yang
aktif pada waktu senja ataupun fajar crepuscular. Berdasarkan gambar satwa yang diperoleh melalui kamera jebakan, dapat dilakukan analisis pola waktu
47 aktivitas satwa dengan melihat waktu yang tertera pada gambar. Laidlaw
Noordin 1999 dalam Riansyah 2007 menyatakan bahwa jumlah minimum foto satwa hasil kamera jebakan yang dapat dianalisa pola aktivitasnya harus lebih dari
lima buah gambar. Dengan demikian, terdapat delapan jenis satwaliar yang termasuk dalam analisis pola aktivitas termasuk harimau sumatera Gambar 14.
Pengelompokan waktu aktivitas satwa yang digunakan hanya dua pola, yaitu nocturnal
dan diurnal. Aktivitas satwa yang tercatat antara pukul 17.59-06.00 WIB diklasifikasikan sebagai nocturnal sedangkan aktivitas satwa yang tercatat
antara pukul 06.01-18.00 WIB diklasifikasikan ke dalam diurnal. Gambar foto dan video yang digunakan adalah gambar satwa yang memiliki kualitas yang baik,
yaitu terdapat catatan waktu saat terekam kamera. Total gambar satwa yang dapat dianalisis sebanyak 211 gambar terdiri dari 15 gambar harimau sumatera dan 196
gambar satwa potensi mangsa harimau. Berdasarkan penelitian ini, harimau sumatera rata-rata menghabiskan
waktunya pada siang hari diurnal daripada malam hari nocturnal. Hal ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan Kawanishi Sunquist 2004 di
Malaysia yang menyatakan bahwa harimau lebih aktif pada siang hari daripada malam hari. Waktu aktivitas harimau cenderung mengikuti waktu aktivitas satwa
mangsanya. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa jenis satwa mangsa harimau lebih aktif pada siang hari diurnal. Kawanishi Sunquist 2004
menambahkan bahwa pola aktivitas jenis Panthera cenderung sama dengan pola aktivitas satwa-satwa crepusculardiurnal seperti kijang, napu dan babi hutan
daripada jenis nokturnal seperti tapir dan rusa sambar. Harimau tercatat memulai aktivitasnya pada pagi hari yaitu antara pukul 06.00-08.00 WIB dan pada waktu
tersebut merupakan waktu aktivitas tertinggi harimau sumatera yang terekam kamera jebakan. Kemudian waktu aktivitas tinggi harimau juga tercatat pada
siang hari yaitu pukul 14.00-16.00. Pada malam hari, hanya terekam satu kali aktivitas harimau yaitu pada pukul 18.34 WIB. Pada pagi hari, harimau memulai
aktivitasnya untuk mencari pakan dan minum.
48
Gambar 14 Grafik persentase waktu aktivitas satwa berdasarkan hasil kamera jebakan.
Secara keseluruhan, satwa yang tertangkap kamera memiliki waktu aktivitas diurnal aktif pada siang hari, kecuali tikus tanah Trichys fasciculate
yang memiliki waktu aktivitas 100 nocturnal. Tikus tanah melakukan aktivitas pada dini hari yaitu antara pukul 00.00 hingga 05.00 WIB untuk mencari pakan.
Berbeda halnya dengan napu Tragulus napu yang memiliki pola waktu aktivitas paling banyak. Pada studi ini, napu tercatat hampir pada setiap jam dalam satu
hari 24 jam, baik siang maupun malam hari. Namun, napu sebagian besar menggunakan waktu pada siang hari diurnal daripada malam hari nocturnal
dengan persentase waktu aktivitas sebesar 82,16. Dalam mencari pakan dan minum, napu biasanya menggunakan waktu pada pagi hingga siang hari. Berbeda
halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Azlan Lading 2006 yang mengatakan bahwa napu Tragulus sp merupakan satwa crepuscular dengan
persentase waktu aktivitas nocturnal sebesar 69. Perbedaan tersebut mungkin dikarenakan perbedaan kondisi habitat dan jumlah predator di kedua lokasi. Satwa
akan cenderung beraktifitas dimana tingkat perjumpaan satwa predator rendah. Dengan kata lain, napu beraktifitas pada lokasi dan waktu yang memiliki tingkat
perjumpaan yang rendah terhadap satwa predator untuk menghindari pemangsaaan terhadap dirinya.
Tiga jenis satwa mangsa harimau yang memiliki waktu aktivitas hanya pada siang hari tidak ditemukan beraktifitas pada malam hari, yaitu beruk
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Persentase w a
ktu aktivitas
Jenis satwa
Diurnal Nokturnal
49 Macaca nemestrina
, beruang madu Helarctos malayanus, dan monyet ekor panjang Macaca fascicularis. Beruk dan monyet ekor panjang memulai
aktivitasnya pada pagi hari yaitu antara pukul 08.00 hingga 10.00 WIB untuk mencari pakan yang dilakukan secara berkelompok. Kemudian melakukan
aktivitas kembali pada siang hingga sore hari. Beruk Macaca nemestrina merupakan satwa yang fleksibel dalam penggunaan ruang dan waktu aktivitas.
Payne et al. 2000 mengatakan bahwa beruk dapat memanfaatkan berbagai strata hutan untuk perlindungan dan mencari pakan. Oleh karena itu, beruk sering
terekam oleh kamera jebakan yang menandakan pola aktivitasnya yang tinggi.
5.5 Tingkat Perjumpaan Encounter Rate Harimau Sumatera