13 oleh harimau. Teknik pengamatan dengan mempelajari jejak atau tanda yang
ditinggalkan harimau tersebut cenderung memiliki eror kesalahan yang cukup tinggi karena sulit untuk membedakan jejak kaki dari individu yang berbeda.
Pencatatan jejak kaki dilakukan hanya untuk menentukan apakah suatu jenis tertentu mendiami suatu areal dan atau menentukan tingkat perjumpaan yang
dikategorikan jarang atau umum dijumpai pada area survei Povey Spaulding 2009. Selain metode konvensional, teknik pengamatan satwaliar dapat juga
dilakukan dengan teknik tangkap dan tangkap kembali capture recapture menggunakan kamera jebakan. Metode kamera jebakan merupakan metode yang
dapat dipercaya yang dipakai oleh para ahli untuk dapat memperkirakan populasi suatu jenis satwa dalam suatu wilayah Povey Spaulding 2009 karena dapat
dilakukan pada satwa yang memiliki tanda atau ciri khusus ditubuhnya sehingga dapat diidentifikasi secara individu. Berdasarkan asumsi metode Peterson,
terdapat beberapa asumsi yang mendasari analisis metode tangkap dan tangkap kembali capture recapture yaitu 1 populasi merupakan populasi tertutup,
sehingga N adalah konstan, 2 semua satwa memiliki peluang yang sama untuk tertangkap pada periode pertama, 3 penandaan individu tidak mempengaruhi
penangkapannya, 4 satwa tidak kehilangan tanda antara dua periode sampling, dan 5 semua tanda dilaporkan pada penemuan di periode kedua.
2.10 Kamera Jebakan Camera Trap
Dewasa ini, teknik pengamatan satwaliar di alam telah berkembang dengan ditemukannya metode tangkap dan tandai yang digunakan untuk mengamati satwa
yang sulit untuk dijumpai seperti perilaku menghindar elusive dari manusia dan menyamar cryptic. Sistem kamera otomatis atau lebih dikenal dengan kamera
jebakan merupakan suatu alat dan sistem yang dapat memantau satwaliar secara lebih efektif dan akurat guna mendukung usaha konservasi terhadap satwaliar
khususnya untuk pendugaan kepadatan harimau sumatera Karanth Nichols 2002. Generasi kamera jebakan dalam pengembangan model capture-recapture
telah meningkatkan keefektifan dalam metode survei dan monitoring untuk sebagian besar satwa terestrial dan beberapa mamalia arboreal Karanth
Nichols 2002. Dengan adanya sistem kamera jebakan dapat digunakan untuk memantau populasi satwaliar yang terancam punah keberadaannya di alam liar.
14 Penggunaan metode kamera jebakan untuk memantau populasi karnivora besar
pertama kali dilakukan oleh Karanth 1995 di empat taman nasional di India. Di Indonesia, metode ini pertama kali diterapkan di Taman Nasional Gunung Leuser,
Sumatera Utara Griffith Schaik 1993, di Way Kambas dengan jumlah individu harimau sumatera yang berhasil diidentifikasi sebanyak enam ekor
Franklin et al. 1999, di Bukit Barisan Selatan dengan estimasi jumlah populasi harimau sumatera sebanyak 40-43 ekor O’Brien et al. 2003, di Kerinci Seblat
Linkie 2006 dan di Tesso Nilo-Bukit Tiga Puluh dengan estimasi jumlah individu sebanyak lima ekor Hutajalu 2007.
Selain harimau sumatera, penggunaan kamera jebakan dalam teknik survei satwaliar juga diterapkan pada satwa lain, beberapa diantaranya antara lain tapir
asia Tapirus indicus di habitat hutan pegunungan, Taman Nasional Kerinci Seblat Holden et al. 2003; Galliformes di hutan dataran rendah, Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan Winarni et al. 2004; badak jawa Rhinocerus sondaicus di hutan dataran rendah, Taman Nasional Ujung Kulon Griffith Schaik 1993; macan
tutul jawa Panthera pardus melas di habitat hutan pegunungan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kamera jebakan bekerja menggunakan sistem infra merah yang dapat mendeteksi keberadaan satwa dengan sensor panas tubuh satwa tersebut. Sensor
merupakan suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan energi seperti energi listrik, fisika,
kimia, biologi, mekanik dan sebagainya. Sensor panas berfungsi untuk mendeteksi gejala perubahan panastemperatursuhu pada suatu dimensi benda atau dimensi
ruang tertentu. Pada kamera jebakan terdapat bagian berupa fotosensor sehingga otomatis melakukan proses jepretan. Setiap satwa yang melintas akan terekam
gambarnya oleh kamera melalui fotosensor yang disambungkan ke kamera. Gambar-gambar tersebut dilengkapi dengan data tentang waktu pengambilan,
bulan, tanggal dan nomor gambar yang tersimpan dalam data logger dan ditransformasikan ke dalam perangkat lunak komputer. Keberadaan set kamera
tidak mempengaruhi aktivitas satwa yang melintas di depan kamera sehingga tidak mengganggu kegiatan hariannya. Penempatan kamera diusahakan tidak pada
celah yang lebar sehingga pada saat harimau melintasi kamera jebakan akan
15 mengaktifkan secara otomatis dan menangkap gambar individu yang melintas
dengan jelas Karanth Nichols 2002.
2.11 Program CAPTURE