56
pengganggu, seperti caplak. Kedalaman kubangan rata-rata berkisar 20-50 cm dengan substrat berupa lumpur dan serasah. Sumber air berupa kubangan berada
di ketinggian tempat 10 m dpl, substrat kubangan berupa serasah yang tebal dan dangkal. Pada musim penghujan, air sungai dapat meluap dan masuk ke dalam
hutan sehingga menggenangi daratan hutan gambut. Hal ini dapat terjadi secara periodik yaitu 1-2 kali dalam sehari. Air di dalam kubangan biasanya terisi oleh
air sungai yang meluap atau air hujan yang turun dengan debit yang besar.
a b
Gambar 16 Sumber air di habitat hutan rawa gambut a kubangan; b sungai.
5.7.2 Satwa Mangsa
Sebagai satwa pemangsa utama, harimau memegang peranan yang sangat penting dalam mengendalikan rantai makanan di ekosistemnya. Satwa mangsa
merupakan salah satu komponen penyusun habitat bagi harimau sumatera yang sangat penting. Berdasarkan hasil foto dan video yang didapat, satwa mangsa
yang terdapat di lokasi studi cukup melimpah dengan tingkat perjumpaan yang tinggi. Satwa mangsa harimau adalah satwa ungulate yaitu berbagai jenis rusa,
gaur, babi dan antelope. Pada area yang cukup sedikit terdapat satwa mangsa utama, harimau dapat memangsa satwa lainnya seperti burung, reptil, dan
mamalia kecil. Ewer 1973 mengatakan bahwa satwa mangsa kecil yang diambil sekarang dan selanjutnya termasuk kadal, ular, kura-kura, ikan, kepiting, serangga
dan rayap. Tingkat keanekaragaman satwa mangsa harimau sumatera di lokasi penelitian cukup tinggi, terdapat 14 jenis satwa potensial mangsa harimau
sumatera yang tertangkap kamera dari 11 famili Tabel 11. Satwa mangsa utama harimau sumatera yang ditemukan adalah babi jenggot Sus barbatus, napu
Tragulus napu , beruk Macaca nemestrina dan tapir Tapirus indicus. Keberadaan
57
satwa mangsa merupakan faktor penting terhadap penyebaran harimau sumatera yang berperan sebagai predator di habitatnya. Kelompok kucing besar termasuk
harimau tidak dapat menggantikan pakannya dengan pakan tumbuhan karena sifat anatomi alat pecernaannya khusus sebagai pemakan daging Jackson 1990
dalam Sriyanto 2003. Besarnya jumlah kebutuhan harimau akan mangsa
tergantung dari kebutuhan harimau tersebut mencari pakan untuk dirinya sendiri atau harimau betina yang harus memberi pakan anaknya. Hewan mangsa utama
harimau di India adalah berbagai jenis rusa, gaur, babi hutan, landak, marmut, monyet dan hewan ternak Karanth Sunquist 1995. Griffith 1994 melaporkan
bahwa hewan mangsa potensial yang disukai oleh harimau di Taman Nasional Gunung Leuser adalah rusa sambar, babi hutan, muntjak dan landak. Pada area
yang cukup sedikit terdapat satwa mangsa utama, harimau dapat memangsa satwa lainnya seperti burung, reptil, dan mamalia kecil. Ewer 1973 mengatakan bahwa
satwa mangsa kecil yang diambil sekarang dan selanjutnya termasuk kadal, ular, kura-kura, ikan, kepiting, serangga dan rayap.
Tabel 11 Jenis satwa mangsa potensial harimau sumatera
No. Nama lokal
Nama Ilmiah
Famili
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11. 12.
13. 14.
Babi jenggot Beruk
Kancil napu Tapir
Monyet ekor panjang Tikus tanah
Sempidan merah Musang leher kuning
Simpai Bambun ekor pendek
Beruang madu Biawak
Kucing hutan Kucing kepala datar
Sus barbatus Macaca nemestrina
Tragulus napu Tapirus indicus
Macaca fascicularis Trichys fasciculata
Lophura erythrophthalma Martes flavigulata
Presbytis melalophos Herpestes brachyurus
Helarctos malayanus Varanus salvator
Prionailurus bengalensis Prionailurus planiceps
Suidae Cercopithecidae
Tragulidae Perissodactyla
Cercopithecidae Hystricidae
Ardeidae Viveridae
Cercopithecidae Herpestidae
Ursidae Varanidae
Felidae Felidae
Babi jenggot Sus barbatus merupakan salah satu mangsa utama harimau yang memiliki biomassa yang cukup besar. Berdasarkan hasil kamera jebakan,
babi jenggot sering ditemukan secara berkelompok dengan jumlah berkisar antara 5-15 ekor. Babi jenggot memiliki daerah jelajah yang cukup luas dan aktif pada
malam maupun siang hari sehingga tingkat perjumpaannya tinggi. Babi jenggot tidak tahan terhadap sengatan sinar matahari, sehingga pada saat terik matahari
berlindung di semak-semak dekat air. Selain merupakan mangsa yang berukuran
58
besar, babi hutan juga merupakan hewan yang mudah berkembang biak. Dengan perkembangbiakan pertama di usia dini dan jumlah per kelahirannya yang besar,
babi hutan dapat bertahan hidup dengan memakan tanaman sehingga satwa jenis ini merupakan satwa mangsa yang ideal bagi harimau Karanth Stith 1999.
Dalam hal penyebaran, satwa ini memiliki penyebaran yang tinggi. Penyusutan populasi harimau dapat disebabkan terutama oleh hilangnya
basis mangsa mereka oleh perburuan secara berlebihan oleh manusia Karanth Stith 1999 sehingga perlunya peningkatan terhadap populasi satwa mangsa
harimau tersebut. Walaupun harimau membunuh sejumlah mangsa jenis tertentu Karanth Sunquist 1995, namun sebagian besar kebutuhan mereka akan
biomassa dipenuhi oleh spesies ungulata besar 20 kg. Penyusutan mangsa kemungkinan besar mempengaruhi daya tahan hidup harimau dalam semua tahap
demografis. Kepadatan mangsa yang lebih rendah jelas akan menekan daya tahan hidup anak harimau Karanth Stith 1999.
a b
Gambar 17 a Babi jenggot Sus barbatus; b Beruk Macaca nemestrina. Tingkat perjumpaan satwa mangsa harimau cukup merata pada tiap titik
lokasi pemasangan kamera. Selain babi jenggot dan kancil napu, beruk merupakan salah satu satwa mangsa potensial bagi harimau sumatera. Pada penelitian ini,
tingkat perjumpaan beruk tertinggi kedua setelah napu. Dalam melakukan aktifitasnya, beruk sering terlihat bersama kelompoknya yang berjumlah tiga
hingga tujuh ekor. Beruk sering terlihat beraktifitas di atas tanah untuk mencari pakan daripada di atas pohon.
Tapir merupakan salah satu satwa mangsa utama harimau sumatera karena memiliki biomasa yang paling besar di hutan rawa gambut, namun untuk
59
tingkat perjumpaan berdasarkan foto yang didapat sangat kecil. Hal ini dikarenakan sifat sensitif yang dimiliki oleh tapir seperti kehadiran manusia. Tapir
sangat jarang ditemukan pada siang hari karena satwa ini merupakan satwa nocturnal
atau satwa yang aktif pada malam hari. Selain foto, tanda keberadaan tapir juga diketahui berdasarkan perjumpaan jejak kaki. Perjumpaan jejak kaki
terbanyak terdapat di Parit 14 dengan ukuran jejak kaki yang bervariasi. Hal ini dikarenakan kondisi vegetasi di lokasi tersebut dapat dikatakan tidak terlalu rapat
dan memiliki kondisi tanah yang basah sehingga cukup mudah ditemukan jejak kaki tapir. Jejak kaki tapir yang ditemukan memiliki ukuran 18 x 17 cm Gambar
18 dan 12 x 14 cm.
Gambar 18 Jejak kaki tapir Tapirus indicus yang ditemukan di Parit 14. Tingkat perjumpaan satwa mangsa dapat diketahui melalui jumlah foto
yang diperoleh dibagi jumlah efektif trap night. Harimau sumatera lebih menyukai tempat-tempat yang memiliki biomasa mangsa yang masih tinggi dan
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sungai. Dalam studi ini, kelimpahan satwa potensi mangsa harimau yang bersifat terestrial masih banyak ditemukan.
Satwa potensi mangsa harimau sumatera yang memiliki tingkat perjumpaan tertinggi adalah napu yaitu sebesar 13,85 foto100 hari. Napu
memiliki waktu aktifitas yang tinggi yaitu menjelang pagi hingga malam. Napu sering terlihat melakukan aktifitas secara sendiri walaupun sesekali terlihat
beraktifitas lebih dari satu ekor. Medway 1977 menyatakan bahwa napu Tragulus
sp. biasanya soliter, tetapi terkadang tercatat secara berpasangan. Pada malam hari, napu beraktivitas untuk mencari pakan di bawah tumpukan serasah
dan mencari minum. Selain melalui kamera jebakan, terdapat jenis satwa potensi
60
mangsa harimau yang ada di lokasi studi yaitu lutung. Lutung merupakan satwa arboreal atau satwa yang lebih aktif di atas pohon sehingga keberadaannya tidak
terekam oleh kamera jebakan. Keberadaan jenis tersebut diketahui melalui suara yang terdengar selama survei. Biasanya lutung mengeluarkan suara pada pagi hari
hingga menjelang siang hari. Pada pagi hari sekelompok lutung mengeluarkan suara sebagai pertanda panggilan terhadap kelompok lainnya morning call.
Ataupun, terkadang kelompok lutung mengeluarkan suara sebagai pertanda ada bahaya atau sedang diawasi oleh satwa predator seperti harimau sumatera. Lutung
merupakan salah satu satwa mangsa harimau yang potensial. Diperkirakan jumlah jenis ini di lokasi studi masih tergolong melimpah. Namun, aktivitasnya yang
lebih banyak di atas pohon dibandingkan di atas tanah sulit untuk terekam melalui kamera jebakan.
Perjumpaan satwa mangsa tertinggi terdapat di K05 yaitu lokasi Sungai Besar. Ketersediaan pakan yang cukup merupakan faktor utama melimpahnya
satwa mangsa harimau yang merupakan satwa herbivora. Sungai Besar memiliki kerapatan tumbuhan bawah yang tinggi dan topografi datar dengan ketinggian
tempat yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya sehingga merupakan lokasi yang cocok bagi satwa-satwa ungulata. Hewan mangsa biasanya berkumpul pada
tempat-tempat sumber pakan yang melimpah, seperti daerah pinggiran alur sungai merupakan lahan yang sangat subur untuk jenis-jenis vegetasi yang merupakan
sumber pakan hewan mangsa Dinata dan Sugardjito 2008. Indeks tingkat perjumpaan satwa berdasarkan kamera jebakan sangat
bergantung pada kondisi unit kamera jebakan itu sendiri yang akan berpengaruh pada lama hari kamera aktif. Semakin lama kamera aktif maka indeks tingkat
perjumpaan satwa akan semakin tinggi. Selain itu, jumlah kamera yang dipasang juga mempengaruhi tingkat perjumpaan satwa. Jumlah kamera yang dipasang
akan memperluas luas wilayah titik kamera yang apabila semakin banyak dipasang maka akan memungkinkan tingkat perjumpaan satwa semakin tinggi.
61
Gambar 19 Grafik tingkat perjumpaan satwa mangsa harimau sumatera berdasarkan hasil kamera jebakan.
5.8 Ganggguan Ancaman terhadap Harimau Sumatera