Populasi dan Distribusi Satwa Mangsa

6 akan menimbulkan perubahan yang dramatis pada vegetasi dan kehilangan besar kenanekaragaman hayati McLaren Peterson 1994 dalam Indrawan et al. 2007. Spesies yang mempunyai kemampuan mengubah lingkungan fisik melalui aktivitasnya, sering disebut sebagai insinyur ekosistem yang juga dapat digolongkan sebagai spesies kunci. Spesies bendera merupakan spesies yang dipilih sebagai duta besar, ikon atau simbol untuk mendefinisikan suatu habitat, isu, kampanye atau dampak lingkungan. Dengan memfokuskan dan mengusahakan konservasi jenis ini, status dari jenis lain yang menempati habitat yang sama atau rawan menjadi ancaman yang sama. Spesies bendera biasanya relatif berukuran besar dan kharismatik, contohnya panda. Spesies bendera bisa merupakan spesies kunci atau spesies indikator maupun tidak sama sekali. Beberapa contoh spesies bendera di Indonesia adalah orangutan, harimau sumatera, badak, gajah sumatera, dan elang jawa. Dalam rantai makanan, terdapat beberapa tingkatan yang memiliki peran dari masing-masing tingkat trofik diantaranya produsen, konsumen dan dekomposer. Karnivora yang juga dikenal sebagai konsumen sekunder atau pemangsa, membunuh dan memangsa hewan lainnya yang menjadikannya digolongkan ke dalam tingkat ketiga. Harimau sumatera merupakan salah satu satwa karnivora yang dapat memangsa satwa herbivora maupun sesama satwa karnivora. Kebutuhan akan daging yang banyak menjadikan satwa tersebut menempati tingkat trofik teratas dalam suatu ekosistem. Satwa pemangsa utama berperan mengendalikan populasi satwa yang berada dibawahnya dalam siklus rantai makanan. Harimau merupakan satwa yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan di hutan tropis. Peranannya sebagai pemangsa utama, menjadikan harimau salah satu satwa yang berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Kepunahan akan terjadi pada harimau sumatera apabila ancaman terhadap kehidupan satwa ini terus berlangsung.

2.4 Populasi dan Distribusi

Menurut Siswomartono et al. 1994, sampai tahun 1994 perkiraan jumlah harimau sumatera yang masih hidup alami di dalam kawasan hutan sumatera 7 adalah hanya tersisa sekitar 400-500 ekor. Populasi harimau tersebut sebagian besar tersebar di kawasan hutan konservasi seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkiraan populasi dan habitat tersedia bagi harimau sumatera di kawasan lindung utama Kawasan Lindung Luas Total Ha Habitat tersedia Ha Perkiraan populasi ekor TN Gunung Leuser 900.000 360.000 110 TN Kerinci Seblat 1.500.000 600.000 76 TN Bukit Barisan Selatan 357.000 282.000 68 TN Berbak 163.000 14.000 50 TN Way Kambas 130.000 97.000 20 SM Kerumutan 120.000 78.000 30 SM Rimbang 16.000 122.000 43 Sumber: PHPA 1994 Menurut Wikramanayake et al. 1998, Sumatera diperkirakan masih mempunyai areal seluas 130.000 km 2 untuk menjadi habitat harimau sumatera, dan hanya sepertiganya atau sekitar 42.000 km 2 yang masuk ke dalam kawasan bebas pembangunan dan logging. Dua belas 12 lansekap pelestarian harimau atau “Tiger Conservation Landscapes” TCLs yang masih menawarkan substansial habitat untuk menyelamatkan populasi harimau sumatera adalah Tesso Nilo, Bukit Barisan Selatan, Bukit Tigapuluh, Kerinci Seblat, Kuala Kerumutan, Bukit Balai Rejang-Selatan, Bukit Rimbang Baling, Rimbo Panti-Batang Timur, Rimbo Panti-Batang Barat, Leuser, Berbak and Sibolga.

2.5 Satwa Mangsa

Kepadatan populasi harimau di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kualitas habitat dan ketersediaan satwa mangsa harimau tersebut. Kepadatan satwa mangsa merupakan faktor yang sangat signifikan dalam menentukan ukuran teritori harimau betina, dan kondisi selanjutnya akan menentukan kepadatan populasi harimau secara keseluruhan Sherpa Maskey 1998. Hewan mangsa harimau sumatera belum dikaji secara mendalam. Diduga jenis-jenis hewan mangsa mempengaruhi dinamika dan ekologi harimau sumatera di area yang bersangkutan. Kelompok kucing besar termasuk harimau tidak dapat menggantikan pakannya dengan pakan tumbuhan karena sifat anatomi alat pecernaannya khusus sebagai pemakan daging Jackson 1990 dalam Sriyanto 2003. Satwa ini termasuk 8 satwa oportunis dalam pemilihan pakan di alam. Dalam habitat tertentu, daging merupakan suplai pakan yang terbatas. Schaller 1967 dalam Endri 2005 mengatakan total jumlah pakan yang dimakan kurang lebih seperlima dari berat tubuhnya. Dalam memangsa satwa mangsa, biasanya harimau tidak menghabiskan satwa buruannya secara keseluruhan namun hanya sekitar 70 saja dimakan Seidensticker et al. 1999, sedangkan yang 30 lagi tidak dimakan. Untuk satwa mangsa yang berukuran besar biasanya dimakan beberapa kali. Sisa makanan yang belum habis disimpan dengan cara ditutupi oleh rumput atau daun-daunan untuk dimakan kemudian dan agar tidak ditemukan binatang lain Mountfort 1973 dalam Hutabarat 2005, Soeseno 1977. Harimau mulai berburu pada awal petang dan akan berburu semua jenis hewan apapun yang dapat ditangkapnya. Hewan mangsa utama harimau di India adalah berbagai jenis rusa, gaur, babi hutan, landak, marmut, monyet dan hewan ternak Karanth Sunquist 1995. Berdasarkan laporan Griffith 1994 hewan mangsa potensial yang disukai oleh harimau di Taman Nasional Gunung Leuser adalah rusa sambar, babi hutan, muntjak dan landak. Besarnya jumlah kebutuhan harimau akan mangsa tergantung dari kebutuhan harimau tersebut mencari pakan untuk dirinya sendiri atau harimau betina yang harus memberi pakan anaknya MacDonald 1986, Mountfort 1973 dalam Hutabarat 2005.

2.6 Habitat