39
Gambar 9 Grafik jumlah gambar yang diperoleh per hari kamera aktif. Dapat dilihat pada Gambar 9, perolehan gambar satwa tertinggi terjadi
pada pemasangan kamera periode pertama sedangkan pada periode kedua mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kondisi kamera yang digunakan tidak sebaik saat pertama digunakan pada periode awal sehingga menurunkan kinerja kamera jebakan pada periode selanjutnya.
Selain itu, kondisi lokasi pemasangan kamera yang sering dilalui manusia sehingga dapat menggangu aktifitas satwaliar di sekitar lokasi. Umumnya satwa
akan cenderung menghindar jika jalur yang biasa dilalui terusik oleh manusia sehingga tingkat perolehan gambar satwa lebih sedikit. Berdasarkan grafik
hubungan antara jumlah gambar yang diperoleh pada tiap hari kamera aktif, untuk periode pertama, jumlah perolehan gambar tertinggi terdapat pada hari ke-5
sedangkan pada periode kedua perolehan gambar tertinggi terjadi pada hari ke-11. Hal ini mungkin dikarenakan lokasi tersebut merupakan kondisi optimal terhadap
perjumpaan satwa. Selain itu, kondisi kamera yang masih baik sehingga merekam gambar satwa dalam jumlah yang cukup tinggi.
5.3 Populasi Harimau Sumatera
5.3.1 Kepadatan Harimau Sumatera
Kepadatan harimau sumatera dihitung menggunakan program CAPTURE dengan cara memasukkan data capture history pada setiap individu harimau yang
tertangkap. Pada program CAPTURE terdapat beberapa model pendugaan
2 4
6 8
10 12
14
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Juml ah gambar
Hari ke-
Periode 1 Periode 2
40 populasi, namun model yang digunakan pada penelitian ini adalah model Mh.
Untuk hasil penghitungan program CAPTURE dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil penghitungan pada program CAPTURE menggunakan model Mo
dan Mh
Model p-hat Populasi
dugaan N
SE 95CI
Mo Null Mh Jackknife
0,75 0,75
6 6
0,82 1,50
6 - 6 6-15
Analisis kepadatan harimau sumatera menggunakan program CAPTURE hanya dilakukan pada area studi di sekitar Simpang Malaka Air Hitam Laut.
Karena analisis kepadatan harimau menggunakan program tersebut hanya dapat dilakukan jika terdapat individu harimau yang tertangkap kembali recapture
sehingga untuk wilayah studi yang hanya menangkap satu individu tidak dilakukan analisis kepadatan. Hal ini berkaitan dengan perhitungan luas area
contoh efektif yang digunakan untuk menduga kepadatan harimau sumatera di lokasi studi. Untuk estimasi kepadatan harimau, model yang digunakan adalah
model Mh dengan jumlah populasi enam individu. Model Mh memiliki nilai kriteria seleksi terbesar kedua, yang kemungkinan adalah model yang paling tepat.
Beberapa peneliti menggunakan model tersebut karena dianggap memiliki estimasi atau perkiraan yang cukup akurat. Selain itu, model Mh
memperkenankan adanya heterogenitas data harimau yang diperoleh. Model Mh lebih dipilih karena model tersebut lebih realistik yang mengasumsikan tiap
individu harimau memiliki peluang tangkapan yang unik Karanth Nichols 1998. Analisis data dilakukan menggunakan asumsi populasi tertutup secara
demografi yaitu selama periode pemasangan kamera jebakan tidak terjadi penambahan individu baru imigrasi dan kelahiran atau yang hilang emigrasi
atau mati. Berdasarkan hasil analisis foto dan video yang diperoleh, jumlah individu
harimau sumatera adalah tujuh ekor. Individu harimau diidentifikasi jenis kelamin dan kelas umur dengan mengamati beberapa parameter dari gambar yang
diperoleh. Lokasi yang banyak merekam gambar harimau adalah daerah Simpang Malaka Resort Air Hitam Laut Gambar 10. Tiap individu harimau diberi
identitas dengan nama masing-masing yaitu Jamantara, King Arthur, Satria, Pandawa, Isabella, Mutiara dan Mahadewi. Pemberian nama dilakukan untuk
41 mempermudah dalam monitoring harimau sumatera di Taman Nasional Berbak
dengan penanda masing-masing. Berdasarkan analisis data menggunakan program CAPTURE, diperoleh kepadatan harimau sebesar 4,39 harimau 100 km
2
Tabel 7. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa setidaknya terdapat empat individu
harimau sumatera dalam area seluas 100 kilometer persegi di lokasi studi. Kepadatan harimau tersebut dapat dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan
kepadatan harimau di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yaitu sebesar 1,6 harimau 100 km
2
dengan metode yang sama O’Brien et al. 2003 dan di Renah Kayu Embun, Jambi yaitu sebesar 1,5 harimau 100 km
2
MHS 2005 dalam Riansyah 2007 dan juga bila dibandingkan dengan penelitian di Batang
Tebo-Batang Ule yaitu sebesar 2,65 harimau 100 km
2
Bernadi 2006, Sipurak sebesar 2,0 harimau 100 km
2
MHS 2006 dalam Riansyah 2007 serta Taman Nasional Way Kambas sebesar 4,3 harimau 100 km
2
Franklin et al. 1999. Yosry 2002 mengatakan bahwa untuk kawasan seluas 100 km
2
di kawasan tanah rendah dapat dihuni 4-5 ekor harimau. Namun perlu diperhatikan bahwa
kepadatan harimau tersebut tidak serta merta hanya pada nilai kepadatan yang ada pada suatu wilayah, tetapi perlu dilihat juga faktor yang menyebabkan jumlah
individu harimau yang menyebar pada suatu wilayah seperti terjadinya penyempitan habitat optimal sehingga individu harimau terkonsentrasi pada suatu
wilayah tertentu yang menyebabkan kepadatan harimau di wilayah tersebut menjadi tinggi. Kepadatan harimau cenderung berkolerasi dengan kepadatan
mangsanya. Analisis kepadatan harimau menggunakan program CAPTURE tergantung pada lama periode sampling pemasangan kamera. Semakin pendek
periode sampling maka nilai kepadatan yang diperoleh semakin detail. Tabel 7 Populasi dugaan harimau sumatera berdasarkan analisis program
CAPTURE
Efektif sampling area km
2
Test closure Model kriteria seleksi
Jumlah individu Mt+1 Rata-rata p-hat
Peluang capture Mt+1N Populasi N SE
Kepadatan harimau100 km
2
Populasi CI ind 139,43
1,00 Mh
6 0,75
0,98 6,13 1,5
4,39 harimau100 km
2
6-15
42 Dari analisis melalui program CAPTURE, peluang kemungkinan
harimau sumatera terekam kamera pada seluruh ulangan yaitu 98 yang artinya tidak sulit untuk menemukan tanda-tanda keberadaam individu harimau di lokasi
penelitian. Peluang harimau tertangkap kamera ini tergantung pada penempatan unit kamera di lokasi yang memiliki potensi ditemukannya harimau. Kelimpahan
harimau sumatera di lokasi studi N adalah sebesar 6 6,13 ekor dengan SE 1,50. Pada dasarnya penghitungan melalui program CAPTURE dipengaruhi oleh
jumlah trap night dan ulangan occasion capture. Semakin banyak jumlah trap night
dan ulangan selama pengambilan data, populasi dugaan yang akan diperoleh akan semakin akurat.
Gambar 10 Peta sebaran individu harimau sumatera di lokasi penelitian. Berdasarkan peta sebaran harimau sumatera, dapat dilihat bahwa harimau
sumatera banyak ditemukan di sekitar Simpang Malaka kawasan hutan yang berlabel A pada Gambar 10. Dengan area contoh efektif seluas 139,43 km
2
, ditemukan enam individu harimau dengan perbandingan jenis kelamin 4 jantan
dan 2 betina. Secara umum, wilayah tersebut memiliki satwa mangsa utama harimau yang melimpah seperti babi jenggot, tapir dan napu. Selain itu, kondisi
vegetasi di wilayah tersebut memiliki kerapataan yang sedang dengan komposisi vegetasi didominasi oleh pohon. Kondisi wilayah tersebut memiliki habitat yang
43 baik bagi satwa mangsa harimau karena tutupan vegetasi yang tidak terlalu rapat
dan menyediakan pakan bagi satwa herbivora. Selain faktor kondisi habitat, wilayah tersebut juga memiliki intensitas aktivitas manusia yang kecil sehingga
gangguan terhadap keberadaan harimau sumatera lebih rendah. Menurut keterangan dari masyarakat sekitar kawasan hutan, daerah tersebut merupakan
daerah yang paling banyak dijumpai individu harimau sumatera baik perjumpaan secara langsung maupun tidak langsung.
Pada pemasangan kamera di blok hutan Air Hitam Dalam tidak diperoleh gambar harimau, namun tanda-tanda keberadaan satwa tersebut ditemukan di
beberapa lokasi seperti jejak kaki dan cakaran. Jejak kaki harimau sumatera ditemukan dengan berbagai ukuran yaitu 17 x 15 cm dan 16 x 15 cm Gambar 11.
Beberapa jejak kaki tidak terlihat jelas dan sulit diukur karena serasah yang tebal dan tanah yang terlalu basah. Lokasi penemuan jejak kaki harimau sumatera
tersebut antara lain di Simpang Batang, Simpang Aur dan Simpang Kayu Aro. Selain penemuan jejak harimau, ditemukan juga jejak satwa lain seperti cakaran
beruang di pohon dan tengkorak kepala satwa ungulata. Diduga tengkorak tersebut merupakan sisa pakan dari harimau sumatera beberapa hari yang lalu.
Selama penelitian, Air Hitam Dalam memiliki tanda-tanda keberadaan harimau yang tinggi namun keberadaan harimau tersebut tidak terekam pada kamera yang
dipasang. Hal ini dapat dikarenakan faktor intensitas aktivitas manusia yang tinggi di blok hutan tersebut seperti pembalakan liar dan perburuan ilegal satwa
sehingga peluang perjumpaan satwa melalui kamera jebakan rendah. Satwaliar akan cenderung menghindari manusia sehingga tingkat perjumpaan satwa menjadi
kecil. Selain faktor aktivitas manusia, penempatan titik kamera juga
mempengaruhi tidak tertangkapnya individu harimau sumatera di blok hutan Air Hitam Dalam. Kemungkinan, titik kamera yang dipasang tidak tepat dengan
lokasi perlintasan harimau sumatera. Walaupun tidak diperoleh gambar harimau, pemasangan kamera di lokasi ini merekam banyak satwa mangsa harimau seperti
beruk Macaca nemestrina, napu Tragulus napu dan babi jenggot Sus barbatus dengan intensitas yang tinggi.
44
Gambar 11 Perjumpaan jejak kaki harimau sumatera a jejak kaki di lokasi Simpang Bantang; b jejak kaki di lokasi Simpang Aur.
5.3.2 Perbandingan Jenis Kelamin