3.2 Efektivitas Kerjasama HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 15 Tingkat hubungan kemitraan beberapa penelitian sebelumnya 1 2 3 Sumber Natalia 2004 Permana 2007 Lestari 2010 Judul penelitian Kajian kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Studi Kasus di Desa Cibeber II, RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor Kajian kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani Melalui Program PHBM Studi kasus di Desa Protomulyo dan Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah Analisis pola dan kelayakan kemitraan antara petani hutan rakyat dengan PT Bina Kayu Lestari Group di Tasikmalaya Jawa Barat Tingkat hubungan kemitraan Kemitraan yang dijalankan termasuk dalam kategori Prima Madya Tingkat hubungan kemitraan antara petani dengan Perum Perhutani di Desa Protomulyo dan Magelung adalah tingkat Prima Madya Tingkat hubungan kemitraan antara petani, PT BKL Group, Perhutani di Desa Mekarjaya dan antara petani, PT BKL Group, Perhutani dan LMDH di Kelurahan Urug adalah termasuk kategori kemitraan Prima Madya. Sedangkan hubungan kemitraan antara petani dan PT BKL Group di Desa Leuwibidah termasuk kategori kemitraan Prima Utama. Berdasarkan data perbandingan tingkat hubungan kemitraan ini, dapat dikatakan bahwa beberapa kemitraan yang dijalankan Perum perhutani, baik yang melibatkan petani saja, melibatkan petani dan perusahaan lokal maupun melibatkan petani dan perusahaan asing, sudah baik karena sudah mencapai tingkat Prima Madya, namun masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan. Bahkan kemitraan antara petani dengan perusahaan lokal seperti kasus di Desa Leuwibudah dalam penelitian Lestari 2011 sudah mencapai level Prima Utama, dimana kemitraan usaha tersebut perlu dikembangkan dan dilanjutkan. 5.2.1.8. Kendala Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna Kendala yang dirasakan oleh perum perhutani dalam kemitraan budidaya ini antara lain belum adanya perjanjian tertulis yang mengatur kemitraan antara perum perhutani dan petani Desa Watukumpul. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga dari Perum Perhutani untuk mendata siapa saja petani yang membudidayakan glagah arjuna di Desa Watukumpul sementara lahannya sangat luas. Kesepakatan secara lisan seringkali dilanggar oleh petani, tetapi perum perhutani tidak dapat memberikan sanksi yang tegas karena belum ada kontrak kerjasama secara tertulis yang ditandatangani kedua pihak. Kesulitan untuk memberi penyuluhan kepada petani juga dirasakan oleh Perum Perhutani karena ada beberapa petani yang tidak mau ikut serta dalam program kemitraan. Selain itu juga karena kurangnya penyuluhan dari Perum Perhutani. Kendala yang dirasakan petani yaitu harga glagah arjuna yang masih dapat dipermainkan oleh tengkulak sehingga petani mendapatkan harga jual yang rendah. Solusi yang dapat diberikan untuk masalah ini yaitu sebaiknya perum perhutani membentuk lembaga yang dapat menampung glagah arjuna dari petani yang dapat memberikan harga yang layak sekaligus dapat menjadi tempat simpan pinjam untuk memfasilitasi petani yang membutuhkan biaya. Lembaga ini seharusnya dapat difasilitasi oleh LMDH yang ada.

5.2.2. Kemitraan Kerajinan Sapu Glagah Arjuna

5.2.2.1. Sejarah Kemitraan Kerajinan Sapu Glagah Arjuna di Desa Tambi

Menurut hasil wawancara, sebagian besar masyarakat di Desa Tambi menambah sumber penghasilan mereka dengan menjadi pengrajin sapu yang dibuat dari bunga glagah arjuna. Namun para pengrajin ini tidak membudidayakan sendiri glagah arjunanya. Pengrajin membeli bahan baku dari petani atau tengkulak lalu membuatnya menjadi sapu. Rata-rata pengrajin membuat sapu dalam skala kecil sehingga hanya memanfaatkan anggota keluarganya saja untuk mengerjakan tugas membuat sapu. Namun ada dua usaha pembuatan sapu yang lebih besar daripada pengrajin umumnya di Desa Tambi, yaitu : UMK Berkah Restu dan UMK Wana Lestari. Karena skala usahanya lebih besar, kedua UMK ini mengambil tenaga kerja dari masyarakat desa yang menganggur. Bedanya adalah UMK Wana Lestari mendapat dana pinjaman modal usaha dari Perum Perhutani, sedangkan UMK Berkah Restu mendapat dana pinjaman modal usaha dari Bank BRI. Berdasarkan hasil wawancara terlihat perbedaan antara UMK Wana Lestari atau UMK Berkah Restu dengan pengrajin lainnya. Pendapatan yang diperoleh UMK Wana Lestari dan UMK Berkah Restu lebih besar daripada pengrajin lainnya. Perbedaan ini disebabkan dari cara pengrajin membuat sapu. UMK Wana Lestari menjalin kemitraan dengan Perum Perhutani menggunakan jaminan BPKB motor. Sapu yang diproduksi UMK Wana Lestari dijual dengan harga Rp 5000,- per sapu untuk jenis sapu biasa, dan Rp 10.000,-