2.2 Kontrak Kerjasama HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah rata-rata total nilai manfaat berdasarkan pendapat Perum Perhutani adalah 295 dan menurut pendapat petani Tambi dan Watukumpul adalah 245 sehingga nilai rata-rata aspek manfaat sebesar 270 dari nilai maksimum 500. Penelitian tentang kajian kemitraan dilakukan oleh Natalia 2005 yang meneliti tentang kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat, pada kasus di Desa Cibeber II, RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dijalankan termasuk dalam kategori Prima Madya, yaitu perum perhutani sebagai perusahaan besar bertindak sebagai penyedia sarana, jangka waktu kemitraan menengah 5 tahun dan diperpanjang sampai batas akhir daur tanaman pokok, dan Perum Perhutani tidak terlibat dalam pemasaran hasil tanaman pertanian. Permana 2007 juga melakukan penelitian tentang kajian kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Desa Protomulyo dan Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Berdasarkan analisis tingkat hubungan kemitraan, kemitraan antara petani penggarap dengan Perum Perhutani termasuk dalam kategori Prima Madya. Perum Perhutani sebagai perusahaan besar bertindak sebagai penyedia sarana, jangka waktu kemitraan yaitu 2 tahun sesuai dengan perjanjian kerjasama, sedangkan untuk pemasaran pihak Perum Perhutani tidak terlibat. Sedangkan Lestari 2011 dalam penelitiannya tentang analisis pola dan kelayakan kemitraan antara petani hutan rakyat dengan PT Bina Kayu Lestari Group di Tasikmalaya Jawa Barat menyimpulkan bahwa tingkat hubungan kemitraan antara petani, PT BKL Group dan Perhutani petani di Desa Mekarjaya maupun antara PT BKL Group, Perhutani dan LMDH di Kelurahan Urug adalah termasuk kategori kemitraan Prima Madya. Sedangkan tingkat kemitraan antara petani dengan PT BKL Group di desa Leuwibudah adalah termasuk kemitraan Prima Utama. Berikut ini adalah tabel tingkat hubungan kemitraan beberapa penelitian sebelumnya tentang kemitraan. Tabel 15 Tingkat hubungan kemitraan beberapa penelitian sebelumnya 1 2 3 Sumber Natalia 2004 Permana 2007 Lestari 2010 Judul penelitian Kajian kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Studi Kasus di Desa Cibeber II, RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor Kajian kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani Melalui Program PHBM Studi kasus di Desa Protomulyo dan Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah Analisis pola dan kelayakan kemitraan antara petani hutan rakyat dengan PT Bina Kayu Lestari Group di Tasikmalaya Jawa Barat Tingkat hubungan kemitraan Kemitraan yang dijalankan termasuk dalam kategori Prima Madya Tingkat hubungan kemitraan antara petani dengan Perum Perhutani di Desa Protomulyo dan Magelung adalah tingkat Prima Madya Tingkat hubungan kemitraan antara petani, PT BKL Group, Perhutani di Desa Mekarjaya dan antara petani, PT BKL Group, Perhutani dan LMDH di Kelurahan Urug adalah termasuk kategori kemitraan Prima Madya. Sedangkan hubungan kemitraan antara petani dan PT BKL Group di Desa Leuwibidah termasuk kategori kemitraan Prima Utama. Berdasarkan data perbandingan tingkat hubungan kemitraan ini, dapat dikatakan bahwa beberapa kemitraan yang dijalankan Perum perhutani, baik yang melibatkan petani saja, melibatkan petani dan perusahaan lokal maupun melibatkan petani dan perusahaan asing, sudah baik karena sudah mencapai tingkat Prima Madya, namun masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan. Bahkan kemitraan antara petani dengan perusahaan lokal seperti kasus di Desa Leuwibudah dalam penelitian Lestari 2011 sudah mencapai level Prima Utama, dimana kemitraan usaha tersebut perlu dikembangkan dan dilanjutkan. 5.2.1.8. Kendala Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna Kendala yang dirasakan oleh perum perhutani dalam kemitraan budidaya ini antara lain belum adanya perjanjian tertulis yang mengatur kemitraan antara perum perhutani dan petani Desa Watukumpul. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga dari Perum Perhutani untuk mendata siapa saja petani yang membudidayakan glagah arjuna di Desa Watukumpul sementara lahannya sangat luas. Kesepakatan secara lisan seringkali dilanggar oleh petani, tetapi perum perhutani tidak dapat memberikan sanksi yang tegas karena belum ada kontrak kerjasama secara tertulis yang ditandatangani kedua pihak. Kesulitan untuk