Kemitraan Budidaya dan Kerajinan Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

(1)

DI KPH PEKALONGAN TIMUR

PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

ANNISA NOOR BAETI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

DI KPH PEKALONGAN TIMUR

PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ANNISA NOOR BAETI

E14070050

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(3)

Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh IIN ICHWANDI dan LETI SUNDAWATI.

Salah satu permasalahan KPH Pekalongan Timur adalah konflik lahan dengan masyarakat. Untuk mengatasi hal itu Perum Perhutani membentuk kemitraan antara Perum Perhutani dan masyarakat dalam budidaya glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah. Tujuan kemitraan tersebut adalah menjaga keamanan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat membudidayakan rumput glagah arjuna di bawah tegakan pinus karena bunganya dapat dibuat menjadi kerajinan sapu dan berbagai produk kerajinan lainnya yang bernilai cukup tinggi sehingga dapat menambah penghasilan mereka. Produk kerajinan ini diminati tidak hanya oleh konsumen di Indonesia tetapi juga sudah berhasil merambah pasar mancanegara diantaranya Taiwan, Singapura dan Malaysia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat hubungan kemitraan antara Perum Perhutani dan masyarakat sekitar hutan serta mengkaji kontribusi tanaman glagah arjuna terhadap pendapatan rumah tangga petani dan pengrajin melalui perhitungan atas neraca pendapatan dan pengeluaran keluarga petani. Data penelitian dikumpulkan melalui teknik observasi dan wawancara terhadap responden petani yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling.

Disamping itu, dikumpulkan pula informasi tambahan melalui studi pustaka atas sumber-sumber data sekunder dari Perum Perhutani dan instansi pemerintah yang terkait. Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 90 orang terdiri dari 60 petani dan 30 pengrajin. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pola kemitraan ini adalah pola bapak angkat. Tingkat hubungan kemitraan budidaya glagah arjuna mendapat skor 452,50 (Kemitraan Prima) yang berarti hubungan tingkat kemitraan usaha ini masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan, sedangkan kemitraan usaha kerajinan sapu memperoleh skor 890 (Kemitraan Prima Utama) yang berarti hubungan tingkat kemitraan usaha ini sudah sangat baik dan harus dipertahankan. Kontribusi pendapatan rumah tangga rata-rata petani terbesar yaitu pada petani Desa Tambi strata I (15,47%) dan petani Desa Watukumpul strata I (13,36%). Kontribusi kerajinan glagah arjuna terhadap total pendapatan rumah tangga pengrajin sebesar 31,46%.


(4)

Cultivation and Handicraft Partnership at KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Central Java. Under supervised IIN ICHWANDI and LETI SUNDAWATI.

One of KPH Pekalongan Timur problems is community land conflict. Perum Perhutani established partnership program between company and community through glagah arjuna cultivation and glagah broom handicraft. The purposes of this program is to keep forets security and increase community welfare. Communities cultivates glagah arjuna under pine tree, due to its flower function as broom raw material and other handicraft product, which has higher added value and increasing their income. These handicraft product, not only consumed by indonesian but also by Taiwan, Singapore and Malaysia costumers. This study is aimed to determine and analyze the partnership paterns and level between perhutani and community, and also examined the glagah arjuna contribution to farmer and craftman households. Data collected by observation technique and interview to farmers which were selected by purpossive sampling methode. Besides data were also collected extension data by litterature study of secondary data from Perum Perhutani and related government institutions. Total interviewed respondent were 90, consisted of 60 farmers and 30 craftmans. Based on the study, partnership pattern of this partnership is foster fathers business partnership (pola kemitraan bapak angkat). Partnership level between perum perhutani and farmer score was 452,50 (prime partnership), which need more cooperation agreement. Whereas partnerships between UMK Wana Lestari and

KPH Pekalongan Timur score’s was 890 (main prime partnership) which is categorised very good and need to mantain. The biggest average contribution of farmers is in Strata I Desa Tambi (15.47%) and strata I Desa Watukumpul (13,36%). The contribution of Glagah arjuna handicraft to craftmans household income in Desa Tambi was 31.46%.


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemitraan Budidaya dan Kerajinan Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Annisa Noor Baeti E14070050


(6)

Judul : Kemitraan Budidaya dan Kerajinan Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Nama : Annisa Noor Baeti NRP : E14070050

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Iin Ichwandi,M.Sc.F.Trop Dr.Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F.Trop NIP 19641217 1990021001 NIP. 19640830 199003 2001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS

NIP. 19630401 199403 1 001


(7)

Penulis dilahirkan pada 17 Januari 1990 di Kabupaten Pemalang sebagai putri kedua dari 4 bersaudara pasangan Imam Santoso SPd dan Faridah SAg. Penulis menjabat sebagai Ketua OSIS SMPN 2 Pemalang dan menjadi Pimred Majalah AULIA. Penulis diterima di IPB melalui Jalur USMI pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, minor Komunikasi, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai penyiar di Radio Agri FM (2007-2010), staf Kementrian Kominfo BEM KM (2008-2009) dan berbagai kepanitiaan lain. Penulis juga menjadi Asisten Dosen MK.Dasar-dasar Komunikasi FEMA (2009-2011). Penulis mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (2008-(2009-2011). Prestasi yang pernah diraih penulis diantaranya: Juara I Duta Lingkungan Hidup Fakultas Kehutanan IPB, Juara III Duta Lingkungan Hidup IPB, Finalis Lomba Newscaster Journalistic Fair SCTV IPB, 5 besar Lomba siaran Nagaswara FM Bogor, Best Announcer Lomba siaran Megaswara FM Bogor, dan award Core Leader Holiday ke Singapore dari Unicore Business. Penulis bekerja part time

sebagai Penyiar radio dan pembaca berita di Megaswara TV Bogor. Penulis juga menjadi pengisi suara di berbagai iklan radio. Selama menjadi mahasiswa, penulis sering menjadi Master of Ceremony (MC) di berbagai acara baik di dalam kampus maupun skala nasional. Salah satu acara terbesar yang pernah dibawakan adalah Pelatihan HCV yang diselenggarakan PT Tropenboss Indonesia.

Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti oleh penulis adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Suaka Margasatwa Gunung Papandayan dan Cagar Alam Sancang (2009), Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (2010) dan PKL di KPH Banyumas Barat (2011). Penulis juga pernah menjadi pendamping penelitian mahasiswa S2 dari Universitas Ryukyu Okinawa Jepang (2012). Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kemitraan Budidaya dan Kerajinan Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur dibimbing oleh Dr.Ir. Iin Ichwandi, M.Sc.F.Trop dan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F.Trop.


(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kesabaran dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Kemitraan Budidaya dan Kerajinan Glagah Arjuna (Themeda villosa) di KPH Pekalongan Timur. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya yaitu :

1. Dr.Ir. Iin Ichwandi, M.Sc.F.Trop (Pembimbing I) dan Dr.Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F.Trop (Pembimbing akademik sekaligus pembimbing II) yang membimbing penulis, memberikan semangat, motivasi dan menginspirasi serta Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar M.For.Sc selaku dosen penguji ujian sidang komprehensif perwakilan Departemen Silvikultur.

2. Papa dan Mama tercinta (Imam Santoso, SPd dan Faridah S.Ag) yang telah memberikan dukungan materi, doa dan kasih sayang yang tak terbatas serta keluarga tercinta (Suci Novellianingrum, Dian mustikasari dan Qona’ah Oktaviani, Om Nuril Anwar) yang senantiasa memotivasi, memberikan semangat dan mengiringi dengan doa untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Andi Agustiadi, atas dukungan, doa, motivasi, kasih sayang dan pelajaran berharga yang diberikan.

4. KKPH Pekalongan Timur dan KRPH Watukumpul atas izinnya untuk melakukan penelitian.

5. Sahabat-sahabat tercinta Yayu Siti Nurhasanah, Nelly Nailufar, Veteriani Nova Milasari, Nurhidayanthi, Fathia Amalia Ramadhani, Ika N, Slem, Ado, Vivi, Didi, Bayu, Rahma, Lembong, Soni, Rizki A, Wandy, Belinda, Angga, Nindi, Iie, Brigitta, Diena, Nayunda, Resi, Mba Ratna, Rurun dll.

6. Rekan-rekan Megaswara Radio dan Televisi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kehutanan dan masyarakat luas.

Bogor, Februari 2013 Penulis


(9)

PRAKATA ... .i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... .iv

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemitraan ... 5

2.2. Tujuan Kemitraan ... 6

2.2. Pola-Pola Kemitraan ... 7

2.3. Kendala Kemitraan ... 8

2.4. PHBM dan PKBL ... ..9

2.5. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ... 10

2.6. Rumput Glagah Arjuna (Themeda villosa) ... 11

2.7. Pendapatan Rumah Tangga ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 15

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Bahan, Alat Penelitian dan Sumber Data ... 17

3.4 Metode Pengambilan Contoh ... 17

3.5 Jenis Data... 17

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 18

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis data ... 18

3.7.1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan ... 18

3.7.2 Analisis Kontribusi Glagah Arjuna Terhadap Pendapatan Rumah Tangga... 20

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Lokasi Penelitian Ditinjau dari Pangkuan Hutan ... 23


(10)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden ... 27

5.1.1 Menurut Umur ... 27

5.1.2 Menurut Tingkat Pendidikan ... 28

5.1.3 Menurut Jumlah Anggota Keluarga ... 28

5.1.4 Menurut Luas Lahan ... 29

5.1.5 Menurut Pekerjaan Utama dan Sampingan ... 30

5.2. Kegiatan Kemitraan dengan KPH Pekalongan Timur 5.2.1. Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna ... 30

5.2.1.1 Sejarah Budidaya Glagah Arjuna di Bawah Tegakan ... 30

5.2.1.2 Teknik Budidaya Glagah Arjuna ... 32

5.2.1.3 Pemasaran Glagah Arjuna ... 33

5.2.1.4 Para Pihak dalam Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna dan Peranannya ... 35

5.2.1.5 Kontribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 38

5.2.1.6 Pola Kemitraan ... 45

5.2.1.7 Analisis Kemitraan ... 48

A. Tingkat Hubungan Kemitraan ... 48

B. Proses Manajemen Kemitraan ... 50

5.2.1.8 Kendala Kemitraan ... 56

5.2.2. Kemitraan Kerajinan Sapu Glagah Arjuna ... 57

5.2.2.1 Sejarah Kemitraan Usaha Kerajinan Sapu Glagah ... 57

5.2.2.2 Prosedur Pengajuan Permohonan Pinjaman Modal Usaha dari PKBL ... 60

5.2.2.3 Teknik Pembuatan Kerajinan Glagah Arjuna ... 67

5.2.2.4 Pemasaran Produk Kerajinan Glagah Arjuna ... 69

5.2.2.5 Para Pihak dalam Kemitraan Kerajinan Glagah Arjuna dan Peranannya .. 69

5.2.2.6 Kontribusi Pendapatan Rumah Tangga Pengrajin ... 71

5.2.2.7 Pola Kemitraan ... 74

5.2.2.8 Analisis Kemitraan ... 75

A. Tingkat Hubungan Kemitraan ... 75

B. Proses Manajemen Kemitraan ... 77

5.2.2.9 Kendala Kemitraan ... 82

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(11)

DAFTAR TABEL

1. Rincian faktor yang dinilai dan nilai maksimum tingkat hubungan

kemitraan ... 19

2. Data Desa Watukumpul dan Desa Tambi ... 24

3. Jumlah penduduk Desa Watukumpul dan Desa Tambi menurut mata pencaharian ... 25

4. Karakteristik responden menurut umur... 27

5. Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan ... 28

6. Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga ... 28

7. Karakteristik responden menurut luas lahan ... 29

8. Karakteristik responden petani menurut jenis pekerjaan ... 30

9. Pendapatan rumah tangga petani Desa Tambi ... 38

10. Pendapatan rumah tangga petani Desa Watukumpul ... 39

11. Pengeluaran rumah tangga petani Desa Tambi ... 40

12. Pengeluaran rumah tangga petani Desa Watukumpul ... 40

13.Hak dan kewajiban para pihak yang bermitra dalam kemitraan budidaya ... 46

14.Nilai tingkat hubungan kemitraan budidaya glagah arjuna ... 49

15. Tingkat hubungan kemitraan beberapa penelitian sebelumnya. ... 56

16. Pendapatan rumah tangga pengrajin ... 71

17. Pengeluaran rumah tangga responden pengrajin ... 72

18. Hak dan kewajiban para pihak yang bermitra dalam kemitraan kerajinan ... 75


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Rumput glagah arjuna ... 11

2. Kerangka pemikiran ... 16

3. Kondisi rumput glagah arjuna di bawah tegakan ... 32

4. Rantai pemasaran glagah arjuna ... 34

5. Tengkulak sedang mengangkut glagah arjuna di Desa Tambi ... 35

6. Kelembagaan dalam kemitraan budidaya glagah arjuna ... 36

7. Struktur organisasi LMDH Tumpangsari ... 36

8. Berbagai produk kerajinan glagah arjuna ... 60

9. Skema prosedur kemitraan kerajinan glagah arjuna ... 61

10. Glagah arjuna siap dibuat menjadi sapu ... 68

11. Rantai pemasaran produk kerajinan sapu glagah arjuna ... 69


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis tingkat hubungan kemitraan budidaya glagah arjuna ... 93

2. Analisis tingkat hubungan kemitraan kerajinan glagah arjuna ... 96

3. Data karakteristik rumah tangga responden ... 99

4. Data penghasilan rumah tangga responden ... 103

5. Data pengeluaran rumah tangga responden ... 109

6. Surat penunjukkan kerjasama PKBL ... 117

7. Surat persetujuan bantuan PKBL ... 118

8. Surat perjanjian kerjasama PKBL ... 119


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang dihadapi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Timur adalah konflik lahan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan masyarakat kekurangan lahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Untuk mengatasi hal itu Perum Perhutani membentuk kemitraan dengan masyarakat dalam budidaya glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah. Tujuan kemitraan tersebut adalah menjaga keamanan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Glagah arjuna ditanam di bawah tegakan pinus di KPH Pekalongan Timur tepatnya di RPH Watukumpul. Masyarakat membudidayakan rumput glagah arjuna karena bunganya dapat dibuat menjadi kerajinan sapu dan berbagai produk kerajinan lainnya yang bernilai cukup tinggi sehingga dapat menambah penghasilan mereka. Produk kerajinan ini diminati tidak hanya di kota-kota di Indonesia tetapi juga sudah berhasil merambah pasar mancanegara.

Kemitraan adalah hubungan antara para pihak yang bermitra didasarkan pada ikatan yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis. Upaya kerjasama dengan perusahaan yang berskala lebih besar (KPH Pekalongan Timur) tentunya dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat. Konsep kemitraan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengembangkan usaha kecil dan mengatasi ketimpangan ekonomi antara usaha skala besar (perusahaan) dengan usaha skala kecil (pengrajin/petani). Adanya kebutuhan saling mengisi memungkinkan terciptanya harmonisasi dalam kemitraan yang pada akhirnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu akan dikaji pola kemitraan serta tingkat hubungan kemitraan usaha budidaya tanaman glagah dan kerajinan sapu glagah di Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur.

Komitmen yang kuat serta kesiapan diantara para pihak yang bermitra dibutuhkan dalam hubungan kemitraan, sehingga suatu usaha dapat mengalami peningkatan. Hubungan kerjasama dengan kemitraan dapat berjalan efektif


(15)

sepanjang masing-masing pihak mempunyai komitmen kemitraan. Kemajuan suatu Usaha Mikro dan Kecil dapat terlihat jika pengusaha kecil tersebut juga aktif dalam memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan atas kegiatan kemitraan dengan semaksimal mungkin untuk dapat memperkuat dirinya, sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri berdasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

Kemitraan ini akan dirasa manfaatnya, apabila sesuai dengan prinsipnya. Adanya manfaat dalam kemitraan ini dapat menjadi motivasi dan dorongan bagi para anggotanya atau pihak yang bermitra untuk terus meningkatkan partisipasinya dalam kemitraan. Sebaliknya jika kemitraan itu tidak memberikan manfaat atau keuntungan, maka besar kemungkinan para anggotanya tidak bersedia melanjutkan kemitraan. Hal ini menarik untuk dikaji, bagaimana hubungan kemitraan yang telah dijalin selama ini. Apakah telah memberikan manfaat atau keuntungan bagi kedua belah pihak yang bemitra. Maka untuk mengetahui apakah kemitraan sudah berhasil, diperlukan penggalian informasi dengan melakukan penelitian untuk mengkaji kemitraan usaha budidaya glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah di Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah dari pihak Perum Perhutani yaitu selama ini banyak terjadi konflik lahan antara Perum Perhutani dengan masyarakat. Banyak lahan Perum Perhutani yang dirambah oleh masyarakat. Hal ini disebabkan jumlah lahan yang semakin sempit sehingga masyarakat kekurangan lahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Inilah yang mendasari terbentuknya kemitraan antara Perum Perhutani dan masyarakat dalam budidaya rumput glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah.

Masalah yang dirasakan masyarakat yaitu mereka kekurangan atau bahkan tidak memiliki lahan untuk digarap. Selain itu mereka masih terkendala dengan modal untuk memenuhi permintaan pasar yang besar. Dalam proses industri pengolahannya pun masih menggunakan teknologi tradisional antara lain dalam proses pemotongan yang masih menggunakan tangan, serta masih kurangnya daya kreatif dalam mendesain sapu agar lebih menarik dan berkualitas tinggi. Perum Perhutani mengikutsertakan masyarakat dalam kemitraan budidaya rumput glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah supaya keamanan hutan tetap terjaga, sekaligus


(16)

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemitraan ini diharapkan berhasil menguntungkan kedua belah pihak yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta diharapkan mampu mewujudkan terciptanya aspek perlindungan dan keamanan hutan.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka dapat dirinci beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pola kemitraan budidaya dan kerajinan glagah arjuna?

2. Bagaimana tingkat hubungan kemitraan budidaya dan kerajinan glagah arjuna? 3. Seberapa besar kontribusi kegiatan kemitraan terhadap pendapatan rumah

tangga masyarakat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pola kemitraan budidaya dan kerajinan glagah arjuna.

2. Menganalisis tingkat hubungan kemitraan budidaya dan kerajinan glagah arjuna.

3. Mengkaji kontribusi kegiatan kemitraan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi masyarakat maupun peneliti dalam melakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan usaha budidaya dan kerajinan juga bagi pihak terkait dalam rangka pengembangan kemitraan. 2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Perum Perhutani untuk terus

meningkatkan hubungan kerjasama yang baik dengan masyarakat dalam kegiatan kemitraan.

3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait mengenai pelaksanaan kemitraan usaha kerajinan dalam upaya pengembangannya.


(17)

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemitraan

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil atau mikro dengan usaha menengah atau usaha yang lebih besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Menurut Supeno (1996) dalam Simanjuntak (2005) kemitraan adalah hubungan biasa antara usaha besar dengan usaha kecil/mikro disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan pemasaran, peningkatan teknik produksi, peningkatan modal kerja dan peningkatan kredit perbankan.

Menurut Tambunan (1996) diacu dalam Putro (2008) penyebab timbulnya kemitraan di Indonesia ada dua macam, sebagai berikut :

1. Kemitraan yang didorong oleh Pemerintah. Dalam hal ini kemitraan timbul menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi selama ini selain meningkatkan pendapatan nasional perkapita juga telah memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat, antara usaha besar dengan usaha kecil.

2. Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah. Kemitraan antara unit usaha terjadi secara alamiah disebabkan keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat fleksibilitas untuk meningkatkan keuntungan.

Menurut Soetardjo (1994) dalam Fadloli (2005) latar belakang timbulnya kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil sebagai berikut :

1. Latar belakang pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil antara lain : a. Adanya imbauan pemerintah tentang kemitraan pengusaha besar dengan

pengusaha kecil atau petani yang direalisasikan melalui Undang-Undang Perindustrian Nomor 5 Tahun 1981 dan SK Menteri Keuangan Nomor 316. b. Adanya imbauan bisnis (ekonomi) dimana pengusaha besar yang bermitra


(19)

c. Tanggung jawab sosial, kepedulian dari pengusaha besar untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar.

2. Latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar yaitu: a. Adanya jaminan pasar yang pasti

b. Mengharapkan adanya bantuan dalam hal pembinaan, permodalan dan pemasaran.

c. Kewajiban untuk bermitra dengan pengusaha besar.

d. Kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan, baik dari segi harga, jumlah dan kepastian, maupun dari segi promosi.

2.2. Tujuan Kemitraan

Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang terpenting adalah posisi tawar-menawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan menurut Hafsah (2000) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat. 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil. 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan.

5. Memperluas lapangan pekerjaan.

Menurut Supeno (1996) dalam Simanjuntak (2005) tujuan kemitraan berdasarkan pendekatan kultural adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha antara lain : perluasan wawasan, kreatifitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuuan manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan ke depan.

Menurut Rahmana (2008) dalam rangka kemitraan, tugas penting yang diemban pengusaha besar adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia dan teknologi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil antara lain adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya sehingga tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri.


(20)

2.3. Pola-Pola Kemitraan

Menurut Hafsah (2000) beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pola inti plasma

Merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma.

2. Pola subkontrak

Merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan subkontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu.

3. Pola dagang umum

Merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. Pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun perusahaan mitra usaha kecil membiayai sendiri-sendiri dari kegiatan usahanya karena sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan.

4. Pola keagenan

Merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan di mana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Usaha menengah/besar sebagai perusahaan mitra usaha bertanggung jawab terhadap produk (barang dan jasa) yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan target-target yang harus dipenuhi, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

5. Waralaba

Merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi merek dagang saluran


(21)

distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Pemegang usaha waralaba hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut.

Selain pola kemitraan seperti yang disebutkan di atas, menurut Departemen Pertanian (2003) terdapat beberapa pola kemitraan lain yang juga telah banyak dilaksanakan, yaitu:

6. Kerjasama operasional agribisnis (KOA)

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi.

7. Pola kemitraan (penyertaan) saham

Dalam kemitraan saham, penyertaan modal antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20% dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap, sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

8. Pola bapak angkat

Pola Bapak Angkat adalah refleksi kesediaan pihak yang mampu (besar) untuk membantu pihak lain yang kurang mampu (kecil) yang memang memerlukan pembinaan. Oleh karena itu, pada hakikatnya pola pendekatan tersebut adalah cermin atau wujud rasa kepedulian pihak yang besar terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam kemitraan pengembangan usaha mikro dan kecil (UMK) umumnya banyak dilakukan BUMN dengan UMK.

2.4. Kendala Kemitraan

Menurut Hafsah (2000) kegagalan yang terjadi pada kemitraan usaha sering disebabkan oleh karena fondasi dari kemitraan yang kurang kuat. Hanya didasari rasa belas kasihan semata atau atas dasar paksaan pihak lain, bukan atas dasar kebutuhan untuk maju dan berkembang bersama dari para pihak yang bermitra. Kondisi ini menjadikan kedudukan usaha kecil di pihak yang lemah sedangkan usaha besar sangat dominan dan cenderung mengeksploitasi yang kecil. Di


(22)

samping itu lemahnya manajemen dan penguasaan teknologi yang disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki usaha kecil sering menjadi faktor kegagalan kemitraan usaha.

2.5. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Program kemitraan yang dijalankan oleh Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur berada dalam lingkup Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Lahan (PSDHL) bagian kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Berdasarkan Ketentuan Umum Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 yang dimaksud dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau dengan pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

Menurut Pemerintah Propinsi Jawa tengah (2001) tujuan PHBM yaitu : 1. Meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas

ekonomi dan sosial masyarakat.

2. Meningkatkan peran dan tanggungjawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktifitas, dan keamanan hutan. 4. Mendorong menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan

kegiatan pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan.

5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara.

Untuk mendorong proses optimalisasi dan pengembangan PHBM, maka Perum Perhutani menjalin kemitraan dengan masyarakat desa hutan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta bertujuan agar masyarakat berperan lebih aktif dalam membangun hutan. Selain itu dibentuk suatu wadah yang dapat mewakili aspirasi masyarakat yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai mitra kerja dan mitra usaha yang sangat penting dalam PHBM.


(23)

Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) merupakan salah satu program dari kegiatan PHBM untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan berupa pinjaman untuk usaha kecil dan koperasi yang untuk masyarakat desa hutan dengan bunga relatif kecil guna meningkatkan perekonomian. Program PUKK ini disalurkan dengan cara memberikan bantuan modal bagi masyarakat desa hutan. PUKK di KPH Pekalongan Timur telah dilaksanakan dari tahun 1991 sampai dengan saat ini dengan membina suatu bentuk usaha yaitu : koperasi, badan usaha, usaha perseorangan dan lembaga ekonomi masyarakat. Salah satunya yaitu UMK Wana Lestari yang mendapatkan pinjaman pada tahun 2004 yang merupakan responden dalam penelitian ini.

Pada tahun 2006 berdasarkan SK Kementerian Badan Usaha Milik Megara (BUMN) Nomor 236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan, nama program PUKK berganti menjadi Program Kemitraan dan Bina lingkungan yang disingkat PKBL.

2.6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

Menurut Awang et al. (2008) lembaga adalah wadah dimana sekumpulan orang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama dan berfungsi mengatur kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada di dalam atau di sekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya. LMDH merupakan lembaga yang berbadan hukum, mempunyai fungsi sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan untuk menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani dalam PHBM dengan prinsip kemitraan. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Pihak yang terlibat dalam proses pengembangan lembaga masyarakat desa hutan ini adalah : seluruh pengurus dan anggota dari LMDH, pemerintah daerah


(24)

(desa sampai kabupaten), pihak yang terkait sesuai dengan kebutuhan (dinas/instansi terkait), pihak yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan lembaga (investor, perguruan tinggi, LSM), dan fasilitator yang dapat dipilih dari masyarakat sendiri atau pihak luar. Tujuan pengembangan LMDH adalah: 1) untuk meningkatkan kemampuan LMDH dalam pengelolaan lembaganya, 2) pengenalan pendekatan partisipatif dalam rangka pengembangan lembaga, 3) memberikan pandangan yang berbeda dan kritis dalam rangka pengembangan lembaga masyarakat, dan 4) memberikan panduan sederhana namun bermutu dalam rangka pengembangan lembaga masyarakat.

2.7. Rumput Glagah Arjuna (Themeda villosa)

Menurut Duistermaat (2005) rumput glagah arjuna termasuk family

Graminae (Poaceae) yang merupakan tumbuhan tahunan dalam rumpun padat mirip rumpun sereh wangi. Batang tingginya dapat mencapai 1-2 m dengan buluh sebesar ibu jari kaki dan berempulur. Daun mengumpul dibawah bersusun rapat seperti kipas, helai daunnya bertepi tajam. Bunga majemuk diujung batang berbentuk malai yang bercabang. Glagah arjuna memiliki bentuk daun lurus-meruncing, panjang 50-90 cm dan lebar 5-15 mm, permukaan daun licin, tepi daun kasar. Perbungaan malai (tandan majemuk) dengan panjang 20-60 cm; setiap tandan berukuran 3-15 cm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

a b

Gambar 1 Rumput glagah arjuna (a) Daun glagah arjuna (b) Bunga glagah arjuna

Menurut Heyne (1987) glagah arjuna memiliki fungsi ekologis sebagai pelindung pinggiran teras. Selain itu pucuk mudanya dapat dimanfaatkan sebagai


(25)

bahan makanan ternak dan tunas mudanya sebagai obat demam. Menurut Backer

et al. (1968) tumbuhan ini berasal dan terdistribusi luas di wilayah-wilayah hangat termasuk Asia Tenggara. Tumbuhan ini mulai tumbuh dari daerah di atas permukaan laut hingga ketinggian 1700 mdpl. Tumbuhan ini memerlukan lingkungan dengan curah hujan tinggi yang biasanya dapat mencapai 1500 mm per tahun dan tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada kisaran tipe tanah yang beragam, mulai dari tanah aluvial di tepi sungai hingga tanah berpasir bekas daerah pertambangan. Menurut Wardiyono (2012) tumbuhan ini juga dimanfaatkan untuk mencegah erosi tanah-tanah berpasir. Daun glagah arjuna yang telah menjadi jerami kering dapat digunakan untuk membuat atap.

2.8. Pendapatan Rumah Tangga

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluan sendiri. (BPS 1990). Menurut White (1976) dalam Kartasubrata (1996) salah satu ciri rumah tangga di daerah pedesaan adalah dalam pola penggunaan waktu. Rumah tangga petani miskin akan bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil. Mereka seringkali terpaksa harus menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan hasil bertani. Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah tangga di pedesaan terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi.

2. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian lainnnya.

3. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber mata pencaharian di luar bidang pertanian.

Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006) pendapatan rumah tangga pedesaan sangat bervariasi tidak hanya disebabkan oleh faktor potensi daerah, tetapi juga karakteristik rumah tangga. Secara garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga pedesaan, yaitu sektor pertanian dan non pertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usahatani/ternak dan berburuh tani. Pendapatan sektor non pertanian berasal dari usaha dagang atau jasa.


(26)

Pendapatan yang didapatkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Menurut BPS (2003) rumah tangga akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan pangan pada kondisi pendapatan terbatas, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya akan digunakan untuk mengonsumsi makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan menuju peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk barang bukan makanan seperti rekreasi atau hiburan.


(27)

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Rumput glagah arjuna dibudidayakan di bawah tegakan pinus di KPH Pekalongan Timur seluas 164,1 Ha, tepatnya di RPH Watukumpul yang merupakan kelas perusahaan pinus dengan luas total 952,1 Ha. Dengan demikian lahan yang ditanami rumput glagah arjuna hampir seperlima luas total wilayah RPH Watukumpul (17,23%).

Pengetahuan membuat kerajinan sapu dari bunga glagah arjuna juga sudah ada turun temurun dari zaman nenek moyang walaupun masih dengan cara sederhana. Dalam usaha ini, masyarakat masih banyak mengalami kendala seperti keterbatasan keterampilan dan modal yang menyebabkan sulitnya usaha mereka untuk berkembang. Dalam proses industri pengolahannya pun masih menggunakan teknologi tradisional antara lain dalam proses pemotongan yang masih menggunakan tangan, serta masih kurangnya daya kreatif dalam mendesain sapu agar lebih menarik dan berkualitas tinggi.

Sebelum masyarakat menanam glagah arjuna di lahan Perum Perhutani, rumput glagah arjuna memang sudah ada di Desa Tambi dan Watukumpul sejak dulu tanpa sengaja dibudidayakan. Kemudian masyarakat mulai membudidayakan glagah arjuna di lahan pribadi mereka. Kemudian pada tahun 1998, masyarakat mulai merambah lahan Perum Perhutani karena merasa kebutuhan rumah tangga masyarakat semakin besar sementara lahan yang dimiliki masyarakat masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meraka menanam rumput glagah arjuna di lahan Perum Perhutani dan mengganti lahan pribadi mereka dengan tanaman pangan.Oleh karena itu, Perum Perhutani mengikutsertakan masyarakat dalam kemitraan budidaya rumput glagah arjuna dan kerajinan sapu glagah supaya keamanan hutan tetap terjaga, sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya hubungan kemitraan ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mampu mewujudkan terciptanya aspek perlindungan dan keamanan hutan. Dengan demikian dapat dibentuk kerangka pemikiran secara sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 2.


(29)

Gambar 2 Kerangka pemikiran Perum

Perhutani

Masyarakat

Masalah :

1. Perambahan lahan hutan oleh masyarakat

2. Kerusakan pohon-pohon di hutan

Kemitraan Masalah :

1. Kurangnya lahan 2. Kesulitan ekonomi

Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna

A. Analisis tingkat hubungan kemitraan berdasarkan skoring : 1. Proses manajemen kemitraan

(Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, efektivitas kerjasama) 2. Manfaat kemitraan

3. Kendala kemitraan (Kesesuaian implementasi dengan kontrak, kejelasan hak dan kewajiban, teknis budidaya dan pemasaran glagah) B. Kontribusi kemitraan :

1. Pendapatan dari budidaya glagah arjuna

2. Pendapatan dari selain budidaya glagah arjuna

3. Persentase pendapatan dari budidaya glagah arjuna terhadap pendapatan total

Kemitraan Kerajinan Sapu Glagah Arjuna

A. Analisis tingkat hubungan kemitraan berdasarkan skoring : 1. Proses manajemen kemitraan

(Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, efektivitas kerjasama) 2. Manfaat kemitraan

3. Kendala kemitraan (Kesesuaian implementasi dengan kontrak, kejelasan hak dan kewajiban, teknis pembuatan sapu dan pemasaran sapu)

B. Kontribusi kemitraan :

1. Pendapatan dari kerajinan glagah arjuna

2. Pendapatan dari selain kerajinan glagah arjuna

3. Persentase pendapatan dari kerajinan glagah arjuna terhadap pendapatan total

Petani Desa Tambi Petani Desa Watukumpul UMK Wana Lestari


(30)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tambi dan Desa Watukumpul, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang yang termasuk pangkuan wilayah hutan RPH Watukumpul, BKPH Randudongkal, KPH Pekalongan Timur pada bulan Mei - Juli 2012.

3.3. Bahan, Alat Penelitian dan Sumber Data

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kuesioner, kamera digital, kalkulator, laptop, dan software Microsoft Excel 2007. Kemudian sumber data yang digunakan yaitu berasal dari: petani glagah arjuna, pengrajin glagah arjuna, Perum Perhutani, pustaka dan instansi terkait.

3.4. Metode Pengambilan Contoh

Responden adalah masyarakat desa hutan yang menjadi petani glagah arjuna di lokasi KPH Pekalongan Timur Desa Tambi sebanyak 30 responden, petani Desa Watukumpul sebanyak 30 responden, dan masyarakat yang menjadi pengrajin sapu glagah sebanyak 30 responden dari Desa Tambi. Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling pada petani dan pengrajin.

Key person dari Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur yang berkaitan langsung dengan bagian program kemitraan sebanyak 3 orang, yaitu: Kepala Urusan PKBL, Pendamping tingkat Perum Perhutani BKPH Randudongkal, dan KRPH Watukumpul.

3.5. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder yang terdiri dari:

1. Karakteristik rumah tangga: Nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan garapan, pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan.

2. Pendapatan rumah tangga dari glagah arjuna baik dari budidaya rumput glagah arjuna maupun dari kerajinan sapu glagah serta pendapatan lain di luar glagah arjuna misalnya : sawah, peternakan, buruh, dagang dan pegawai.


(31)

3. Pengeluaran rumah tangga: besar pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, listrik, air, hiburan dan rekreasi.

Data sekunder adalah data yang berkaitan dengan keadaan lingkungan, baik fisik, sosial, ekonomi, maupun data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian, baik yang tersedia di tingkat desa, kecamatan, maupun instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder tersebut meliputi :

1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang meliputi jumlah penduduk, jenis kelamin dan mata pencaharian yang diperoleh dari data monografi desa.

2. Kondisi lokasi sebelum adanya kerjasama, kronologis kerjasama, dan kegiatan apa saja yang telah dilakukan petani berkaitan dengan lokasi hutan.

3. Data sekunder lain yang menunjang penelitian.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung

terhadap obyek yang diteliti baik responden maupun keadaan di lapangan. 2. Teknik wawancara yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan

wawancara dengan masyarakat serta para pihak yang terkait dengan penelitian (wawancara terstruktur dan wawancara bebas). Wawancara dilakukan terhadap responden masyarakat dan beberapa key person dari Perum Perhutani, dari LMDH Tumpangsari dan UMK Wana Lestari.

3. Pengumpulan data-data sekunder yang berasal dari Perum Perhutani dan instansi terkait.

3.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1.Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan

Kemitraan budidaya rumput glagah arjuna dibawah tegakan antara KPH Pekalongan Timur dengan petani dapat dianalisis menggunakan perhitungan tingkat kemitraan yang didasarkan pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/97 tanggal 13 Oktober 1997 mengenai Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian. Analisis dilakukan terhadap Perum Perhutani dan petani sehingga dihasilkan rata-rata tingkat hubungan


(32)

kemitraan dari kedua pihak yang terlibat. Nilai tingkat kemitraan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

x = ((a+b+c)/y)

Dimana :

x : nilai rata-rata tingkat hubungan kemitraan tiap kategori a,b,c : nilai skoring atas jawaban yang dipilih

y : nilai atas banyaknya jawaban yang dipilih

Rincian faktor yang dinilai untuk menentukan tingkat kemitraan berdasarkan aspek proses manajemen dan aspek manfaat disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Rincian faktor yang dinilai dan nilai maksimum tingkat hubungan

kemitraan

No Faktor yang dinilai Nilai maksimum

I ASPEK PROSES MANAJEMEN

1 Perencanaan 150

a. Perencanaan kemitraan 100

b. Kelengkapan perencanaan 50

2 Pengorganisasian 150

a. Bidang khusus 25

b. Kontrak kerjasama 125

3 Pelaksanaan dan efektivitas kerjasama 200

a. Pelaksanaan kerjasama 50

b. Efektivitas kerjasama 150

Jumlah aspek proses manajemen

II ASPEK MANFAAT

1 Ekonomi 300

a. Pendapatan 150

b. Harga 50

c. Produktivitas 50

d. Resiko usaha 50

2 Teknis 100

a. Mutu 50

b. Penguasaan teknologi 50

3 Sosial 100

a. Keinginan kontinuitas kerjasama 50

b. Pelestarian lingkungan 50

Jumlah aspek manfaat 500

Jumlah nilai aspek proses manajemen kemitraan + aspek manfaat 1000

Sumber : keputusan menteri pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/97

Contoh : berdasarkan kuisioner yang diajukan sebanyak 5 orang (12,5%) menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi dua aspek yaitu pembinaan teknologi dan bimbingan (nilai 30). Alasan memilih karena dua aspek lainnya


(33)

jarang dipakai. 35 orang (87,5%) memilih lingkup perencanaan meliputi salah satu aspek (nilai 25) oleh karena itu petani mempunyai dua jawaban yang berbeda, sehingga nilai rata-rata untuk petani adalah 27,5 dari hasil perhitungan ((30+25)/2). Perum Perhutani menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi 3 aspek (nilai 35). Sehingga nilai rata-rata adalah 31,25 diperoleh dari hasil perhitungan (27,5+35)/2). Perhitungan seperti ini dilakukan untuk smua aspek yang dihitung dalam merumuskan tingkat hubungan kemitraan antara petani/pengrajin dan Perum Perhutani. Berdasarkan jumlah nilai rata-rata aspek proses manajemen dan manfaat maka selanjutnya dapat dilakukan analisis tingkat hubungan kemitraan antara Perum Perhutani dan petani/pengrajin.

Berdasarkan proses manajemen dan manfaatnya, tingkat hubungan kemitraan usaha antara Perum Perhutani dan petani/pengrajin dapat dibagi dalam empat kategori (level) yaitu :

1. Kemitraan Pra Prima : < 250 2. Kemitraan Prima : 250 – 500 3. Kemitraan Prima Madya : 501 – 750 4. Kemitraan Prima Utama : >750

Tingkat kemitraan terendah adalah Kemitraan Pra Prima, selanjutnya meningkat menjadi Prima, kemudian meningkat menjadi Prima Madya, dan tingkat tertinggi adalah Kemitraan Prima Utama.

3.7.2.Analisis Kontribusi Glagah Arjuna Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani dan Pengrajin

Untuk menghitung pendapatan dan pengeluaran petani dan pengrajin serta kontribusi budidaya glagah arjuna bagi petani, kontribusi kerajinan glagah arjuna bagi pengrajin maupun kontribusi dari selain glagah arjuna terhadap pendapatan rumah tangga petani dan pengrajin dilakukan perhitungan sebagai berikut :

1. Analisis pendapatan bersih dari satu jenis usaha

np nc

Pb

=

P

-

C

ip ic

Keterangan :

Pb : Pendapatan bersih petani/pengrajin dari satu jenis usaha (Rp/tahun) P : Pendapatan (Rp/tahun)


(34)

C : Biaya (Rp/tahun)

np : Banyaknya sumber pendapatan nc : Banyaknya sumber biaya ip : Jenis pendapatan

ic : Jenis biaya

2. Analisis pendapatan total rumah tangga petani/pengrajin

Untuk mengetahui besarnya pendapatan rumah tangga petani/pengrajin glagah arjuna dilakukan penjumlahan antara pendapatan petani dari beberapa jenis usaha. Dalam perhitungan analisis pendapatan total petani digunakan rumus :

n

Prt

=

P

i

Keterangan :

Prt : Pendapatan total rumah tangga petani/pengrajin (Rp/tahun) P : Pendapatan yang diperoleh dari jenis usaha ke-i (Rp/tahun) i : Jenis usaha

n : Banyak sumber usaha

3. Analisis biaya total rumah tangga petani/pengrajin

n

Crt

=

C

i

Keterangan :

Crt : Biaya total rumah tangga petani/pengrajin (Rp/tahun) C : Biaya yang diperoleh dari jenis usaha ke-i (Rp/tahun) i : Jenis usaha

n : Banyak sumber usaha

4. Analisis kontribusi budidaya glagah arjuna di bawah tegakan terhadap pendapatan petani atau kontribusi kusaha kerajinan glagah arjuna terhadap pendapatan pengrajin

KP (%) = X x 100%

P

Keterangan :

KP : Kontribusi budidaya glagah arjuna di bawah tegakan terhadap pendapatan petani atau kontribusi kerajinan glagah arjuna terhadap pendapatan pengrajin (%)

X : Pendapatan total petani/pengrajin dari usaha glagah arjuna (Rp/tahun) P : Pendapatan total rumah tangga petani/pengrajin (Rp/tahun)


(35)

(36)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian Ditinjau dari Pangkuan Hutan

KPH Pekalongan Timur merupakan salah satu pengelola hutan di Pulau Jawa yang berada dalam lingkup Perum Perhutani Unit I Jawa tengah, dengan kantor pusat berada di Semarang. Kantor KPH Pekalongan Timur berada di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 21 Pekalongan.

Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur sebagai suatu unit manajemen memiliki tugas untuk melakukan pengusahaan hutan di wilayah kerjanya. Tugas pengusahaan hutan tersebut dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk memperoleh manfaat sumber daya hutan dengan memperhatikan aspek kelestariannya yaitu : kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan. Wilayah kerja Pekalongan Timur mempunyai luas hutan pangkuan 51.388,11 Ha yang tersebar di 3 wilayah Kabupaten : Pekalongan, Batang dan Pemalang. KPH Pekalongan Timur meliputi 7 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yaitu: BKPH Bawang, BKPH Bandar, BKPH Doro, BKPH Karanganyar, BKPH Paninggaran, BKPH Kesesi, BKPH Randudongkal.

RPH Watukumpul termasuk dalam pangkuan BKPH Randudongkal yang berada di Kabupaten Pemalang. RPH Watukumpul merupakan kelas perusahaan

Pinus merkusii dengan luas 952,1 Ha. Petak yang ditanami rumput glagah arjuna yaitu petak 70, 71 dan 72 seluas 164,1 Ha atau hampir seperlima dari luas total wilayah RPH Watukumpul (17,23%). Jumlah pohon pinus yang ada di RPH Watukumpul yaitu 155.609 pohon dengan target produksi 373.037 kg dan kelas Umur mulai dari KU IV sampai dengan KU XII.

Masalah utama yang terjadi di RPH Watukumpul adalah perambahan lahan oleh masyarakat. Salah satunya yaitu perambahan lahan perhutani yang ditanami glagah arjuna oleh masyarakat. Hal inilah yang membuat pihak Perum Perhutani terus menerus melakukan pendekatan terhadap masyarakat. Salah satunya adalah dengan kerjasama budidaya rumput glagah arjuna.


(37)

4.2. Kondisi Umum Desa Tambi dan Watukumpul

Penelitian ini mengambil responden dari 2 desa yaitu Desa Watukumpul dan Desa Tambi. Ditinjau dari administrasi pemerintahan Desa Tambi dan Desa Watukumpul merupakan desa yang terletak di Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Propinsi Jawa Tengah. Jarak dari Desa Tambi dan Desa Watukumpul ke kota kecamatan terdekat yaitu 8 km dengan waktu tempuh 30 menit dengan menggunakan kendaraan umum berupa ojeg. Jarak Desa Tambi dan Desa Watukumpul ke kota Kabupaten Pemalang adalah 72 km dengan waktu tempuh 3 jam menggunakan kendaraan umum berupa bus. Data selengkapnya mengenai dua desa ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data Desa Watukumpul dan Desa Tambi

No Desa Watukumpul Desa Tambi

1 Luas total (Ha) : 23.732 16.117

Persawahan (Ha) 350 320

Hutan rakyat (Ha) 3.550 4.686

Hutan negara (Ha) 2.452 2.311

Pekarangan dan bangunan (Ha) 5.800 2.800

Tegalan/kebun (Ha) 8.280 3.300

Ladang/huma (Ha) 3.300 2.700

2 Topografi Perbukitan Perbukitan

3 Ketinggian (mdpl) 750 800

4 Iklim tipe A tipe A

5 Curah hujan (mm/tahun) 3.075 3.075

6 Suhu udara (ºC) 25 25

7 Struktur tanah

andosol,regosol,latosol serta litosol kemerahan.

andosol,regosol,latosol serta litosol kemerahan.

8 Jumlah penduduk total : (jiwa) 5.044 2.349

Perempuan (jiwa) 2.543 1.153

laki-laki (jiwa) 2.501 1.196

Desa Tambi dan Desa Watukumpul jika ditinjau dari lokasi pangkuan hutan termasuk ke dalam Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Randudongkal wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Watukumpul.

Tingkat pendidikan di Desa Tambi dan Desa Watukumpul tergolong rendah. Hal ini terlihat pada jumlah penduduk yang hanya menamatkan pendidikannya hingga Sekolah dasar (SD) bahkan banyak yang tidak tamat SD. Jenis pekerjaan utama yang dimiliki oleh penduduk sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.


(38)

Hal ini terbukti dari sebagian besar penduduk desa bermatapencaharian utama sebagai petani dan buruh tani. Jarak desa yang jauh dari pasar melatarbelakangi penduduk untuk mendirikan warung dan bekerja sebagai pedagang baik itu dagang kebutuhan sehari hari atau berdagang baju, sprei dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Penduduk yang ada di desa rata-rata adalah kelompok usia lanjut dan kelompok usia belum produktif. Kelompok usia produktif lebih memilih merantau bekerja di kota.

Hampir semua penduduk Desa Watukumpul dan Desa Tambi beragama Islam dan bermata pencaharian sebagai petani. Mata pencaharian penduduk Desa Watukumpul selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Watukumpul dan Desa Tambi menurut mata pencaharian

No Mata pencaharian Desa Watukumpul Desa Tambi

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

1 Karyawan

a. Pegawai Negeri Sipil 61 2,50 61 4,22

b. ABRI 2 0,08 3 0,21

c. Swasta 101 4,14 67 4,64

2 Pedagang 452 18,52 30 2,08

3 Petani 1.166 47,79 620 42,91

4 Buruh bangunan 86 3,52 86 5,95

5 Buruh tani 381 15,61 200 13,84

6 Pensiunan 10 0,41 20 1,38

7 Angkutan 43 1,76 302 20,90

8 Jasa, dan lain-lain 138 5,66 56 3,88

Total 2.440 100,00 1.445 100,00

Jika dilihat dari kelembagaan kemitraannya, Desa Tambi sudah terbentuk LMDH yang diberi nama LMDH Tumpangsari yang terdiri dari Kelompok Tani Hutan (KTH), sedangkan di Desa Watukumpul belum terbentuk LMDH. Inilah yang sedang direncanakan oleh pihak Perum Perhutani untuk membentuk LMDH di Desa Watukumpul sekaligus menyusun perjanjian kerjasama secara tertulis.


(39)

(40)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani glagah arjuna Desa Tambi sebanyak 30 orang yang merupakan anggota LMDH Tumpangsari dan petani glagah arjuna Desa Watukumpul sebanyak 30 orang yang bukan anggota LMDH. Kedua desa ini bermitra dengan Perum Perhutani secara kesepakatan lisan saja, belum secara tertulis. Kemudian responden pengrajin yang membuat sapu glagah arjuna sebanyak 30 orang yang salah satunya sudah bermitra dengan Perum Perhutani menggunakan perjanjian kerjasama secara tertulis yaitu UMK Wana Lestari.

5.1.1.Karakteristik responden menurut umur

Pada responden petani Desa Tambi, responden terbanyak yaitu berumur 41-50 tahun (30%) sedangkan pada petani Desa Watukumpul responden terbanyak sama pada dua kategori yaitu antara 41-50 tahun dan 51-60 tahun (26,67%). Pada responden pengrajin lebih dari separuh responden (73,33%) berumur 41-50 tahun. Distribusi petani glagah arjuna dan pengrajin sapu menurut umur disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik responden menurut umur

No Umur (Tahun) Petani Tambi Petani Watukumpul Pengrajin

orang % Orang % Orang %

1 21-30 2 6,67 1 3,33 4 13,33

2 31-40 7 23,33 6 20,00 1 3,33

3 41-50 9 30,00 8 26,67 22 73,33

4 51-60 7 23,33 8 26,67 3 10,00

5 61-70 5 16,67 7 23,33 0 0,00

Jumlah 30 100,00 30 100,00 30 100,00

Banyaknya penduduk kelompok usia lanjut yang ada di desa disebabkan penduduk yang usia produktif lebih suka merantau dan bekerja di luar kota. Menurut hasil wawancara penduduk usia muda berpikir lebih baik bekerja di kosa daripada menjadi petani di desa.


(41)

5.1.2.Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan

Masyarakat pedesaan identik dengan tingkat pendidikan yang rendah, seperti halnya masyarakat di Desa Watukumpul dan Desa Tambi. Lebih dari separuh responden (53,33%) petani Tambi dan petani Watukumpul berpendidikan SD. Begitu pula dengan responden pengrajin, lebih dari sepertiga responden (33,33%) berpendidikan SD. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan

No

Tingkat Pendidikan

Petani Tambi Petani Watukumpul Pengrajin

Orang % Orang % Orang %

1 Tidak tamat

SD 8 26,67 10 33,33 11 36,67

2 SD 16 53,33 16 53,33 10 33,33

3 SMP 6 20,00 4 13,33 0 0,00

4 SMA 0 0,00 0 0,00 9 30,00

Jumlah 30 100,00 30 100,00 30 100,00

Menurut hasil wawancara rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Keterbatasan ekonomi membuat mereka lebih memilih bekerja membantu orangtua daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

5.1.3.Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga

Secara umum jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran rumah tangga. Semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Distribusi responden menurut jumlah anggota keluarganya ada dalam Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga

No Jumlah

anggota keluarga

Petani Tambi Petani Watukumpul Pengrajin

Orang % orang % Orang %

1 1-3 13 43,33 10 33,33 1 3,33

2 4-6 13 43,33 13 43,33 19 63,33

3 >6 4 13,33 7 23,33 10 33,33


(42)

Hampir separuh responden (43,33%) petani di Desa Tambi dan Desa Watukumpul mempunyai anggota keluarga sebanyak 4-6. Lebih dari separuh responden (63,33%) pengrajin di Desa Tambi mempunyai anggota keluarga sebanyak 4-6. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh kepala keluarga, maka akan semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Di sisi lain, dengan jumlah anggota keluarga yang banyak diharapkan dapat membantu bekerja menggarap lahan pertanian atau membuat kerajinan sapu.

5.1.4.Karakteristik responden menurut luas lahan

Menurut Sajogyo (1982) luas lahan berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya pendapatan petani. Semakin luas lahan yang digarap, semakin banyak pula jumlah dan jenis tanaman yang dapat diusahakan sehingga pendapatan petani dari hasil panen pun meningkat. Hasil penelitian menunjukkan lahan milik petani umumnya ditanami padi ataupun tanaman pangan, sedangkan lahan perum perhutani ditanami glagah arjuna. Berdasarkan luasan lahan yang dimiliki petani dapat dibagi menjadi 3 strata yaitu strata I ( < 0,5 Ha), strata II ( 0,5 Ha – 1 Ha) dan strata III ( > 1 Ha).

Tabel 7 Karakteristik responden menurut luas lahan milik

Lahan milik(Ha)

Petani Tambi Petani Watukumpul Pengrajin

Lahan

glagah orang %

Lahan

glagah Orang % Orang %

Strata I (< 0,5) 1,60 23 76,67 1,56 24 80,00 30 100

Strata II

(0,5 – 1) 1,72 5 16,67 1,93 4 13,33 0 0

Strata III (> 1) 1,50 2 6,67 1,62 2 6,67 0 0

Jumlah 30 100,00 30 100,00 30 100,00

Lebih dari separuh responden petani Desa Tambi (76,67%) dan petani Desa Watukumpul (80%) menempati strata I (< 0,5 Ha). Bahkan pada pengrajin Desa Tambi seluruh responden menempati strata I (< 0,5 Ha). Karena lahan yang sempit inilah maka petani menggarap lahan Perum Perhutani untuk menambah penghasilannya.


(43)

5.1.5.Karakteristik responden menurut pekerjaan utama dan sampingan

Semua responden petani glagah arjuna memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Sementara itu mereka memiliki pekerjaan sampingan seperti pedagang baju, kuli bangunan, dan beternak. Hal ini disebabkan penghasilan dari pertanian belum mencukupi. Bahkan responden ada yang memiliki lebih dari satu pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih memiliki banyak waktu luang setelah melakukan aktivitas bertani di lahan yang mereka garap, walaupun ada beberapa petani yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik responden pengrajin menurut jenis pekerjaan

No Pekerjaan responden Jumlah

(orang)

Utama Sampingan

1 Petani Warung 2

Kuli bangunan 1

Punya ternak 50

2 Pengrajin Buruh tani 20

Dagang sprei dan baju 1

Punya ternak 4

Pensiunan mandor 1

5.2. Kegiatan Kemitraan di KPH Pekalongan Timur

Kegiatan kemitraan di KPH Pekalongan Timur terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan budidaya glagah arjuna dan kegiatan kerajinan sapu yang dibuat dari glagah arjuna. Kegiatan budidaya dilakukan oleh petani Desa Tambi dan Desa Watukumpul melalui program PHBM dengan perjanjian kerjasama secara lisan. Kegiatan kemitraan kerajinan sapu dilakukan UMK Wana Lestari dengan KPH Pekalongan Timur dalam bentuk pinjaman modal dari program PKBL. Kemitraan kerajinan sapu dilakukan dengan perjanjian tertulis.

5.2.1. Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna

5.2.1.1. Sejarah dan Latar Belakang Budidaya Glagah Arjuna di Bawah Tegakan

Sejak dulu rumput glagah arjuna sudah banyak dibudidayakan di Desa Watukumpul dan Desa Tambi. Alasan petani memilih glagah arjuna sebagai tanaman yang dibudidayakan di lahan Perum Perhutani yaitu karena glagah arjuna


(44)

sesuai dengan kultur masyarakat di wilayah ini dan sudah menjadi budaya turun temurun. Sejak dulu pula sudah merupakan budaya turun temurun untuk membuat kerajinan sapu dari rumput glagah arjuna sehingga Desa Tambi terkenal dengan sapu glagahnya yang sudah berhasil masuk ke berbagai kota di Indonesia bahkan ada yang sampai ke mancanegara seperti Taiwan, Singapura dan Malaysia.

Biaya kebutuhan hidup petani semakin tinggi sementara lahan milik yang ada lebih dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan sehingga lahan untuk glagah arjuna semakin berkurang. Bertepatan dengan reformasi tahun 1998 saat turunnya rezim Soeharto, maraknya penjarahan dimana-mana memicu masyarakat desa untuk ikut merambah lahan Perum Perhutani dan juga melakukan penjarahan pohon. Jika dilakukan pengusiran terhadap masyarakat yang merambah sangat tidak mungkin karena akan menimbulkan konflik yang lebih besar sehingga akhirnya Perum Perhutani mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 berupa Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau dengan pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

Melihat sejarah yang ada, maka jelas bahwa glagah arjuna di bawah tegakan ini awalnya berstatus illegal. Kemudian pada tahun 2001 saat turunnya Surat Keputusan mengenai PHBM, masyarakat diperbolehkan menggarap lahan Perum Perhutani tetapi belum ada perjanjian tertulis. Pengaturan hak dan kewajiban hanya berupa kesepakatan lisan antara Perhutani dan petani. Kemudian pada Juni 2012 pihak Perum Perhutani mulai menyusun kontrak kerjasama tertulis tentang kemitraan budidaya rumput glagah arjuna. Perjanjian kerjasama ini berlaku mulai 16 Juli 2012 sampai 16 Juli 2017 (Lampiran 9).

Berdasarkan wawancara dengan responden mengenai latar belakang memilih glagah arjuna untuk ditanam, lebih dari separuh responden (60%) menyatakan alasan karena responden merasakan glagah arjuna berpengaruh terhadap peningkatan pendapatannya. Sementara itu lebih dari sepertiga


(45)

responden (40%) responden memilih glagah arjuna untuk ditanam dengan alasan glagah arjuna sudah menjadi budaya turun temurun.

5.2.1.2. Teknik Budidaya Glagah Arjuna

Menanam rumput glagah arjuna di lokasi yang terbuka tentunya berbeda dengan di bawah tegakan. Di lokasi terbuka tidak perlu adanya aturan larikan untuk menjaga pinus agar dapat disadap dengan baik. Namun sebaiknya diberi sela-sela larikan agar memudahkan proses pemanenan glagah arjuna. Jika ditanam di bawah tegakan pinus tentunya tanaman harus mengisi sela-sela tegakan pinus dengan larikan menyesuaikan pinus supaya tidak menyulitkan proses penyadapan pinus. Namun pada kenyataannya di lapangan tanaman glagah arjuna larikannya tidak teratur sehingga cukup menyulitkan proses penyadapan (Gambar 3).

Gambar 3 Kondisi rumput glagah arjuna di petak 70 yang larikannya sangat tidak teratur sehingga menyulitkan proses penyadapan getah pinus

Berikut ini adalah teknik budidaya tanaman glagah arjuna menurut hasil wawancara dengan petani glagah arjuna:

a. Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah

Lahan yang digunakan untuk menanam rumput glagah arjuna disiapkan lubang tanamnya. Tanahnya digemburkan menggunakan cangkul. Tanah yang digunakan tidak perlu tanah yang subur karena rumput ini dapat tumbuh dalam jenis tanah apapun. Namun lebih baik lagi jika tanahnya diberi pupuk NPK satu bulan setelah penanaman.


(46)

b. Penanaman

Untuk mulai menanam, bibit tanaman diambil dari tanaman yang sudah ada. Dalam satu rumpun glagah arjuna dipotong sampai ke ujung batangnya kira-kita 10 cm di atas tanah, satu rumpun itu dibagi menjadi lima bagian untuk ditanam di lima lubang tanam. Lalu langsung tanam saja di lubang yang sudah disiapkan.

c. Pemeliharaan tanaman (Pemupukan dan Penyiangan)

Satu bulan setelah penanaman, glagah arjuna diberi pupuk NPK, 1 kg pupuk digunakan untuk memupuk 20 rumpun glagah arjuna. Rumput glagah arjuna merupakan tanaman yang cukup mudah ditanam dan tidak perlu banyak perawatan karena mudah tumbuh di jenis tanah apapun dan tidak memiliki hama atau penyakit yang menyerang. Hanya tikus saja yang mengganggu pada waktu glagah arjuna mulai berbunga, yang diambil batangnya yang muda. Namun itu pun tidak terlalu mengganggu hasil produksi bunga glagah arjuna. Oleh karena itu tanaman tidak perlu pengairan, cukup dibiarkan saja sudah dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan dilakukan apabila sudah banyak tanaman liar di sekitar glagah arjuna.

d. Pemanenan

Tanaman dapat dipanen setelah umur 1 tahun. Dalam 1 Ha yang di lokasi terbuka, tanaman dapat menghasilkan 6 kwintal bunga glagah arjuna, sedangkan untuk tanaman di lokasi tegakan pinus mampu menghasilkan 3 kwintal bunga glagah arjuna. Sebulan setelah dipanen tanaman diberi pupuk NPK lagi. Setelah itu dibiarkan saja akan tumbuh dengan sendirinya. Jadi sekali penanaman glagah arjuna dapat dipanen seterusnya setiap tahun.

5.2.1.3.Pemasaran Glagah Arjuna

Glagah arjuna semakin disimpan akan semakin bagus kualitasnya sehingga harganya pun akan semakin mahal, terutama jika dijual pada masa panen glagah arjuna sedang sedikit. Akan tetapi jarang ada petani yang melakukan penyimpanan. Biasanya setelah dipanen, petani langsung menjual glagah arjuna karena membutuhkan uang. Sedangkan tengkulak membeli dari petani dan menimbunnya untuk dijual ketika harga glagah melambung tinggi. Dalam proses jual beli yang terjadi biasanya petani meminjam uang dulu kepada tengkulak


(47)

sebelum masa panen karena petani membutuhkan uang dan akan dibayar nanti ketika glagah telah dipanen. Rantai pemasaran glagah arjuna dapat dilihat pada Gambar 4.

Glagah arjuna memiliki harga yang fluktuatif tergantung banyaknya panen pada masa itu. Jika jumlah panen sedang melimpah atau masa panen raya, maka harga glagah arjuna cenderung murah, biasanya sekitar Rp 300.000,- per kwintal atau Rp 3.000,- per kilogram. Namun jika panen sedang sedikit, maka harga glagah arjuna akan melambung tinggi bahkan bisa mencapai Rp 1.000.000,- per kwintal. Biasanya tengkulak membeli glagah dengan harga murah yaitu Rp 300.000,- per kwintal, bahkan seringkali tengkulak lebih menekan petani lagi menjadi Rp 200.000,- per kwintal. Kemudian tengkulak akan menimbunnya dan menjual pada pengrajin saat harga glagah melambung hingga Rp 1.000.000,- per kwintal. Disinilah kelemahan petani karena tidak memiliki uang dan kekuatan tengkulak karena memiliki banyak modal.

Gambar 4 Rantai pemasaran glagah arjuna

Para pengrajin biasanya membeli dari tengkulak karena mereka membutuhkan glagah dalam jumlah yang besar, sedangkan petani hanya memiliki sedikit glagah. Selain itu petani memang sudah meminjam uang dari tengkulak sejak jauh hari sebelum panen sehingga petani harus menjual glagahnya pada tengkulak (sistem ijon). Hal inilah yang membuat pengrajin tidak bisa membeli langsung dari petani yang seharusnya bisa mendapatkan harga yang jauh lebih murah daripada membeli di tengkulak.

Petani Tengkulak I Tengkulak II

Pengrajin lokal

Pengrajin kota lain


(48)

Gambar 5 Tengkulak I yang sedang mengumpulkan dan mengangkut bunga glagah arjuna dari hasil panen para petani

Tengkulak di Desa Tambi atau tengkulak I yang telah membeli glagah dari para petani, kemudian akan menjualnya pada tengkulak di luar kota (tengkulak II) dengan harga yang lebih mahal lagi kira-kira Rp 400.000,- sampai Rp 1.050.000,- per kwintal (Gambar 5). Namun bisa juga tengkulak dari Desa Tambi menjual langsung pada pengrajin Desa Tambi atau pengrajin di luar Desa Tambi, seperti di Kota Boyolali dan Cirebon.

5.2.1.4.Para Pihak Dalam Kemitraan Budidaya Glagah Arjuna dan Peranannya

Kegiatan budidaya glagah arjuna melibatkan beberapa pihak, diantaranya : petani, tengkulak dan Perum Perhutani. Kegiatan kerjasama budidaya glagah arjuna di bawah tegakan tersebut membentuk suatu kelembagaan yang didalamnya mencakup mengenai para pihak yang terlibat. Namun, dalam kegiatan kerjasama budidaya glagah arjuna di bawah tegakan belum ada perjanjian secara tertulis. Pengaturan hak dan kewajiban hanya berupa kesepakatan lisan antara Perhutani dan petani. Kemudian pada Juni 2012 pihak Perum Perhutani mulai menyusun kontrak kerjasama tertulis tentang kemitraan budidaya rumput glagah arjuna. Perjanjian kerjasama tertulis ini dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) Glagah Arjuna Swadaya Masyarakat yang berlaku mulai 16 Juli 2012 sampai 16 Juli 2017 (Lampiran 9).

Selain itu terdapat pula hubungan non kemitraan yang terjadi diantara masing-masing pihak seperti hubungan yang terjadi antara petani dengan


(49)

tengkulak. Hubungan kemitraan dan non kemitraaan antara masing-masing aktor tersebut disajikan dalam Gambar 6.

Keterangan :

: Kemitraan : Non kemitraan

Gambar 6 Kelembagaan dalam kemitraan glagah arjuna

a. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

LMDH yang ada di lokasi penelitian adalah LMDH Tumpangsari di Desa Tambi, sementara di Desa Watukumpul adalah LMDH Watukumpul tetapi yang sudah mulai dipersiapkan pembuatan perjanjian kerjasama glagah arjuna baru LMDH Tumpangsari saja. LMDH Tumpangsari ini dibentuk oleh masyarakat Desa Tambi dan dikukuhkan dengan Akta Notaris Hidayah, SH Nomor 01 tanggal 3 Juli 2003. Struktur organisasi LMDH Tumpangsari pada Gambar 7.

Gambar 7 Struktur organisasi kepengurusan LMDH Tumpangsari

Tujuan pembentukan LMDH adalah sebagai wadah bagi semua warga Tambi dan dalam rangka peduli terhadap kelestarian kawasan hutan yang menjadi

Ketua LMDH

Wakil Ketua LMDH

Bendahara LMDH Sekretaris

LMDH

Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur

LMDH Tumpangsari (Petani Desa Tambi)

Tengkulak

Petani Desa Watukumpul


(50)

pangkuan Desa Tambi tersebut melalui implementasi PHBM. Fungsi LMDH yang terdapat dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 7 adalah sebagai pengayom dan pelindung semua warga Tambi, penampung, pengolah dan penyalur aspirasi warga, mitra kerja yang kondusif, efektif dan efisien bagi Perhutani dan sebagai pelopor dalam meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan kesejahteraan warga.

b. Perum Perhutani

Perum Perhutani sebagai pengelola sumberdaya hutan dalam mewujudkan visi dan misinya membutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Melalui sistem PHBM yang dilakukan di Desa Tambi dan Desa Watukumpul, Perum Perhutani melakukan kemitraan dengan petani dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta untuk menjaga keberlangsungan fungsi ekologis hutan.

Peran Perum Perhutani pada kemitraan budidaya glagah arjuna di bawah tegakan adalah sebagai mitra kerja petani baik dalam kegiatan formal seperti penyuluhan dan pelaksanaan program yang lain. Kegiatan kerjasama antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan tidak hanya dilakukan secara formal saja tetapi juga dilakukan secara informal seperti kunjungan ke lahan-lahan garapan anggota dan berdiskusi di lapangan. Pihak Perum Perhutani yang terlibat langsung dalam pengelolaan glagah arjuna di bawah tegakan adalah mandor dan Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) yaitu dalam kegiatan rapat menentukan besarnya jumlah sharing glagah arjuna serta Kepala Urusan Perencanaan dan Kepala Urusan Produksi dalam kegiatan monitoring ke lahan garapan untuk mengetahui luas garapan masing-masing petani. Selain itu Perum Perhutani juga terlibat kerjasama pembuatan perjanjian kerjasama glagah arjuna.

c. Petani

Dalam kegiatan pengelolaan glagah arjuna di bawah tegakan, petani merupakan pihak yang keterlibatannya secara langsung dengan proses pengelolaan glagah arjuna. Manfaat yang dirasakan oleh petani dalam kegiatan ini adalah memperoleh hasil produk glagah arjuna yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain itu petani memiliki kesempatan mengelola lahan di bawah tegakan. Petani memiliki hak dan kewajiban yang harus dijalankan dalam kegiatan budidaya glagah arjuna yang diatur dalam kesepakatan secara lisan.


(51)

d. Tengkulak

Salah satu aspek kegiatan dalam pengelolaan glagah arjuna di bawah tegakan adalah kegiatan pengelolaan pasca panen yang didalamnya terdapat kegiatan penjualan hasil glagah arjuna. Dalam kegiatan penjualan glagah arjuna tidak lepas dari peranan pedagang yang membeli hasil glagah arjuna dari petani. Namun karena jarak Desa Tambi dan Desa Watukumpul dengan pasar jauh serta akses untuk mencapai pasar yang sulit sementara petani membutuhkan uang dengan segera, maka petani biasanya menjual ke tengkulak. Jumlah tengkulak yang ada di Desa Tambi ada 10 orang. Biasanya tengkulak membeli glagah arjuna dari petani dengan harga yang rendah, lalu menjual dengan harga yang tinggi kepada tengkulak lain atau bisa juga kepada pengrajin sapu.

5.2.1.5. Kontribusi Pendapatan Glagah Arjuna Terhadap Petani

Jumlah pendapatan masing-masing petani bervariasi disebabkan oleh perbedaan mata pencaharian. Pendapatan dihitung dari perolehan petani baik dari budidaya glagah arjuna atau usaha lainnya dalam jangka waktu satu tahun terakhir yaitu tahun 2011. Untuk mengetahui pengaruh luas lahan garapan dan kontribusi glagah arjuna terhadap pendapatan rumah tangga dilakukan penghitungan pendapatan rata-rata berdasarkan luas lahan yang dimiliki petani.

Tabel 9 Pendapatan rumah tangga petani Desa Tambi

Sumber Pendapatan

Petani Desa Tambi Rata-rata (Rp/Responden/Tahun) Strata I (glagah 1,60 Ha) % Strata II (glagah 1,72 Ha) % Strata III (glagah 1,56 Ha) %

Sawah 3.676.087 28,65 14.170.000 71,08 16.875.000 63,86

Kebun 1.040.000 8,10 3.700.000 18,56 7.750.000 29,33

Ternak 1.500.000 11,69 0 0,00 0 0,00

Sumber lain (dagang,

pensiunan dll) 4.630.435 36,09 0 0,00 0 0,00

Budidaya

Glagah Arjuna 1.985.217 15,47 2.064.000 10,35 1.800.000 6,81

Jumlah 12.831.739 100,00 19.934.000 100,00 26.425.000 100,00

Petani Desa Tambi strata I pendapatan totalnya mencapai Rp 12.831.739,-/tahun, strata II mencapai Rp 19.934.000,-/tahun dan strata III mencapai Rp 26.425.000,-/tahun (Tabel 9). Pada petani Desa Watukumpul strata I pendapatan


(52)

totalnya mencapai Rp 15.892.500,-/tahun, strata II mencapai Rp 22.462.500,-/tahun dan strata III mencapai Rp 28.625.000,-22.462.500,-/tahun (Tabel 10). Hal ini menunjukkan semakin luas lahan milik petani maka pendapatannya juga semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan Sajogyo (1984) yang menyatakan bahwa makin luas usaha tani maka makin besar persentase penghasilan rumah tangga petani. Tabel 10 Pendapatan rumah tangga petani Desa Watukumpul

Sumber Pendapatan

Petani Desa Watukumpul Rata-rata (Rp/Responden/Tahun) Strata I (glagah 1,56 Ha) % Strata II (glagah 1,93 Ha) % Strata III (glagah 1,62 Ha) %

Sawah 4.694.583 29,01 14.812.500 65,94 19.925.000 69,61

Kebun 1.316.667 8,14 5.325.000 23,71 6.750.000 23,58

Ternak 1.729.167 10,69 0 0,00 0 0,00

Sumber lain (dagang,

pensiunan dll) 6.318.750 38,81 0 0,00 0 0,00

Budidaya

Glagah Arjuna 2.122.500 13,36 2.325.000 10,35 1.950.000 6,81

Jumlah 16.181.667 100,00 22.462.500 100,00 28.625.000 100,00

Namun hal tersebut tidak berlaku pada luas garapan glagah arjuna. Semakin luas garapan glagah arjuna tidak selalu meningkatkan pendapatannya. Pada petani Desa Watukumpul strata I dengan luas garapan glagahnya tersempit (1,56 Ha) mendapatkan pendapatan rata-rata Rp 2.122.500,-/tahun, tetapi pada strata III dengan luas garapan glagah yang lebih luas (1,62 Ha) justru mendapatkan pendapatan yang lebih kecil yaitu Rp 1.950.000,-/tahun. Hal ini dapat terjadi karena masing-masing petani menggarap lahannya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang sangat mengoptimalkan lahannya sehingga jarak antara glagah dan pinus sangat rapat yang mengakibatkan sulitnya melakukan proses penyadapan pinus, tetapi panen glagah arjunanya lebih banyak. Ada juga yang mengoptimalkan lahannya tetapi masih menjaga larikannya dengan pinus supaya tidak menyulitkan proses penyadapan sehingga hasil panen glagah arjunanya lebih sedikit.

Pendapatan petani digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Pengeluaran petani dihitung dari semua biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, acara hajatan, sumbangan, tabungan, listrik, BBM, biaya telekomunikasi dan kebutuhan lain yang


(53)

dikeluarkan tahun 2011. Menurut Sajogyo (1984) besarnya pengeluaran tiap rumah tangga petani berbeda-beda dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, pola konsumsi, selera, jenis kebutuhan, tingkat pengetahuan dan faktor lainnya. Tabel 11 Pengeluaran rumah tangga petani Desa Tambi

Jenis Pengeluaran

Petani Desa Tambi Rata-rata (Rp/Responden/Tahun) Strata I

(< 0,5 Ha) %

Strata II

(0,5–1 Ha) %

Strata III (> 1 Ha) %

Pangan 8.378.000 50,91 9.031.667 52,26 8.970.000 48,14

Sandang 520.000 3,16 525.000 3,04 550.000 2,95

Sumbangan /

Tabungan 1.260.000 7,66 1.550.000 8,97 1.200.000 6,44

Pendidikan 2.220.000 13,49 1.602.500 9,27 2.392.500 12,84

Kesehatan 96.000 0,58 164.167 0,95 50.000 0,27

Listrik,pajak,BBM 2.992.000 18,18 3.171.667 18,35 3.750.000 20,13

lain-lain 990.000 6,02 1.236.667 7,16 1.720.000 9,23

Jumlah 16.456.000 100,00 17.281.668 100,00 18.632.500 100,00

Semakin luas lahan garapan, maka pengeluaran rata-rata tahunan rumah tangga petani juga semakin tinggi, tetapi perbedaannya tidak terlalu besar. Pada petani Desa Tambi, pengeluaran rata-rata paling besar ada pada petani strata III sebesar Rp 18.632.500,-/tahun, sedangkan pengeluaran terkecil ada pada petani strata I yaitu Rp 16.456.000,-/tahun. Namun pada petani Desa Watukumpul (Tabel 11), pengeluaran rata-rata terbesar ada pada strata II yaitu Rp 18.417.500,-/tahun, sedangkan pengeluaran terkecil pada strata I sebesar Rp 15.602.500,-/tahun (Tabel 12).

Tabel 12 Pengeluaran rumah tangga petani Desa Watukumpul

Jenis Pengeluaran

Petani Desa Watukumpul Rata-rata (Rp/Responden/Tahun) Strata I

(< 0,5 Ha) %

Strata II

(0,5–1 Ha) %

Strata III

(> 1 Ha) %

Pangan 7.507.500 48,12 8.800.000 47,78 8.292.127 47,99

Sandang 500.000 3,20 425.000 2,31 466.867 2,70

Sumbangan /

Tabungan 1.200.000 7,69 1.650.000 8,96 1.355.000 7,84

Pendidikan 2.065.000 13,24 3.125.000 16,97 2.882.000 16,68

Kesehatan 30.000 0,19 55.000 0,30 70.625 0,41

Listrik,pajak,BBM 2.700.000 17,30 2.962.500 16,09 2.884.167 16,69

lain-lain 1.600.000 10,25 1.400.000 7,60 1.327.000 7,68


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)