2.3 Konsep Pendapatan Usahatani
Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup seorang petani, semakin besar pendapatan yang diperoleh petani maka semakin besar kemampuan
petani untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam usahanya. Selain itu pula pendapatan juga berpengaruh terhadap laba rugi
suatu usahatani yang tersaji dalam laporan laba rugi. Tanpa pendapatan tidak ada laba dan tanpa laba maka tidak akan ada usaha yang berjalan. Hal seperti ini tentu
saja tidak mungkin terlepas dari pengaruh pendapatan dari hasil operasi suatu usaha.
Menurut Rahim dan Hastuti 2007, pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan xx meliputi
pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Sedangkan biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen petani,nelayan, dan peternak dalam mengelola usahanya dalam
mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikan menjadi dua yaitu:
1. Biaya Tetap
Biaya tetap atau fixed cost umumnya diartikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang
diperoleh banyak atau sedikit, misalnya pajak tax. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi
komoditas pertanian, misalnya penyusutan alat dan gaji karyawan. 2.
Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap atau biaya variabelvariable cost merupakan biaya
yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk saprodi atau sarana produksi komoditas
pertanian. Adapun rumus yang digunakan dalam Rahim dan Hastuti 2007: TC= FC + VC
………………...…………………………………………....1 Keterangan:
TC= total biaya FC= biaya tetap
VC= biaya tidak tetap
Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Pernyataan ini dapat dituliskan dalam Rahim dan
Astuti 2007 sebagai berikut: TR=
Y x Py
……………………………………..………..…………………...….2 Keterangan : TR= total penerimaan
Y = Jumlah produksi yang dihasilkan Py= Harga Y
Pendapatan yang diperoleh oleh petani dapat diketahui dengan menghitung selisih antara total penerimaan yang diperoleh dan total biaya yang dikeluarkan
oleh petani. Adapun rumus dalam Rahim dan Astuti 2007 yang digunakan: Pd= TR
– TC…………………………………………………………………….3 Keterangan: Pd= Pendapatan usahatani
TR= Total penerimaan TC= Total biaya
2.4 Analisis Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis yang dilihat dari orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam manfaat dan biaya usaha tersebut, yaitu
individu atau pengusaha Gray et al, 1997. Analisis finansial dilakukan dengan cara penyusunan cash flow dengan terlebih dulu mengelompokkan komponen
yang termasuk ke dalam biaya dan manfaat. Unsur-unsur yang terdapat dalam cash flow
yaitu inflow arus penerimaan dan outflow arus pengeluaran. Komponen yang termasuk dalam inflow yaitu nilai produksi total, pinjaman,
grants bantuan, nilai sewa dan nilai sisa. Komponen outflow terdiri dari biaya
investasi berupa tanah, bangunan dan mesin, biaya operasional dan pemeliharaan yang berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pajak, reinvetasi dan debt
service pokok+bunga. Analisa proyek baik dari segi biaya maupun manfaat
perlu dilakukan karena pelaksanaan proyek melibatkan sumberdaya yang jumlahnya terbatas, sehingga perlu keputusan pengelolaan yang tepat sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan di masa mendatang Gittinger, 1986. Dalam Gray et al. 2007 yang menjadi dasar perhitungan analisis finansial
adalah harga menggunakan harga pasar baik untuk sumber-sumber yang dipergunakan untuk produksi maupun untuk hasil-hasil produksi dari usaha, pajak
adalah bagian dari manfaat yang dibayar kepada instansi pemerintah, penerimaan subsidi berarti pengurangan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik usaha,
biaya investasi dibiayai dengan modal sendiri, serta bunga atas pinjaman dalam maupun luar negeri merupakan biaya proyek. Pilihan tingkat suku bunga sangat
penting, karena tingkat suku bunga yang rendah akan menurunkan nilai saat ini dari keuntungan masa depan, dan sebaliknya jika suku bunga tinggi, maka nilai
saat ini menjadi lebih rendah dan berkurang Mitchell et al, 2010.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yamg berkaitan dengan akar wangi, analisis penyulingan dan analisis pendapatan adalah:
Penelitian mengenai Pola Pendapatan Petani Akar Wangi di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat dilakukan oleh Dini Rochdiani
2008. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola dan kontribusi pendapatan petani akar wangi serta kendala dalam usahatani akar wangi di
Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus terhadap 35 petani akar wangi. Hasil dari penelitian
ini memperlihatkan bahwa 87 pendapatan akar wangi berasal dari usahatani polikultur dan non pertanian, serta 13 berasal dari usahatani monokultur akar
wangi. Pendapat total petani akar wangi Rp 13 970 000 per tahun. Kontribusi pendapatan petani yang berasal dari usaha pertanian sebesar 40, lebih rendah
dibandingkan dengan usaha non pertanian sebesar 60. Kendala yang diihadapi oleh petani akar wangi antara lain keterbatasan modal, rendahnya produktivitas,
keterbatasan dalam pemasaran, lemahnya kemampuan petani untuk bergerak di bidang off-farm dan masih lemahnya kemampuan asosiasi petani baik dalam hal
permodalan maupun sumberdaya manusianya. Penelitian dilakukan oleh Sentosa Ginting 2004 tentang Pengaruh Lama
Penyulingan terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan
terhadap rendemen dan mutu minyak sereh wangi yang dihasilkan. Penulis menduga lama penyulingan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen dan
mutu minyak sereh wangi yang dihasilkan. Hasil dari penelitian yaitu lama penyulingan memberi pengaruh sangat nyata P 0.01 terhadap rendemen, total
geraniol , total sitronellal dan memberi pengaruh yang sangat nyata P 6.05
terhadap bobot jenis dan indeks bias. Lama penyulingan yang terlalu lama akan menurunkan mutu rendemen yang dikehendaki.
Penelitian mengenai Kajian Kemampuan Daya Beli Petani Akar Wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut dilakukan oleh Eddy Renaldy 2007.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung pendapatan petani akar wangi yang berasal dari usaha tani maupun dari luar usaha tani, mengetahui kemampuan daya
beli petani akar wangi di wilayah kajian, mengetahui kendala dan upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan pendapatan dan kemampuan daya beli petani.
Metode penelitian menggunakan analisis pendapatan dan metode survey deskriptif untuk kajian kemampuan daya beli petani akar wangi. Hasil penelitian
menunjukkan pendapatan
rata-rata petani
akar wangi
adalah Rp 18 646 000tahunluas tanah, atau telah memberikan kontribusi 62 terhadap
total pendapatan petani akar wangi, pendapatan petani yang bersumber dari usaha tani lainnya adalah Rp 3 020 000tahun, memberikan kontribusi sebesar 10, dan
tambahan pendapatan yang diperoleh dari usaha non pertanian adalah sebear Rp 8 425 000tahun atau sebesar 28 dari total pendapatan petani. Paritas daya
beli Purchasing Power Parity-PPP diperoleh sebesar 53.3 yang menunjukkan kemampuan daya beli dari masyarakat atau petani akar wangi di Kecamatan
Samarang Kabupaten Garut. Permasalahan keterbatasan modal, rendahnya produktivitas, keterbatasan dalam pemasaran, kemampuan petani untuk bergerak
di bidang off-farm masih lemah, dan masih lemahnya kemampuan asosiasi petani baik dalam hal permodalan maupun sumber daya manusianya mengakibatkan
pendapatan yang diterima petani cenderung rendah. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan memfasilitasi petani akar wangi untuk melakukan kemitraan
dengan para pengusaha minyak atsiri, serta memberikan bantuan usaha ekonomi produktif melalui penyaluran dana penguatan modal usaha kelompok PMUK
kepada kelompok tani akar wangi. Penelitian mengenai Analisis Harga Pokok Produksi dan Penjualan Minyak
Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat dilakukan oleh Intania Sudarwati 2011. Penelitian ini dilakukan karena selama ini baik petani maupun penyuling
belum melakukan perhitungan harga pokok produksi maupun harga pokok