Struktur Biaya, Peneriman dan Pendapatan Petani-Penyuling- Pengumpul Minyak Akar Wangi

sudah sesuai dengan standar ekspor. Sertifikat ini merupakan syarat minyak akar wangi dapat diekspor yang dikenakan per sampel. Dalam kegiatan ekspor, penyuling juga dikenakan pajak per kilogram minyak. Berikut ini tabel biaya operasional usaha penyulingan akar wangi. Tabel 28 Biaya operasional usaha penyulingan akar wangi pelaku usaha petani- penyuling-pengumpul-pengekspor akar wangi Biaya Operasional Satuan Jumlah Satuan Harga Satuan Rp Biaya Rp Persentase Biaya Tetap Tunai 1 Pajak lahan Hektar 1 100 000 100 000.00 0.00 Biaya Variabel Tunai 1 Biaya usahatani Hektar 20 22 010 000 442 600 000.00 9.38 2 Beli minyak akar wangi Kg 800 775 000 620 000 000.00 13.14 3 Bahan baku akar wangi Kg 720 000 2 000 1 440 000 000.00 30.52 4 Listrik Minggu 480 20 000 9 600 000.00 0.20 5 Bahan bakar Drum 480 1 100 000 528 000 000.00 11.19 6 Pemeriksaan mutu Frekuensi 8 500 000 4 000 000.00 0.08 7 Pengepakan Jerigen 20 30 000 600 000.00 0.01 8 Transportasi Bulan 8 6 000 000 48 000 000.00 1.02 9 Tenaga Kerja Luar Keluarga a Pengangkut Borongan 960 100 000 96 000 000.00 2.03 b Penyuling Borongan 480 240 000 115 200 000.00 2.44 10 Biaya pemasaran Frekuensi 2 5 000 000 10 000 000.00 0.21 11 Biaya ekspor Kg 2560 479 895.57 1 228 532 659.20 26.03 12 Biaya fumigasi Pengiriman 10 300 000 3 000 000.00 0.03 13 Biaya packing Jerigen 30 150 000 450 000.00 0.10 14 Biaya palet Pengiriman 10 500 000 5 000 000.00 0.11 15 Biaya sertifikat Frekuensi 10 750 000 7 500 000.00 0.16 16 Biaya pemeliharaan Frekuensi 2 2 000 000 4 000 000.00 0.08 17 Pajak Kg 2560 60 000 153 600 000.00 3.26 Sumber: Data primer diolah 2014 Selain itu, variabel tunai pada pelaku usaha ini juga terdiri dari biaya usahatani, biaya untuk membeli minyak akar wangi dari penyuling lain pengumpul, biaya bahan baku akar wangi, biaya listrik, biaya bahan bakar, biaya pengepakan, biaya transportasi dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya rata- rata yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku akar wangi merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan penyuling untuk satu tahun penyulingan. Dalam penyulingan, TKLK terdiri atas tenaga kerja penyulingan dan pengangkut bahan baku yang keduanya dilakukan secara borongan. Setelah diperoleh perhitungan pada arus penerimaan dan pengeluaran, dilakukan perhitungan net benefit yang merupakan pengurangan penerimaan dan pengeluaran. Dengan discount factor DF sebesar 11.75, diperoleh present value dari perkalian net benefit dan discount factor. Setelah itu, dapat diketahui lima indikator dari kriteria investasi. Kelima indikator tersebut adalah Net Present Value , Net Benefit Cost Ratio Net BC, Internal Rate of Return IRR, dan Payback Period PP. Hasil penilaian berdasarkan kriteria investasi dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Hasil analisis kelayakan usaha penyulingan pada pelaku usaha petani- penyuling-pengumpul-pengekspor akar wangi Kriteria Investasi Nilai Net Present Value Rp 405 237 964.86 Internal Rate of Return 31 Net BenefitCost 1.88 Payback Period tahun 3.83 Sumber: Data primer diolah 2014 Berdasarkan hasil perhitungan kriteria investasi di atas, usaha penyulingan pada pelaku usaha ini layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai NPV yang positif atau lebih dari nol. Nilai NPV yang didapat merupakan pendapatan bersih yang diperoleh penyuling selama 10 tahun. Sehingga untuk mengetahui pendapatan penyuling selama 1 tahun, nilai NPV dibagi dengan umur ekonomis usaha menjadi Rp 40 523 796.49 per tahun. Investasi pada usaha penyulingan akar wangi layak berdasarkan Internal Rate of Return IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang dijadikan acuan tingkat discount factor 11.75 yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan investasi tersebut 31 per tahun. Nilai Net BC yang diperoleh lebih besar dari 1 yang berarti bahawa penggunaan investasi layak. Nilai Net BC sebesar 1.88 artinya penggunaan setiap Rp 1 untuk membiayai usaha tersebut akan menghasilkan Rp 1.88 selama umur usaha. Nilai yang dihasilkan Payback Period adalah 3.83 tahun yang artinya bahwa jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah nilai investasi yang telah dikeluarkan adalah selama 3 tahun 10 bulan. Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi tersebut lebih pendek dari pada jangka waktu umur usaha sehingga layak untuk dijalankan. Berdasarkan penjelasan struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kelima pelaku usaha akar wangi, maka untuk mengetahui pelaku yang lebih menguntungkan dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 30 berikut. Tabel 30 Perbandingan struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan kriteria investasi dari pelaku usaha akar wangi Uraian Pelaku Usaha Pelaku 1 Pelaku 2 Pelaku 3 Pelaku 4 Pelaku 5 Biaya Rp -Biaya usahatani -Biaya penyulingan -Beli bahan baku -Beli minyak akar wangi 11 120 781.36 - - - - 261 800 000 360 000 000 - 10 884 000 261 050 000 348 000 000 - 327 600 000 337 360 000 45 000 000 310 000 000 442 600 000 815 400 000 1 440 000 000 620 000 000 Penerimaan Rp -Akar wangi -Minyak akar wangi 11 977 938.61 - - 672 000 000.00 - 672 000 000.00 - 1 088 000 000.00 - 4 880 025 600.00 Unit cost Rp -Akar wangi -Minyak akar wangi 982.29 494 256.95 740 238.10 737 957 143 749 970.59 1 036 875.00 Kriteria Investasi -NPV Rp -IRR -Net BC -Payback Period tahun - - - - 32 810 728.26 15 1.14 7.92 39 422 117.22 16 1.17 7.75 134 650 684.86 25 1.59 4.75 405 237 964.86 31 1.88 3.83 Pendapatan Rp 857 157.24 3 281 072.83 3 942 211.722 13 465 068.49 40 523 796.49 Sumber: Data primer diolah 2014 Pada Tabel 30 di atas, pelaku usaha yang paling banyak mengeluarkan biaya adalah pelaku kelima yaitu petani-penyuling-pengumpul-pengekspor, sedangkan pelaku usaha yang paling sedikit mengeluarkan biaya adalah pelaku pertama yaitu petani. Hal ini dikarenakan terdapat banyak biaya tambahan yang dikeluarkan pada pelaku kelima yang tidak dilakukan pada pelaku usaha lain. Begitu pula pada tingkat penerimaan. Tingkat penerimaan tertinggi diperoleh pada pelaku kelima dan penerimaan terendah diperoleh pada pelaku pertama. Unit cost merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu produk dengan cara membagi antara total biaya yang dikeluarkan dalam produksi dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Pada hasil unit cost diperoleh biaya tertinggi untuk menghasilkan satu kilogram minyak akar wangi yaitu pada pelaku kelima dan yang terendah pada pelaku petani. Hal tersebut dikarenakan pelaku petani-penyuling-pengumpul-pengekspor mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan hasil yang maksimal sedangkan pelaku petani mengurangi penggunaan input untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Pada hasil kriteria investasi, nilai NPV, Net BC, IRR dan Payback Period yang diperoleh dapat menyimpulkan bahwa usaha akar wangi pada seluruh pelaku usaha layak untuk dijalankan. Hasil kriteria investasi paling tinggi yaitu diperoleh pada pelaku kelima. Hal tersebut mengartikan bahwa pada pelaku usaha petani-penyuling- pengumpul-pengekspor paling menguntungkan dibandingkan pelaku usaha lain. Selain itu, untuk mengetahui pelaku usaha yang lebih menguntungkan dapat dilihat pada tingkat pendapatan yang diperoleh. Pada Tabel 30, tingkat pendapatan paling tinggi diperoleh pada pelaku usaha kelima yaitu petani-penyuling- pengumpul-pengekspor, sedangkan pendapatan paling rendah diperoleh pada pelaku usaha pertama yaitu petani. Artinya, pelaku usaha paling menguntungkan yaitu pelaku usaha petani-penyuling-pengumpul-pengekspor. Selain analisis kelayakan, pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas dengan melakukan perubahan pada variabel dalam struktur biaya dan penerimmaan usaha akar wangi. Tujuan dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh yang akan terjadi terhadap kelayakan apabila dilakukan perubahan pada harga input maupun harga output. Berikut ini tabel perhitungan hasil analisis sensitivitas pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang. Tabel 31 Perhitungan hasil analisis sensitivitas pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang Asumsi NPV Rp Net BC IRR Payback Period tahun Pendapatan Rp Skenario A -Pelaku 1 258 260.31 Skenario B -Pelaku 1 1 075 218.64 Skenario C -Pelaku 2 -Pelaku 3 -Pelaku 4 -18 565 931.46 -11 954 542.50 76 423 803.84 0.92 0.95 1.33 10 10 20 10 10 6.42 -1 856 593.15 -1 195 454.25 7 642 380.38 Skenario D -Pelaku 2 -Pelaku 3 -Pelaku 4 -158 995 468.02 -152 384 079.06 -84 556 396.61 0.31 0.34 0.63 -11 -10 2 10 10 10 -15 899 546.80 -15 238 407.91 -8 455 639.66 Skenario E -Pelaku 2 -Pelaku 3 -Pelaku 4 -210 372 127.74 -203 760 738.78 -142 783 277.62 0.09 0.11 0.38 -28 -24 -8 10 10 10 -21 037 212.77 -20 376 073.88 -14 278 327.76 Skenario F -Pelaku 2 -Pelaku 3 -Pelaku 4 63 865 064.80 70 476 453.76 194 418 865.66 1.28 1.31 1.85 18 19 30 6.83 6.58 4.00 6 386 506.48 7 047 645.38 19 441 886.57 Skenario G -Pelaku 5 54 496 551.00 1.12 15 8.33 5 449 655.10 Sumber: Data primer diolah 2014 Pada Tabel 31 dapat dilihat perhitungan hasil analisis sensitivitas pada pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang menunjukkan hasil bahwa setiap perubahan yang terjadi mempengaruhi kelayakan usaha akar wangi. Skenario yang diasumsikan untuk petani akar wangi yaitu skenario A dan B. Pada skenario A, perubahan pada pelaku petani berupa penurunan harga jual akar wangi sebesar 5 menyebabkan pendapatan petani akar wangi menjadi berkurang atau menurun dari pendapatan petani sebelumnya. Pada skenario B dilakukan perubahan pada penggunaan bibit unggul dan peningkatan produktivitas menjadi 12 tonhektar berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani akar wangi dari pendapatan sebelumnya. Skenario yang telah dibuat untuk pelaku penyuling pelaku 2, petani- penyuling pelaku 3 dan petani-penyuling-pengumpul pelaku 4 yaitu skenario C, skenario D dan skenario E. Pada skenario C yaitu dilakukan perubahan harga input yaitu kenaikan harga bahan bakar pada pelaku penyuling, petani-peyuling dan petani-penyuling-pengumpul. Biaya bahan bakar merupakan komponen yang dianggap peka terhadap kelayakan usaha karena persentase penggunaan pada biaya ini termasuk tinggi dibandingkan biaya lain. Pada hasil skenario C, usaha akar wangi yang masih layak dilakukan hanya pada pelaku petani-penyuling- pengumpul saja. Seluruh kriteria investasi menurun dibandingkan dengan sebelumnya namun masih sesuai dengan teori ekonomi. Pada skenario D yaitu perubahan pada penurunan harga jual minyak akar wangi. Harga jual minyak akar wangi juga merupakan komponen yang peka terhadap kelayakan usaha akar wangi. Seluruh hasil kriteria investasi tidak sesuai dengan teori ekonomi sehingga usaha akar wangi dinyatakan tidak layak untuk dijalankan. Begitu juga pada skenario E yang merupakan gabungan skenario C dan skenario D menunjukkan bahwa usaha akar wangi tidak layak untuk dijalankan jika dilakukan perubahan pada kenaikan harga bahan bakar dan penurunan harga jual minyak akar wangi. Pada skenario F yaitu peningkatan kapasitas penggunaan bahan baku selama satu tahun berpengaruh pada hasil NPV, Net BC, IRR, payback period dan pendapatan pelaku usaha meningkat. Skenario G diasumsikan untuk pelaku usaha petani-penyuling-pengumpul- pengekspor pelaku 5. Hasil sensitivitas menyatakan bahwa usaha akar wangi masih layak untuk dijalankan. Kenaikan harga ekspor menyebabkan penurunan pada hasil kriteria investasi dari sebelumnya namun masih sesuai dengan teori ekonomi. Begitu juga pada tingkat pendapatan yang diperoleh pelaku usaha petani-penyuling-pengumpul-pengekspor pada skenario ini juga menurun dibandingkan pendapatan sebelum dilakukan analisis sensitivitas. Secara rinci, hasil skenario asumsi dapat dilihat pada lampiran. VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Produktivitas usahatani pada pelaku petani akar wangi sebesar 11.32 tonHa, pada pelaku petani-penyuling sebesar 12 tonHa, pada pelaku petani- penyuling-pengumpul sebesar 10.50 tonHa dan pada pelaku petani- penyuling-pengumpu-pengekspor sebesar 12 tonHa. Teknik budidaya usahatani akar wangi yang dilakukan oleh pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang belum sesuai dengan Good Agriculture Practices GAP, seperti pemupukan yang hanya dilakukan satu kali, tidak melakukan penyulaman, pembubunan dan pengendalian hama. Kapasitas produksi minyak akar wangi masing-masing pelaku usaha yaitu untuk penyuling sebesar 3.5 kg dengan kualitas minyak regular, petani-penyuling sebesar 3.5 kg dengan kualitas reguler, petani-penyuling pengumpul 4 kg dengan kualitas reguler, petani-penyuling-pengumpul-pengekspor 4.5 kg dengan kualitas regular dan peremium. Teknik penyulingan yang dilakukan oleh pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang belum sesuai dengan Good Manufacturing Practices GMP, seperti tidak melakukan perajangan dan penyusunan bersilang, menggunakan tekanan yang tinggi dan bahan bakar oli bekas. 2. Usaha akar wangi layak untuk dijalankan dan memiliki pendapatan yang berbeda tiap pelaku usaha. Pendapatan pelaku petani akar wangi paling rendah dibandingkan dengan pelaku lainnya yaitu sebesar Rp 857 157.24 per tahun dan pendapatan petani-penyuling-pengumpul-pengekspor paling tinggi dibandingkan dengan pelaku lainnya yaitu sebesar Rp 40 523 796.49 per tahun. Sebaliknya, unit cost pada petani akar wangi paling rendah yaitu sebesar Rp 494 256.95 per kilogram minyak akar wangi dan unit cost pada pelaku petani-penyuling-pegumpul-pengekspor paling tinggi yaitu sebesar Rp 1 036 875.00 yang artinya pelaku petani lebih efisien dibandingkan pelaku usaha yang lain. 3. Petani akar wangi sensitif terhadap penurunan harga akar wangi yang menyebabkan pendapatan petani menurun. Penyuling, petani-penyuling, dan petani-penyuling-pengumpul sensitif terhadap peningkatan harga bahan bakar dan penurunan harga minyak akar wangi. Penurunan harga minyak lebih sensitif daripada peningkatan harga bahan bakar terhadap kelayakan usaha akar wangi. Hal tersebut dapat dilihat pada penurunan hasil kriteria investasi yang lebih tinggi pada skenario penurunan harga minyak akar wangi. Pelaku petani-penyuling-pengumpul-pengekspor sensitif terhadap peningkatan harga ekspor yang dapat menyebabkan penurunan pendapatan.

7.2 Saran

1. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas akar wangi yang dihasilkan, pelaku usaha sebaiknya melakukan introduksi bibit unggul serta melakukan penyulaman, pembubunan, pemberian pupuk 2-3 kali dalam satu tahun, dan pengendalian hama sesuai dengan Good Agriculture Practices GAP pada budidaya akar wangi. 2. Untuk meningkatkan mutu dan produksi minyak akar wangi, pelaku usaha sebaiknya menggunakan tekanan sebesar 1-3 bar dan menggunakan bahan bakar solar sesuai Good Manifacturing Practices GMP pada proses penyulingan akar wangi. 3. Petani akar wangi sebaiknya melakukan pengolahan hasil panen sendiri agar lebih efisien dan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar serta lebih mengembangkan skala usahatani dengan memanfaatkan lahan yang menganggur untuk meningkatkan kapasitas penggunaan bahan baku untuk penyulingan. 4. Untuk menjaga fluktuasi harga akar wangi perlu adanya mekanisme kerjasama antar sesama pelaku usaha maupun antara pelaku petani dan penyuling akar wangi. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Good Manufacturing Practices GMP. Garut ID. [BPS] Badan Pusat Statistik Kecamatan Samarang. 2013. Kecamatan Samarang dalam Angka. Garut ID: Badan Pusat Statistik. [BRI] Bank Rakyat Indonesia. 2014. Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah [Internet]. [Diunduh 21 September 2014]. Tersedia pada: http:www.bri.co.id sbdk. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2013. Perkembangan luas dan produksi perkebunan akar wangi Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 [Internet]. [Diunduh 21 September 2014]. Tersedia pada: http:disbun.jabarprov.go. idindex.phpstatistiktahun_detail20132. ________________________________. 2013. Luas dan produksi tanaman perkebunan akar wangi Provinsi Jawa Barat tahun 2013 [Internet]. [Diunduh 8 Desember 2014]. Tersedia pada: http:disbun.jabarprov.go.id. Fazlurrahman T. 2012. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah Capsicum frutescens Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Ginting S. 2007. Pengaruh Lama Penyulingan terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 2008. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta ID: Universitas Indonesia Press. Gray C, Simanjuntak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta ID: PT Gramedia Pustaka Utama. Harris R. 1993. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta ID: Penebar Swadaya. Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta ID: AgroMedia Pustaka. Mitchell B, B Setiawan, Dwita HR. 2003. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan . Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pemerintah Kabupaten Garut Kecamatan Samarang. 2014. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah, Pembangunan dan Kemasyarakatan di Kecamatan Samarang Bulan Juni 2014. Garut ID: Kantor Kecamatan Samarang. Prasetya B. 2012. Krisis Eropa Turunkan Harga Akar Wangi [Internet]. [Diunduh 28 Mei 2014]. Tersedia pada: http:www.tribunnews.combisnis201212 11krisis-eropa-turunkan-harga-akar-wangi. Pujianto H. 2012. Analisis Usaha Penyulingan Minyak Nilam Patchouli Oil CV. Nilam Kencana Jaya di Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes [Internet]. [Diunduh 21 September 2014]. Tersedia pada: http:agribisnis. fp.uns.ac.id. Rahim A, Hastuti DRD. 2007. Ekonomika Pertanian Pengantar, Teori, dan Kasus. Depok ID: Penebar Swadaya. Redaksi Trubus. 2009. Minyak Asiri. Depok ID: PT Trubus Swadaya. Renaldi E. 2004. Kajian Kemampuan Daya Beli Petani Akar Wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Rochdiani D. 2008. Pola Pendapatan Petani Akar Wangi di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal Agrikultura. 193: 201-207. Santoso HB. 1993. Akar Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta ID: Kanisius. Soeharjo A, Patong D. 1986. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Soekartawi 1993. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta ID: PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JR, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil . Jakarta ID: UI Press. Soemanto W. 1994. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi Karya Ilmiah. Jakarta ID: Bumi Aksara. Sudarwati I. 2011. Analisis Harga Pokok Produksi dan Penjualan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Unteawati, B. 2012. Analisis Finansial Usaha Minyak Nilam. Jurnal Ilmiah ESAI. 63: 1-10. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perkebunan Kecamatan Samarang. 2014. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat. Garut ID: Kantor Kecamatan Samarang. Yuliani S, Satuhu S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Asiri.Jakarta ID: Penebar Swadaya. LAMPIRAN Lampiran 1 Karakteristik responden petani akar wangi di Kecamatan Samarang No Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Jumlah Tanggungan Lama Bertani tahun Luas Lahan hektar Usia 0-15 Tahun Usia 15 tahun 1 H. Ipin L 52 SD 6 20 4 2 Didi L 69 tidak tamat 2 2 10 1 3 Holin L 51 SD 2 2 30 0.71 4 Irih L 75 tidak tamat 4 30 1.14 5 Aep L 30 SD 2 2 4 0.43 6 Jajang L 39 SD 2 1 12 2 7 Edi L 39 SD 2 3 6 1 8 Iwan L 34 Sarjana 1 2 10 2 9 Oding L 40 SD 2 4 6 0.43 10 Hendar L 39 SD 2 3 14 0.21 11 Iyam P 50 SD 2 5 15 0.14 12 Tatang L 48 SD 1 4 20 0.71 13 Uloh L 50 SD 1 4 25 0.57 14 Ojon L 55 SD 2 5 25 0.71 15 Iji L 60 tidak tamat 4 40 1 16 H.Iyan L 42 SD 2 2 20 5 17 Atang L 72 tidak tamat 2 5 0.14 18 Umah P 55 SD 2 2 5 0.14 19 Agus A L 27 SD 2 2 4 0.43 20 Idin L 50 SD 3 4 10 0.57 21 Uyan L 63 tidak tamat 2 4 14 0.71 22 Deden L 32 SMP 2 2 5 0.71 23 H.Komarudin L 58 SD 1 2 20 3 24 Eman L 43 SD 2 3 15 0.57 25 Sobar L 36 SD 2 2 10 0.43 26 Jajang R L 57 SMA 1 4 30 0.143 27 Soman L 43 SD 2 4 14 0.71 28 Anis L 65 tidak tamat 2 6 30 1.5 29 Osin L 45 SD 1 3 20 0.71 30 Odin L 55 SD 2 4 20 1 31 Solihah P 40 SD 2 2 3 0.17 32 mamat L 62 tidak tamat 2 40 0.43 33 Heriyanto L 32 Sarjana 1 2 3 0.29 34 Apid Hidayat L 39 SMP 2 3 10 0.29 35 Iri L 40 SD 2 4 15 0.23 36 Endang L 76 tidak tamat 3 40 0.71 37 Eneh P 52 SD 2 5 27 0.29 38 Zuya L 60 SD 2 2 40 5 39 Kuswara L 26 SD 1 2 2 0.14 40 H. Agan L 60 SMA 1 2 30 1 41 Endang L 67 SD 4 25 3 42 Edi L 50 SMA 3 4 30 0.71 43 Asep L 49 SMP 1 3 6 0.71 44 Bambang L 38 SMA 3 17 0.57 45 Idas L 52 SD 1 2 27 1.71 46 Oman L 53 SD 1 2 27 0.86 47 Ana L 36 SD 2 4 17 0.79 48 Ano L 54 SD 2 2 23 1.57 49 Tanu L 52 SD 3 3 23 1 50 Opih L 54 tidak tamat 1 3 24 1.14 74 Lampiran 2 Analisis finansial struktur penerimaan dan pengeluaran usaha penyulingan akar wangi pada pelaku usaha penyuling akar wangi Komponen Biaya tahun ke- 1 2 3 4 5 INFLOW Penerimaan minyak 672000000.00 672000000.00 672000000.00 672000000.00 672000000.00 Nilai sisa Total inflow 672000000.00 672000000.00 672000000.00 672000000.00 672000000.00 OUTFLOW Biaya Investasi Ketel penyulingan 150000000 Cooler 10000000 10000000 Compressor 20000000 Bangunan dan bak pendingin 50000000 Biaya Operasional Biaya Variabel Tunai 1. Bahan baku akar wangi 360000000 360000000 360000000 360000000 360000000 2. Listrik 3200000.00 3200000.00 3200000.00 3200000.00 3200000.00 3. Bahan bakar 180000000 180000000 180000000 180000000 180000000 4. Pemeriksaan Mutu 5. Pengepakan 6. Transportasi 3200000.00 3200000.00 3200000.00 3200000.00 3200000.00 7. Pemasaran 8. Tenaga Kerja Luar Keluarga a. Pengangkut 36000000 36000000 36000000 36000000 36000000 b. Penyuling borongan 38400000 38400000 38400000 38400000 38400000 9. Biaya pemeliharaan 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 Biaya Tetap Tunai 1. Pajak Lahan Hektar 50000 50000 50000 50000 50000 Total Outflow 230000000 621850000 621850000 621850000 631850000 621850000 Net Benefit -230000000 50150000.00 50150000.00 50150000.00 40150000.00 50150000.00 DF 11.75 0.1175 1 0.894854586 0.80076473 0.716567991 0.641224153 0.573802374 Present value -230000000 44876957.49 40158351.23 35935884.77 25745149.76 28776189.07