Penelitian Terdahulu Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Akar Wangi di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut

Rekomendasi Keterangan: Hubungan tidak langsung Hubungan langsung Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional Pelaku usaha akar wangi yang lebih menguntungkan di Kecamatan Samarang π = TR -TC RC ratio - Analisis biaya dan manfaat Cash flow - Analisis sensitivitas Petani Penyuling Petani- penyuling- pengumpul- pengekspor Petani- penyuling- pengumpul Petani- penyuling Penurunan produksi akar wangi di Kabupaten Garut Identifikasi keragaan usahatani akar wangi: Analisis Deskriptif Estimasi tingkat pendapatan pelaku usaha akar wangi Menurunnya permintaan minyak akar wangi dan mutu akar wangi Harga akar wangi yang diterima petani sangat rendah di tingkat pembeli Usaha akar wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pencarian data melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa Kabupaten Garut merupakan sentra produksi akar wangi terbesar di Jawa Barat maupun di Indonesia. Pemilihan lokasi Kecamatan Samarang berdasarkan data dari Kabupaten Garut yang menunjukkan bahwa Kecamatan ini sebagai daerah produksi terbesar dan luas areal lahan terluas tanaman akar wangi di Kabupaten Garut. Kegiatan Pengambilan data kurang lebih dilakukan selama dua bulan, yaitu Mei-Juni 2014.

4.2 Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung pada petani dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum mengenai petani dan pertanian akar wangi secara umum, data jumlah petani, data penggunaan sarana produksi, data penerimaan usaha serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku, jurnal, situs internet, maupun dari instansi-instansi terkait, seperti BPS Kecamatan Samarang, Dinas Perkebunan, dan beberapa instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan responden petani dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana peneliti menentukan sendiri responden yang akan diwawancara berdasarkan kriteria petani yang memiliki perkebunan akar wangi dan penyuling akar wangi. Informasi yang diberikan petani bermanfaat untuk mengetahui karakteristik petani dan penyuling, serta informasi-informasi lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini. Jumlah responden yang akan diwawancara terdiri dari 50 petani akar wangi, 1 orang penyuling, 1 orang petani-penyuling, 1 orang petani-penyuling-pengumpul, dan 1 orang petani-penyuling-pengumpul- pengekspor. Petani merupakan pelaku yang hanya melakukan kegiatan budidaya akar wangi dari pengolahan lahan hingga pemanenan. Hasil panen yang diperoleh keseluruhannya dijual kepada penyuling. Penyuling merupakan pelaku usaha yang hanya melakukan kegiatan pengolahan hasil panen akar wangi menjadi minyak akar wangi. Petani-penyuling merupakan pelaku usaha yang melakukan budidaya akar wangi sekaligus melakukan pengolahan sendiri terhadap hasil panen. Hasil panen yang diperoleh tidak dapat memenuhi kebutuhan kegiatan penyulingan selama satu tahun, sehingga pelaku juga membeli bahan baku dari luar untuk memenuhi kekurangan bahan baku. Petani-penyuling-pengumpul merupakan pelaku yang hampir sama dengan pelaku petani-penyuling. Perbedaannya terletak pada kegiatan pengumpul yang dilakukan oleh pelaku ini. Kegiatan pengumpul merupakan kegiatan membeli minyak akar wangi dari penyuling lain dan dikumpulkan, lalu dijual kembali kepada pengekspor atau industri. Petani- penyuling-pengumpul-pengekspor merupakan pelaku yang hampir sama dengan pelaku sebelumnya. Pelaku ini melakukan budidaya akar wangi dari pengolahan lahan hingga pemanenan, kemudian melakukan pengolahan sendiri terhadap hasil panen menjadi minyak akar wangi dan melakukan kegiatan mengumpul minyak akar wangi yang akan dijual kembali untuk memenuhi banyaknya permintaan. Perbedaannya terletak pada kegiatan ekspor yang dilakukan sendiri oleh pelaku ini ke beberapa Negara di Asia dan Eropa.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani akar wangi dan identifikasi karakteristik petani akar wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Analisis kuantitatif meliputi analisis pendapatan pelaku usaha akar wangi. Tahap analisis data yang digunakan adalah dengan transfer data, editing , pengolahan data menggunakan Software Microsoft Excel, serta alat hitung kalkulator yang kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data. Tabel 3 Metode Prosedur Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 2 Mengidentifikasi keragaan usahatani akar wangi di Kecamatan Samarang. Mengestimasi tingkat pendapatan pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang Wawancara dengan petani dan penyuling akar wangi mengenai pola usahatani Wawancara pelaku usaha akar wangi mengenai pendapatan Analisis Deskriptif Analisis pendapatan dan RC ratio, analisis biaya manfaatcash flow dan analisis sensitivitas

4.4.1 Konsep Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis dengan mengutamakan pengamatan observasi terhadap gejala peristiwa dan kondisi aktual di masa sekarang yaitu dengan menganalisa teknis usahatani dan proses untuk mendapatkan minyak akar wangi di daerah penelitian Soemanto 1994.

4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk tujuan penelitian 2, yaitu mengestimasi tingkat pendapatan dan kelayakan usaha masing-masing dari pelaku usaha akar wangi. Pendapatan petani merupakan selisih antara penerimaan dan penjualan produk yang dihasilkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan Soeharjo dan Patong, 1986. Penerimaan adalah perkalian antara jumlah output dengan harga jual output. Penerimaan dalam penelitian ini merupakan sejumlah uang yang diterima petani dari penjualan output akar wangi atau minyak akar wangi. Total biaya produksi usahatani terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan pajak sedangkan biaya tidak tetap meliputi biaya sarana produksi, transportasi dan biaya lainnya yang dikeluarkan selama proses produksi dan penyulingan akar wangi. Menurut Soekartawi et al. 1986, pendapatan terbagi menjadi dua macam, yaitu pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan dalam analisis pendapatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4 Perhitungan analisis pendapatan usaha akar wangi No Uraian Cara Perhitungan Keterangan A Penerimaan Harga produk x hasil produk Produk: -akar wangi usahatani -minyak akar wangi penyulingan B Biaya tunai Biaya tetap tunai + biaya variabel tunai C Biaya non tunai Biaya tetap non tunai + biaya variabel non tunai D Total biaya B + C E Pendapatan atas biaya tunai A – B F Pendapatan atas biaya total A – D G RC rasio atas biaya tunai AB H RC rasio atas biaya total AD Sumber: Soekartawi et al. 1986 Setelah mengetahui tingkat pendapatan petani, selanjutnya dilakukan analisis efisisensi usahatani menggunakan analisis RC ratio yang merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya usahatani. Adapun rumus yang digunakan: RC = …………………………………………………………………...…4 Keterangan: TR = total penerimaan TC = total biaya

4.4.3 Analisis Kelayakan Finansial

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui besarnya pendapatan penyuling akar wangi dihitung menggunakan cash flow dengan umur usaha sesuai dengan umur ekonomis peralatan penyulingan yaitu 10 tahun. Kegiatan penyulingan akar wangi dapat dikatakan layak apabila nilai yang didapat sesuai dengan syarat nilai dari kriteria-kriteria kelayakan, yaitu NPV, Net BC, IRR, dan Payback Period. 1. Net Present Value NPV Dalam analisis finansial, nilai NPV merupakan nilai sekarang dari arus tambahan pendapatan untuk individu, sehingga jika dibagi sesuai lamanya umur usaha proyek nilai NPV merupakan pendapatan penyuling per tahun. Secara matematis, menurut Gray et al. 1997 rumus dari NPV adalah: = ∑ 1 ∑ 1 = ∑ 1 = = = …………………………………..5 Keterangan: B t = Penerimaan penyuling akar wangi pada tahun ke-t Rp C t = Biaya yang dikeluarkan penyuling akar wangi pada tahun ke-t Rp i = Suku bunga sebesar 11.75 kredit mikro BRI t = Tahun kegiatan n = Umur usaha Kriteria kelayakan menurut NPV yaitu: NPV0, usaha penyulingan akar wangi layak untuk dijalankan. NPV0, usaha penyulingan akar wangi tidak layak untuk dijalankan. 2. Net Benefit Cost Ratio Net BC Menurut Gray et al. 1997, Net BC merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Secara sistematis, rumus Net BC dapat dituliskan sebagai berikut: ⁄ = ∑ 1 = ∑ 1 = ………………………………….6 Keterangan: B t = Penerimaan penyuling akar wangi pada tahun ke-t Rp C t = Biaya yang dikeluarkan penyuling akar wangi pada tahun ke-t Rp i = Suku bunga sebesar 11.75 kredit mikro BRI t = Tahun kegiatan n = Umur usaha Kriteria kelayakan menurut Net BC yaitu: Net BC 1, usaha penyulingan akar wangi layak untuk dijalankan. Net BC 1, usaha penyulingan akar wangi tidak layak untuk dijalankan. 3. Internal Rate of Return IRR Tingkat pengembalian internal atau IRR merupakan cara lain penggunaan arus manfaat neto tambahan untuk mengukur manfaat proyek, yakni dengan mencari tingkat diskonto yang dapat membuat manfaat sekarang neto dari arus manfaat neto tambahan atau arus uang tambahan sama dengan nol NPV=0. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: RR= 2 1 1 2 2 1 …………………………………………….7 Keterangan: IRR = Internal rate of return i 1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i 2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV positif Rp NPV 2 = NPV negatif Rp Kriteria kelayakan menurut IRR yaitu: IRR11.75, usaha penyulingan akar wangi layak untuk dijalankan. IRR11.75, usaha penyulingan akar wangi tidak layak untuk dijalankan. 4. Payback Period Menurut Gittinger 2008, Payback Period merupakan jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan. Kriteria Payback Period berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. 5. Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger 1986 pada proyek di sektor pertanian dapat berubah-ubah sebagai akibat dari empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksaan proyek, kenaikan biaya input dan kesalahan dalam memperkirakan hasil produksi. Skenario untuk melihat sensitivitas dari perubahan harga input-output dapat dilakukan dengan empat skenario yaitu: 1. Skenario A yaitu pada petani akar wangi terjadi penurunan harga jual hasil panen akar wangi sebesar 5 dan biaya lain dianggap tetap. 2. Skenario B yaitu petani akar wangi menggunakan bibit unggul, hasil panen meningkat menjadi 12 tontahun dan biaya lain dianggap tetap. 3. Skenario C yaitu pada pelaku penyuling, petani-penyuling, petani- penyuling-pengumpul terjadi peningkatan harga input yaitu bahan bakar sebesar 5 dan biaya lain dianggap tetap. 4. Skenario D yaitu pada pelaku penyuling, petani-penyuling, petani- penyuling-pengumpul terjadi penurunan harga jual minyak akar wangi sebesar 5 dan biaya lain dianggap tetap. 5. Skenario E merupakan gabungan dari skenario 2 dan skenario 3 yaitu pada pelaku penyuling, petani-penyuling, petani-penyuling- pengumpul terjadi peningkatan harga input yaitu bahan bakar sebesar 5, penurunan harga jual minyak akar wangi sebesar 5 dan biaya lain dianggap tetap. 6. Skenario F yaitu pada pelaku penyuling, petani-penyuling, petani- penyuling-pengumpul terjadi peningkatan kapasitas penggunaan bahan baku per tahun sebesar 10 dan biaya lain dianggap tetap. 7. Skenario pada pelaku G yaitu pada pelaku petani-penyuling- pengumpul-pengekspor terjadi peningkatan biaya ekspor sebesar 5 dan biaya lain dianggap tetap. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis finansial adalah sebagai berikut : 1. Umur usaha berdasarkan umur teknis investasi mesin penyulingan minyak akar wangi yaitu 10 tahun, dimulai tahun 2013 dan seterusnya. 2. Analisis cash flow dimulai dari T yang merupakan tahun dimana pelaku usaha melakukan persiapan seperti mendirikan bangunan dan membeli peralatan penyulingan. 3. Proses penyulingan dilakukan selama 8 bulan dalam setahun, dengan banyaknya penyulingan 30 kali dalam satu bulan. 4. Nilai discount factor adalah 11.75 didasarkan pada kredit mikro BRI dan diasumsikan sama hingga akhir bisnis.