Pemanenan Keragaan Usahatani Akar Wangi

6.1.2.4 Pemisahan Minyak

Tahap selanjutnya yaitu tahap pemisahan minyak. Uap air dan uap minyak dicairkan dengan cara mengalirkan ke pipa yang didinginkan dengan air menggunakan alat yang disebut kondensor. Pipa yang digunakan penyuling berbetuk memanjang dan direndam dalam kolam pedingin yang berfungsi untuk mendinginkan uap sehingga terjadi pengembunan. Selanjutnya, hasil dari pendinginan uap air dan uap minyak yang berupa air dan minyak akar wangi dialirkan ke penampungan. Perbedaan bobot jenis antara kedua cairan tersebut menyebabkan keduanya terpisah dengan posisi minyak akar wangi di atas air, karena minyak akar wangi mempunyai bobot jenis yang lebih ringan.

6.1.2.5 Penampungan Minyak

Hasil sulingan minyak atsiri diteteskan ke dalam botol penampungan yang direndam di dalam air dingin. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penguapan minyak karena minyak atsiri sangat mudah menguap. Selanjutnya setelah air dan minyak terpisah, harus segera dilakukan pengambilan minyak untuk menjaga mutu dan kualitas minyak yang dihasilkan tetap bagus. Air sisa sulingan dapat dimanfaatkan kembali untuk proses penyulingan berikutnya sebab kemungkinan besar air sisa penyulingan masih mengandung minyak yang dapat diambil kembali. Sedangkan akar-akar sisa penyulingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, bahan bakar, atau produk kerajinan.

6.1.2.6 Pengemasan Minyak

Minyak akar wangi yang telah dikumpulkan lalu dikemas di dalam jerigen atau drum. Untuk pengiriman jarak dekat cukup dikemas dalam jerigen kecil berukuran 30-50 kg, sedangkan untuk pengiriman ekspor dikemas dalam drum galvanis atau drum plastic PVC tebal dilengkapi tutup dan segel. Pengisian minyak ke dalam kemasan tidak boleh terlalu penuh, sisakan 10 dari volume kemasan untuk menjaga kemungkinan terjadinya penguapan minyak yang berlebihan diakibatkan oleh suhu. Selain itu, untuk pengiriman ekspor perlu dilakukan pengujian terhadap mutu minyak akar wangi yang dihasilkan, untuk melihat apakah minyak dapat diterima dalam perdangangan internasional atau tidak. Sebagian besar penyuling di Kecamatan Samarang tidak menerapkan penyulingan dengan ketentuan yang baku atau Good Manifacturing Practices GMP dengan alasan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 14 Perbedaan Teknik Penyulingan Good Manifacturing Practices dengan Tempat Penelitian Teknik Penyulingan Good Manifacturing Practices Tempat Penelitian Penanganan bahan baku akar wangi Pecucian akar, penjemuran dan perajangan Hanya dicuci pada saat hujan, kemudian dijemur, tidak melakukan perajangan Pengisian ketel Dilakukan tahap demi tahap secara merata dan disusun dengan arah bersilang Tidak disusun dengan arah bersilang Proses penyulingan Tekanan yang baik untuk penyulingan sebesar 1-2 bar dan bahan bakar yang digunakan yaitu solar Sebagian besar tekanan penyulingan sebesar 4-5 bar dan bahan bakar yang digunakan yaitu oli bekas Pemisahan minyak Menggunakan oil separator Pemisahan tradisonal Penampungan minyak Tempat penampungan minyak direndam air agar tidak mudah menguap Sama seperti GMP Pengemasan Kemasan steanless stel atau besi galvanis, atau jerigen plastic Jerigen plastic Sumber: Data primer diolah 2014 Berdasarkan Tabel 14 di atas, terdapat beberapa teknik penyulingan yang tidak dilakukan penyuling di tempat penelitian Kecamatan Samarang sesuai dengan Good Manifacturing Practices yaitu tidak selalu dilakukan pencucian bahan baku akar wangi, penyusunan tidak dengan arah bersilang, tekanan yang digunakan tinggi dan bahan bakar menggunakan oli bekas. Sama halnya dengan petani, alasan penyuling tidak melakukan beberapa teknik penyulingan tersebut untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Pencucian bahan baku penting untuk dilakukan karena bahan baku yang tidak bersih dapat mempengaruhi rendahnya kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan. Begitu pula dengan penggunaan tekanan yang tinggi dan penggunaan bahan bakar oli bekas pada saat proses penyulingan dapat menurunkan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan.

6.2 Analisis Pendapatan Pelaku Usaha Akar Wangi di Kecamatan Samarang

Tujuan selanjutnya dalam penelitian ini adalah menganalisis pendapatan pelaku usaha akar wangi berdasarkan anggota rantai pasokan minyak akar wangi, mulai dari petani akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Komponen yang mempengaruhi tingkat pendapatan yaitu penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dan harga output tersebut, sedangkan pengeluaran merupakan penjumlahan dari biaya tetap tunai, biaya tetap diperhitungkan, biaya variabel tunai, dan biaya variabel diperhitungkan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan usaha dan pengeluaran usaha bernilai positif. Dalam penelitian ini, analisis pendapatan pelaku usahatani akar wangi yang terdapat di Kecamatan Samarang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu pendapatan petani akar wangi, pendapatan petani- penyuling akar wangi, pendapatan penyuling akar wangi, pendapatan petani- penyuling-pengumpul akar wangi dan pendapatan petani-penyuling-pengumpul- pengekspor akar wangi. Berikut ini akan dibahas mengenai pendapatan dari masing-masing pelaku usahatani akar wangi tersebut.

6.2.1 Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani Akar Wangi

Petani akar wangi berperan sebagai pemasok bahan baku dalam menghasilkan minyak akar wangi. Biaya usahatani merupakan seluruh penjumlahan pengeluaran selama masa bercocok tanam, mulai dari biaya pengolahan lahan hingga biaya pemanenan. Biaya usahatani terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Sesuai dengan namanya, biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap atu tidak dipengaruhi jumlah output, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah atau dapat dipengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Biaya tetap terbagi dua yaitu biaya tetap tunai dan biaya tetap diperhitungkan. Biaya tetap tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara langsung yang relatif tetap jumlahnya tidak dipengaruhi output yang diperoleh dan terus dikeluarkan oleh petani. Komponen biaya tetap tunai dalam usahatani akar wangi adalah pajak atas kepemilikan lahan akar wangi, dimana besarnya pajak tergantung besar luas lahan yang dimiliki petani. Kecamatan Samarang dikenakan pajak lahan sebesar Rp 50 000 per Ha per tahun. Biaya pajak lahan yang dikeluarkan oleh petani akar wangi diperoleh dari hasil perkalian antara satuan pajak per hektar dengan luas lahan yang dimiliki. Biaya tetap diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan secara tidak langsung dan jumlah yang dikeluarkan relatif tetap tidak dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Komponen biaya tetap diperhitungkan dalam usahatani akar wangi adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan. Biaya penyusutan alat dihitung menggunakan metode garis lurus berdasarkan jumlah dan harga barang yang digunakan terhadap umur ekonomis dari barang tersebut. Biaya penyusutan peralatan dihitung dalam satu musim tanam akar wangi yaitu satu tahun. Peralatan yang digunakan dalam usahatani akar wangi yaitu cangkul, golok dan hanya sebagian kecil menggunakan parang. Biaya sewa lahan dalam penelitian ini termasuk ke dalam komponen biaya tetap diperhitungkan karena keseluruhan responden yang diwawancarai memiliki lahan sendiri. Sama seperti biaya tetap, biaya tidak tetap atau biaya variabel juga terbagi dua yaitu biaya variabel tunai dan biaya variabel diperhitungkan. Biaya variabel tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh petani dan besar- kecilnya dipengaruhi oleh output yang diperoleh. Komponen biaya variabel tunai dalam usahatani akar wangi adalah biaya pupuk dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Dalam usahatani akar wangi di Kecamatan Samarang, pupuk yang digunakan hanya pupuk padat yaitu pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk NPK dan pupuk phonska. Selain biaya pupuk, komponen lain yang termasuk dalam biaya variabel tunai adalah biaya tenaga kerja luar keluarga TKLK. Di lokasi penelitian, hari kerja petani mulai dari pukul 07.00 hingga pukul 12.00 atau selama lima jam. Jumlah hari kerja petani untuk melakukan aktifitas usahatani di konversi ke jumlah HOK yaitu 8 jam, sehingga satu hari kerja di lokasi penelitian setara dengan 58 HOK. Begitu pula dengan upah selama lima jam per hari dikonversi mejadi upah per HOK. Untuk mengetahui besarnya upah per HOK dapat dilakukan dengan cara mengubah upah selama lima jam menjadi upah selama satu jam dengan cara dibagi lima, kemudian dikali delapan untuk mengetahui upah per HOK. Upah tenaga kerja pria sebesar Rp 30 000 per lima jam kerja, sehingga setelah dikonversikan menjadi Rp 48 000 per HOK. Sedangkan upah tenaga kerja