Konsep Pendapatan Usahatani Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Akar Wangi di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut

III KERANGKA PEMIKIRAN Akar wangi merupakan komoditi subsektor perkebunan yang memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap penerimaan devisa negara, karena akar wangi memiliki pangsa pasar dunia dengan harga yang cukup tinggi sebagai komoditas ekspor Indonesia. Kabupaten Garut sebagai sentra produksi tanaman akar wangi, mampu memasok 90 dari kebutuhan akan minyak akar wangi dalam negeri maupun ekspor. Kecamatan Samarang menjadi lokasi penelitian, karena merupakan daerah sentra produksi akar wangi di Kabupaten Garut. Usahatani akar wangi yang memiliki potensi yang baik untuk terus dikembangkan, ternyata mengalami penurunan produksi pada tahun 2013 di Kabupaten Garut. Permasalahan yang terjadi diduga diakibatkan oleh menurunnya permintaan minyak akar wangi, menurunnya mutu akar wangi karena pengaruh cuaca, dan harga tanaman akar wangi di tingkat pembeli sangatlah rendah, sehingga petani dan penyuling mengalami penurunan dalam memperoleh pendapatan kadangkala mengalami kerugian. Hal tersebut yang menyebabkan banyak petani berhenti menanam akar wangi dan memilih menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan, seperti tomat dan kol. Demikian masalah tersebut terjadi, maka diperlukan adanya suatu penelitian di Kabupaten Garut, dengan sampel lokasi penelitian di Kecamatan Samarang. Dalam penelitian ini dilakukan analisis deskriptif terlebih dahulu dengan cara mengidentifikasi keragaan usaha akar wangi untuk mengetahui bagaimana pola usahatani dan teknik penyulingan akar wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Pada tujuan ini, keragaan usahatani dan teknik penyulingan dibandingkan dengan Good Agriculture Practices GAP dan Good Manifacturing Practices GMP yang terdapat di text book, apakah sudah sesuai atau belum. Selain itu, dilakukan pula analisis pendapatan untuk mengetahui berapa besar keuntungan para pelaku usaha akar wangi. Pelaku usaha akar wangi di Kecamatan Samarang terdiri dari lima pelaku, yaitu petani, penyuling, petani- penyuling, petani-penyuling-pengumpul dan petani-penyuling-pengumpul- pengekspor. Penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output tanaman akar wangi menghasilkan suatu biaya cost yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha. Hasil dari produksi pelaku usaha yang dijual akan menghasilkan suatu penerimaan. Selisih penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan menjadi pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha akar wangi. Untuk pelaku usahatani akar wangi, perhitungan pendapatan dapat menggunakan analisis pendapatan saja. Sedangkan untuk menghitung pendapatan pelaku lain yang melakukan penyulingan, perhitungan pendapatan menggunakan analisis finansial cash flow. Perhitungan dengan cara tersebut dilakukan karena tingginya umur ekonomis dan harga alat penyulingan yang dimiliki pelaku usaha yang tidak fair apabila hanya dihitung menggunakan analisis pendapatan dan biaya penyusutan biasa. Untuk mengetahui besarnya pendapatan pada pelaku usaha per tahun, nilai NPV dibagi dengan umur proyek yaitu sesuai umur ekonomis alat penyuling sebesar 10 tahun. Setelah diperoleh pendapatan dari masing-masing pelaku usaha akar wangi, pendapatan tersebut dibandingkan untuk melihat pelaku usaha mana yang lebih menguntungkan dan mungkin dapat diikuti oleh pelaku usaha lain. Pada penelitian ini juga melihat kelayakan dan analisis usaha akar wangi pada masing-masing pelaku usaha. Kelayakan dilihat dari hasil kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net BC dan PP. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi terhadap kelayakan apabila dilakukan perubahan pada harga input maupun harga output dengan cara membuat beberapa skenario. Berikut adalah kerangka pemikiran operasional yang dibentuk dalam diagram alir Gambar 2.