Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa pada tahun 1993 komponen konsumsi rumah tangga konsRT memiliki akumulasi permintaan yang tinggi, yaitu sebesar
Rp. 15.855.954,16 atau 40,82 dan pembentukan modal tetap domestik bruto atau Investasi pmtb sebesar Rp.18.984.195,85 atau 48,87. Sementara konsumsi
pemerintah KonsPth memiliki akumulasi permintaan sebesar Rp. 3.487.389.91 atau 8,98 dan terakhir untuk sisa produksi barang atau jasa yang belum
dikonsumsi Stock memiliki permintaan Rp. 520.191,24 atau 1,34. Pada tahun 2000 konsumsi rumah tangga menjadi paling dominan, yaitu
mencapai 83.430.963,91 atau 55,23, baru diikuti oleh komponen Pembentukan Modal Tetap atau Investasi Pmtb dengan nilai Rp. 57.209.964,02 atau 37,87.
Sama seperti tahun sebelumnya komponen Konsumsi Pemerintah konsPth dan sisa produksi yang belum dikonsumsi stok hanya memiliki porsi 6,20 dan 0,69.
Tahun 2006 secara umum komposisi dari permintaan akhir masih sama dengan tahun 2000, yaitu komponen konsumsi rumah tangga paling dominan yaitu
mencapai Rp. 195.299.813,21 atau 46,95. Urutan kedua terbesar adalah proporsi komponen Pembentukan Modal Tetap atau Investasi pmtb dengan nilai Rp.
146.883.635,82 atau 35,31.
5.4. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian
Analisis keterkaitan bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antar sektor yang ada. Keterkaitan antar sektor perekonomian dapat dilihat dari dua sisi, yakni
dari sisi keterkaitan ke belakang backward linkages dan dari sisi keterkaitan ke depan forward linkages.
5.4.1. Keterkaitan ke Belakang Backward Linkages.
Keterkaitan ke belakang menunjukkan daya penyebaran power of dispersion, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap suatu sektor
tertentu, maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor yang menyediakan inputnya dengan kelipatan sebesar nilai multipliernya. Tabel 5.5.
menunjukkan koefisien keterkaitan ke belakang backward linkages dan urutan ranking dari 23 sektor perekonomian di DKI Jakarta.
Tabel 5.5 Koefisien Backward Linkages Provinsi DKI Jakarta Tahun 1993, 2000 dan 2006
No. Sektor
1993 2000
2006 Indeks
Rank Indeks
Rank Indeks
Rank 1
PERT 0,7810
22 0,8093
23 0,8434
23 2
PTNK 0,9526
18 0,9863
14 1,0062
10 3
IKHUT 0,8334
21 0,8398
22 0,8679
20 4
BTGL 0,7510
23 0,9867
13 0,8484
22 5
MKMN 0,9201
19 0,9861
15 1,1080
4 6
TPTK 0,9635
17 1,1139
2 0,9520
18 7
KKCT 1,0099
14 0,9292
20 0,9677
16 8
KIMOB 1,1052
4 0,9662
18 1,1018
5 9
KRKK 0,9998
15 1,0213
10 1,0468
7 10
LME 1,1508
2 1,0501
6 1,0619
6 11
KENDAL 1,1181
3 1,0399
8 1,1601
1 12
FMOR 1,0789
6 1,0214
9 0,9956
13 13
LGAB 1,0236
9 1,1141
1 1,1249
3 14
BNGN 1,1038
5 0,9716
17 0,9960
12 15
PDGN 0,8841
20 0,9089
21 0,9108
19 16
REST 0,9903
16 1,0681
5 1,0020
11 17
HOTL 1,0128
13 1,0438
7 0,8545
21 18
ANKRIM 1,0148
12 0,9658
19 0,9671
17 19
JKOM 1,0594
7 0,9913
12 0,9924
14 20
BLKAS 1,0214
10 1,0052
11 0,9777
15 21
REJP 1,0537
8 1,0911
4 1,0293
9 22
JPEM 1,0174
11 1,1109
3 1,1456
2 23
JSLN 1,1544
1 0,9790
16 1,0400
8 Sumber: Data diolah.
Besaran koefisien backward linkages BLj dapat mempunyai nilai sama
dengan 1, lebih besar 1 atau lebih kecil 1. Bila BLj = 1 hal tersebut berarti daya penyebaran power of dispersion sektor j sama dengan rata-rata penyebaran seluruh
sektor ekonomi. Bila BLj 1 hal tersebut berarti daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Terakhir, bila BLj 1 hal
tersebut berarti daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi.
Sebagai contoh, koefisien keterkaitan ke belakang backward linkages tertinggi ranking 1 pada tahun 1993 terlihat pada sektor jasa swasta JSLN dengan
angka indek backward linkages sebesar 1,1544. Angka ini berarti apabila permintaan akhir atas produk sektor jasa swasta meningkat sebesar 1 satu rupiah,
maka output semua sektor akan meningkat sebesar 1,1544 rupiah. Hal ini terjadi karena kenaikan permintaan akhir terhadap output sektor jasa swasta sebesar satu