Teori Pertumbuhan Tidak Berimbang

Hirchman 1958 yang kemudian didukung juga oleh Rostow 1960, mengajukan argumen pertumbuhan tidak berimbang unbalanced growth. Bagi Hirchman, pembangunan pada dasarnya adalah rangkaian ketidakseimbangan disequilibrium. Secara sederhana, doktrin perkembangan tidak berimbang ini menolak keharusan investasi secara besar besaran untuk memompa setiap sektor ekonomi yang memiliki pola hubungan komplementer. Dengan membuat skala prioritas investasi yang tepat, perekonomian akan berputar terus dan proyek-proyek baru yang ia sebut sebagai induced investment akan berjalan memanfaatkan eksternalitas ekonomi maupun social overhead capital dari proyek sebelumnya. Hirschman 1958 menyadari perbedaan tersebut dan menggunakannya untuk mengusulkan pola pembangunan industrial yang berbeda, yaitu suatu negara dapat mengkonsentrasikan energinya hanya untuk beberapa sektor pada tahap awal pembangunannya. Hal ini disebabkan adanya beberapa alasan, yaitu: a. Kendala sumberdaya di negara berkembang membutuhkan skala prioritas. Ke mana investasi harus dilakukan terlebih dahulu? b. Big push harus ditujukan kepada beberapa industri saja, karena itu penting merumuskan “pertumbuhan tak berimbang”. c. Selalu ada kecenderungan tak berimbang. Misalnya, beberapa sektor yang didorong investasi mungkin mengalami overcapacity, yaitu outputnya menjadi makin murah karena economies of scale. d. Akibat selanjutnya adalah peralihan investasi ke sektor hulu upstream investments. Misalnya, oversupply listrik; karena listrik makin murah, ada kebutuhan pembangkit listrik di banyak sektor yang menyedot listrik dalam jumlah besar. e. Sektor kunci keysector bagi investasi awal harus ditentukan berdasarkan kaitan industrial ke depan maupun ke belakang backward dan forward linkages. Dua tahun setelah Hirchman 1958 menerbitkan The Strategy of Economic Development, Rostow 1960 menerbitkan The Stages of Economic Growth yang bisa dikatakan sebagai pendukung doktrin pertumbuhan tidak berimbang. Seperti Hirchman, Rostow membuat sebuah idealisasi pembangunan yang bersifat self- propelling dan bertumpu pada dua sektor; tradisional dan modern. Rostow sebagai ahli sejarah ekonomi kemudian membangun konstruksi teoritik dengan menunjukkan bahwa semua negara akan berkembang dalam sebuah rentetan fase yang sama. Bagian terpenting dari teori Rostow adalah bahwa perkembangan ekonomi berlangsung dalam lima tahap; tahap masyarakat tradisional, tahap prakondisi menuju lepas landas, tahap lepas landas, tahap dorongan menuju kematangan, dan terakhir adalah tahap konsumsi massa tinggi. Rostow mengklaim bahwa teorinya tentang lima tahap perkembangan masyarakat tersebut lebih dari sebuah teori ekonomi dan sejarah masyarakat modern secara keseluruhan. Klaim tersebut berangkat dari argumen mengenai ciri masyarakat pada masing-masing tahap yang memiliki beberapa indikator ekonomi dan sosial serta budaya. Hal penting lainnya adalah sebuah kerangka besar pengganti marxisme seperti tercermin dari sub-judul bukunya; a noncommunist manifesto, sebagai tonggak baru pengganti manifesto komunis yang ditulis Marx dan Engels. Pada bagian akhir The Stages of Economic Growth, Rostow mengakui sejumlah kesamaan antara analisis tahapan pertumbuhannya dengan argumentasi Marx mengenai tahapan menuju masyarakat komunis. Beberapa yang perlu diperhatikan adalah; Pertama, Marx dan Rostow mengakui bahwa perubahan ekonomi membawa dampak pada struktur sosial dan politik; mengubah budaya dan perilaku. Kedua, sama-sama mengakui realitas adanya kepentingan kelompok dan kelas dalam proses sosial politik yang berkait dengan keuntungan ekonomi. Ketiga, keduanya melihat adanya motif-motif ekonomi dibalik formasi konflik politik. Keempat, meski memiliki struktur pemikiran yang berbeda, Marx maupun Rostow mempercayai adanya satu tujuan akhir masyarakat yang benar-benar sejahtera true affluence.

2.5. Transformasi Struktur Perekonomian

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan ekonomi biasanya disertai dengan perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktural ekonomi yang mengacu pada perubahan luas dalam jangka panjang struktur dasar, daripada output mikro atau jangka pendek dan lapangan kerja. Misalnya, ekonomi subsisten berubah menjadi ekonomi manufaktur, atau ekonomi campuran diatur adalah diliberalisasi. Sebuah perubahan struktural dalam ekonomi dunia globalisasi. Fisher 1939 dan Clark 1940 berargumentasi bahwa pola produksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan dan sumber daya dan pergeseran struktur perekonomian merupakan bagian integral dari pembangunan. Penentu utama dari pergeseran ini adalah elastisitas pendapatan dari permintaan. Barang atau sektor yang ada elastisitas pendapatan tinggi permintaan akan semakin penting sebagai pendapatan tumbuh. Negara mulai dengan produksi didominasi oleh produksi primer, maka kegiatan sekunder mulai mendominasi dan akhirnya sektor tersier mendominasi. Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur tersebut telah lama menjadi bahan kajian dalam analisis pembangunan ekonomi. Kuznet diacu dalam Tambunan 2000 mengemukakan bahwa perubahan struktur ekonomi atau umum disebut transformasi struktural dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya. Sementara menurut Chenery 1986 transformasi ekonomi kearah yang lebih modern secara umum sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan per kapita. Pengembangan perekonomian wilayah yang efektif adalah pertumbuhan ekonomi yang secara nyata mendorong skala perekonomian, pendapatan masyarakat, maupun penyerapan tenaga kerja. Untuk itulah perlu dilakukan perencanan yang tepat, agar dapat diketahui kemana sebaiknya alokasi pemanfaatan sumber dana yang ada. Hasil temuan empiris dari Kuznets 1956-1957 yang kemudian dilanjutkan oleh Chenery-Syrquin 1975 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan output dan penyerapan tenaga kerja akan semakin menurun sedangkan kontribusi sektor industri pengolahan akan semakin meningkat. Perencanaan tersebut perlu mencakup analisis untuk mengetahui sektor- sektor mana saja yang merupakan sektor-sektor unggulan, sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor kunci, bagaimana perkembangan perekonomian yang terjadi, apakah terjadi perubahan tingkat output, komponen apa kiranya yang menyebabkan perubahan tersebut, apakah terjadi perubahan struktur perekonomian, dan seberapa besar pergeseran atau perubahan struktur tersebut. Menurut Nasution 1991 transformasi struktural merupakan gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu