Analisis Dekomposisi Sumber Pertumbuhan Output

Metode dekomposisi yang dibangun oleh Chenery et al. 1975 di atas dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Akita 1991 dimulai dengan persamaan permintaan dan penawaran. Keempat faktor sebagaimana telah disebutkan sebelumnya memberikan kontribusi terhadap output yang diperoleh berdasarkan formulasi pada kondisi sistem perekonomian terbuka, dimana keseimbangan material dasar antara permintaan dan penawaran. Inilah yang menjadi kerangka dasar analisis sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu persamaan keseimbangan dalam model input output. Dalam perhitungan input output, penawaran total total supply terbagi dalam gross dometik output dan impor, sedangkan permintaan total total demand terdiri atas permintaan antara intermediate demand dan permintaan akhir final demand. Selanjutnya permintaan akhir dapat dibagi ke dalam permintaan akhir domestik domestic final demand dan ekspor. Dari persamaan model I-O 3.7 tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Chenery et al. 1985 menjadi model keseimbangan input output: X = D + W + E – M. ……………………………..…………………………….. 3.8 Dimana: X = Total Output D = Permintaan akhir domestik sector i W = Permintaan antara E = Permintaan ekspor M = Impor Jika kemudian permintaan antara W merupakan perkalian antara koefisien input output dengan total output W=AX dan M = mW+D dimana m merupakan matriks diagonal koefisien impor [rasio impor = imporpermintaan domestik total] atau Wi Di Mi m j + = , maka persamaan dapat ditulis kembali menjadi: X = D + AX + E – mD+AX. = I-mD + I-mAX + E = I-m AX+D + E………………………………...………………….. 3.9 Dengan asumsi µ = I – m µ adalah matriks diagonal penawaran domestik, maka: X = µD + µAX + E = µΑX+D + E…………………………...………...……………….... 3.10 Sistem persamaan 3.10 dapat digunakan untuk menghitung X yang dihasilkan untuk memenuhi permintaan akhir domestik dan ekspor dengan tingkat teknologi sebagaimana tergambar dalam matriks koefisien input output A dan struktur impor digambarkan dalam matriks diagonal µ; dengan persamaan: X = Ι−µΑ −1 µD + E…..………………...………...………….……..... 3.11 atau X = R µD + E……………………………...………...……………….... 3.12 Dimana B adalah Invers Leontief Domestik [R = Ι−µΑ −1 ∆X ] Persamaan 3.12 dapat digunakan untuk menghitung perubahan jumlah output bruto ∆X karena adanya perubahan permintaan akhir domestik dan ekspor serta adanya perubahan parameter struktur impor µ dan koefisien input output A. Setelah dilakukan beberapa manipulasi aljabar, perubahan gross output dapat diperoleh persamaan: = X 1 + X = R 1 µ 1 ∆D + R 1 ∆E + R 1 µ 1 ∆AX + R 1 ∆µA X + D Menurut Chenery et al. 1986, sumber-sumber pertumbuhan yang terdiri dari empat faktor penentu pada sisi kanan persamaan 3.13 bisa diidentifikasi: ……………. 3.13 R 1 µ 1 = ∆D Sebagai dampak perubahan permintaan akhir domestik R 1 = ∆E Sebagai dampak perubahan permintaan ekspor R 1 µ 1 ∆AX = Sebagai dampak perubahan permintaan antara perubahan koefisien input output perubahan teknologi R 1 ∆µA X + D = Sebagai dampak perubahan subtitusi impor. Persamaan 3.13 analogi dengan indeks harga Passche. Dekomposisi tersebut juga dapat dianalogikan dengan indeks harga Laspeyres dengan persamaan: ∆X = R µ ∆D + R ∆E + R µ ∆AX 1 + R ∆µA X +D Rata-rata hasil pengukuran metode indeks harga Passche dan Laspeyres akan digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan output sektoral di Provinsi DKI Jakarta. ………………. 3.14

IV. GAMBARAN UMUM DKI JAKARTA

4.1. Kondisi Geografis

Menurut Badan Pusat Statistik 2004 Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata lebih dari 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12 Lintang Selatan dan 106°48 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989, adalah berupa daratan seluas 661,52 km 2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km 2 Wilayah Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota Administrasi dan satu Kabupaten Administratif, yaitu: Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara masing-masing dengan luas daratan seluas 145,73 km . Wilayah DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungaisalurankanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Daerah di sebelah selatan dan timur Provinsi DKI Jakarta terdapat rawa atau setu dengan total luas mencapai 121,40 Ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Sementara itu, di wilayah Jakarta Barat masih tersedia cukup lahan untuk dikembangkan sebagai daerah perumahan. Kegiatan industri lebih banyak terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, sedangkan untuk kegiatan usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. 2 , 187,75 km 2 , 48,20 km 2 , 126,15 km 2 dan 141,88 km 2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu 11,81 km 2 Tata letak Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan pantai dan beberapa wilayah lain. Di sebelah utara membentang pantai dari barat sampai ke timur sepanjang kurang lebih 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Wilayah lain yang berbatasan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah: sebelah Selatan adalah Kota Depok, sebelah Timur adalah Provinsi Jawa Barat, sebelah Barat Provinsi Banten, dan sebelah Utara adalah Laut Jawa. . Keadaan Provinsi DKI Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7°C - 34°C pada siang hari dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C - 25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm. Tingkat kelembaban udara mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2 mdetik - 2,5 mdetik.

4.2. Kondisi Kependudukan

Jumlah penduduk DKI Jakarta selama tahun 1990-2010 cenderung terus meningkat lihat Tabel 4.1. Tahun 1990 penduduk DKI Jakarta berjumlah 8.259.266 jiwa, tahun 2000 sebesar 8.385.636, dan jumlah terakhir hasil Sensus Penduduk 2010 mencapai 9.604.329 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di DKI Jakarta tidak hanya dikarenakan tingginya tingkat kelahiran, melainkan juga dikarenakan faktor mobilitas penduduk yang terjadi terutama berasal dari luar DKI Jakarta. Di areal lahan yang tersedia di DKI Jakarta tahun 2010 dihuni oleh 9,61 juta jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2010 mencapai 14.524 jiwa per km 2 dan diperkirakan akan terus bertambah. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta masih meningkat terutama karena pengaruh daya tarik kota Jakarta sebagai pusat administrasi pemerintahan, ekonomi, keuangan maupun bisnis. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1990-2010 KabKota Administrasi Penduduk Sensus Pertumbuhan 1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010 Jakarta Selatan 1.913.084 1.789.006 2.062.232 -0,67 1,43 Jakarta Timur 2.067.213 2.353.023 2.693.896 1,30 1,36 Jakarta Pusat 1.086.568 893.198 899.515 -1,94 0,07 Jakarta Barat 1.822.762 1.906.385 2.281.945 0,45 1,81 Jakarta Utara 1.369.639 1.444.027 1.645.659 0,53 1,32 Kep. Seribu - - 21.082 - - DKI Jakarta 8.259.266 8.385.639 9.604.329 0,15 1,37 Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta. Pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan dari 0,15 persen pada periode 1990-2000 menjadi 1,37 persen pada periode 2000-2010. Hal ini bukan berarti program KB dinilai kurang berhasil, namun dengan jumlah penduduk yang sudah terlampau besar serta masuknya pendatang baru yang cenderung terus bertambah, maka pengaruh keberhasilan program KB tersebut tidak terlihat nyata hasilnya. Selama ini Pemda Provinsi DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menyusun tata ruang perkotaan yang tepat dan memikirkan bagaimana memberikan ruang hidup, makanan, air bersih, pelayanan kesehatan, obat-obatan, pendidikan,