Gambaran Umum Wilayah Penelitian

usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

4.1.2. Keadaan Ekonomi dan Demografi

Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2008 tumbuh sebesar 6,18 persen, angka ini lebih rendah bila dibanding keadaan tahun lalu yang tumbuh 6,44 persen. Sektor-sektor yang menunjukan pertumbuhan tinggi pada periode tersebut adalah sektor pengangkutan, dan komunikasi 14,96 persen; sektor bangunan 7,67 persen; dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran 6,26 persen. Jika pada tahun 2007 PDRB atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 566,45 triliun maka PDRB tahun 2008 nilainya mencapai Rp. 677,41 triliun. Sektor- sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB tahun 2008 adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 28,56 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran 20,68 persen; serta sektor industri pengolahan 15,73 persen. Ditinjau dari sisi penggunaan dari PDRB DKI Jakarta pada tahun 2008, sebanyak 54,33 persen digunakan untuk ekspor barang dan jasa, selanjutnya 54,35 persen masih digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga dan 35,79 persen untuk pembentukan modal tetap bruto. Selanjutnya, komponen tersebut pada tahun 2008 menunjukan pertumbuhan sebesar 2,62 persen; 6,75 persen; dan 8,49 persen berdasarkan tahun dasar 2000. Sementara itu porsi penggunaan PDRB untuk konsumsi pemerintah dari PDRB DKI Jakarta terlihat menunjukan peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Bila pada tahun 2007 konsumsi pemerintah adalah sebesar 5,87 persen dari PDRB DKI Jakarta maka pada tahun 2008 meningkat menjadi 7,07 persen. Angka PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Angka yang dihasilkan disini sifatnya makro karena hanya tergantung dari nilai PDRB dan penduduk pertengahan tahun tanpa memperhitungkan kepemilikan dari nilai tambah setiap sektor ekonomi yang tercipta. Pada tahun 2008 PDRB per kapita penduduk DKI Jakarta atas dasar harga berlaku naik sebesar 18,47 persen dibanding tahun sebelumnya dari sebesar Rp. 62,49 juta menjadi Rp. 74,04 juta. Namun demikian, nilai PDRB per kapita riil yang didapat oleh penduduk DKI Jakarta adalah dengan melihat nilai PDRB per kapita berdasarkan harga konstan 2000 yang nilainya meningkat dari Rp. 36,73 juta pada tahun 2007 menjadi Rp. 38,64 juta pada tahun 2008. Dari 6 wilayah kabupatenkota administrasi, PDRB menurut harga berlaku maupun harga konstan 2000 untuk tahun 2008 tertinggi dicapai oleh kota adminstrasi Jakarta Pusat, yaitu sebesar 178,56 juta dan Rp. 91,23 juta. Demikian pula distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku terhadap total PDRB untuk tahun 2008 terbesar disumbang kota administrasi Jakarta Pusat 26,19 persen dan terendah kabupaten administratif Kepulauan Seribu 0,51 persen. Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2008 berdasarkan hasil proyeksi penduduk DKI sebanyak 9,15 juta jiwa. Dengan luas wilayah 662,33 km² berarti kepadatan penduduknya mencapai 13,8 ribukm², sehingga menjadikan provinsi ini sebagai wilayah terpadat penduduknya di Indonesia. Dari jumlah tersebut penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki- laki, seperti yang tampak dari Sex Ratio yang kurang dari 100 yaitu 96,49. Sementara itu, pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk usia 10 tahun ke atas pada jenjang SLTA sekitar 30,52 persen, sementara untuk jenjang SLTP sekitar 19,61 persen dan tamat SD sekitar 19,85 persen, sedangkan jenjang AkademiUniversitas sebanyak 16,61 persen. Pertumbuhan penduduk mengalami penurunan dari 0,94 persen pada tahun 2008 menjadi 0,92 persen pada tahun 2009. Hal ini mungkin pengaruh dari semakin ditingkatkannya program KB. Selama ini pemda DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menyusun tata ruang perkotaan yang tepat dan memikirkan bagaimana memberi ruang hidup, makanan, air bersih, pelayanan kesehatan, obat-obatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan prasarana transportasi serta berbagai kebutuhan lainnya kepada penduduk DKI Jakarta. Sementara upaya transmigrasi penduduk juga terus-menerus dilakukan. Pada tahun 2008 sebanyak 105 KK atau sekitar 425 jiwa diberangkatkan ke provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bengkulu dan Sumatera Selatan dengan alokasi berturut-turut 15 KK, 15 KK, 50 KK dan 25 KK. Kegiatan penduduk usia 15 tahun ke atas dapat dibedakan menjadi Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Pada tahun 2008 jumlah Angkatan Kerja sebesar 4,77 juta orang dan Bukan Angkatan Kerja 2,18 juta orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 581 ribu orang. Kebanyakan dari mereka yang bekerja berkecimpung di sektor perdagangan, hotel, dan restoran; jasa; dan industri masing-masing sebesar 37,11 persen; 24,27 persen; dan 16,10 persen. Jika diamati berdasarkan status pekerjaannya ada sebesar 57,09 persen sebagai buruh, sementara dengan status pengusaha sebesar 22,67 persen. Tahun 2008 jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja sebanyak 31,7 ribu orang yang terbesar berada di Jakarta Timur sebanyak 18,51 ribu orang pencari kerja dan terbesar kedua di Jakarta Utara sebanyak 6,53 ribu pencari kerja.

4.1.3. Visi dan Misi Pembangunan

Adanya visi dan misi pembangunan DKI Jakarta diharapkan akan terbangun komitmen yang kuat dari pemerintah daerah maupun warga untuk bersama membangun DKI Jakarta. Di sisi lain, visi dan misi ini juga menjadi acuan dalam merumuskan program-program pembangunan baik untuk jangka pendek tahunan maupun jangka menengah lima tahunan.

4.1.3.1. Visi

“Terwujudnya Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan” Pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut: a. Jakarta sebagai ibukota negara dan kota perdagangan dan jasa hendaknya memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional. b. Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya. c. Jakarta hendaknya memiliki penataan kota dan lingkungan yang baik dan manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan.

4.1.3.2. Misi

1. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau. 2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis partisipasi masyarakat. 3. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota. 4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota. 5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik. Pemahaman terhadap misi tersebut adalah sebagai berikut: a. Untuk mampu berfungsi sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan dan jasa yang representatif, ketersediaan prasarana dan sarana kota yang memadai, efisien dan efektif mutlak diperlukan, sekaligus menjamin berlangsungnya kegiatan ekonomi dan investasi secara produktif. b. Pada dasarnya pembangunan harus diarahkan secara lebih adil dan merata, ramah lingkungan serta memberi peluang yang seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat, agar tumbuh rasa memiliki dan komitmen dalam proses pembangunan dan hasil-hasilnya. c. Menegakan supremasi hukum, keamanan, ketentraman dan ketertiban kota disadari telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan pra-kondisi bagi berlangsungnya pembangunan dan aktivitas kota yang lebih efisien dan produktif. d. Kualitas kehidupan kota yang lebih baik dan kerukunan warga kota menjadi pendorong bagi berlangsungnya berbagai aktivitas masyarakat secara lebih aman, damai, harmonis dan sinergis. e. Pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik oleh aparatur yang profesional, memiliki spirit, etos kerja dan komitmen tinggi, serta didukung sistem informasi handal, dapat lebih menjamin kinerja pemerintah dalam meningkatkan pelayanan masyarakat, menciptakan kepastian hukum, transparansi dan akuntabilitas publik.

4.2. Analisis Data dan Pembahasan

4.2.1. Analisis Shift Share SS

Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti nilai tambah dan kesempatan kerja pada dua titik periode waktu yaitu tahun 2001 dan 2008 di wilayah DKI Jakarta. Analisis ini untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di DKI Jakarta dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional. Dalam hal ini, analisis Shift Share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat perbedaan pertumbuhan skala wilayah yang lebih luas wilayah referensi maupun dalam skala wilayah yang lebih kecil. Hasil perhitungan Shift Share DKI Jakarta tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Perhitungan Shift-Share SS Struktur Perekonomian Atas Dasar Tenaga Kerja DKI Jakarta Tahun 2001-2008 Orang Lapangan Usaha G M S Y Pertanian 3.943 -2.725 -12.031 -10.813 Pertambangan, dan Penggalian 10 -8 11.369 11.372 Industri Pengolahan 94.676 -66.620 -85.080 -57.024 Listrik, Gas, dan Air Bersih 3.422 65.569 -73.304 -4.313 Bangunan 16.931 37.692 4.797 59.420 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 156.175 103.201 88.985 348.361 Pengangkutan, dan Komunikasi 38.200 76.743 -8.371 106.572 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 26.272 33.550 35.306 95.129 Jasa-jasa 103.028 48.727 69.171 220.925 Dimana komponen : G = unsur pertumbuhan nasional M = unsur bauran industri S = unsur keunggulan kompetitif Y = pertumbuhan total tenaga kerja Kebijakan otonomi daerah yang secara serentak diterapkan pada seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 2000 telah membawa warna tersendiri bagi kehidupan masyarakat di daerah termasuk di provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pusat segala bentuk aktivitas baik ekonomi, sosial politik, budaya dan lain sebagainya. Penerapan otonomi daerah selain dilatarbelakangi adanya dampak dari unsur politik oleh rezim kekuasaan yang memerintah sebelumnya, juga karena adanya motif dan faktor ekonomi yang menghendaki terciptanya kesejahteraan bagi penghidupan warga negara. Dampak yang paling signifikan dari diberlakukannya penerapan otonomi daerah bagi DKI Jakarta adalah diberikannya hak dan wewenang kepala daerah untuk mengatur dan menetapkan kebijakannya yang terkait dengan kepentingan daerah yang salah satunya dalam rangka menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat DKI Jakarta. Salah satu aspek ekonomi yang terkait secara langsung dengan kesejahteraan bagi masyarakat DKI Jakarta adalah terciptanya kesempatan kerja yang luas dan dapat dimanfaatkan oleh angkatan kerja yang tersedia. Karena dengan adanya kesempatan kerja yang luas yang dapat menampung kebutuhan pekerjaan bagi angkatan kerja tentu akan berdampak positif dalam penciptaan aktivitas dan kegiatan ekonomi selanjutya. Akan tetapi, dalam upaya penciptaan kesempatan kerja tersebut tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa melibatkan potensi dan karateristik aktivitas ekonomi yang telah melekat secara umum bagi DKI Jakarta. Dalam struktur perekonomiannya, DKI Jakarta masih didominasi oleh sektor tersier. Meskipun pada beberapa wilayah DKI Jakarta masih terdapat konsentrasi aktivitas ekonomi dalam sektor primer maupun sekunder, seperti adanya sentra florikultura, sentra perikanan, kawasan industri, dan perkampungan industri kecil PIK serta pengembangan industri lokal. Sehingga dengan demikian, pemerintah daerah DKI Jakarta pun perlu mempertimbangkan pengembangan sektor-sektor primer dan sekunder. Karena baik sektor primer, sektor sekunder maupun sektor tersier juga masih memberikan kontribusi terhadap PDRB. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yang terkait dengan perluasan kesempatan kerja adalah berdasarkan hasil analisis Shift Share yang melibatkan