ini untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di DKI Jakarta dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional. Dalam hal ini, analisis
Shift Share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat perbedaan
pertumbuhan skala wilayah yang lebih luas wilayah referensi maupun dalam skala wilayah yang lebih kecil.
Analisis ini juga menggambarkan performance kinerja perekonomian DKI Jakarta yang ditunjukan dengan shift pergeseran hasil pembangunan
perekonomian daerah bila wilayah tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional.
Analisis ini juga membandingkan laju pertumbuhan perekonomian nasional beserta sektor-sektornya yang mengamati penyimpangan-penyimpangan dari
perbandingan tersebut. Apabila penyimpangan tersebut positif, hal tersebut menandakan terdapat keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah
tersebut.
[ ]
{ }
[ ] [
]
{ }
[ ] [
]
{ }
io it
io it
io o
t io
it io
o t
io io
it
Y Y
y y
y Y
Y Y
Y y
Y Y
y y
y y
− +
− +
− =
∆ =
− 1
dimana komponen:
[ ]
{ }
1 −
o t
io
Y Y
y = unsur pertumbuhan nasional
= [G]
[ ] [
]
{ }
o t
io it
io
Y Y
Y Y
y −
= unsur bauran industri = [M]
[ ] [
]
{ }
io it
io it
io
Y Y
y y
y −
= unsur keunggulan kompetitif = [S]
Perhitungan analisis Shift Share diperoleh dengan menjumlahkan ketiga komponen diatas dan hasilnya harus sama dengan total perubahan dari data
industrisektor yang ada di daerah ∆y Bendavid 1991 yang dalam hal ini adalah DKI Jakarta.
y ∆
= Pertumbuhan total tenaga kerja DKI Jakarta selama periode t orang
io
y
= Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun awal orang
it
y
= Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun akhir orang
io
Y
= Jumlah tenaga kerja sektor i nasional di tahun awal orang
it
Y
= Jumlah tenaga kerja sektor i nasional di tahun akhir orang
o
Y
= Jumlah total tenaga kerja nasional di tahun awal orang
t
Y = Jumlah total tenaga kerja nasional di tahun akhir orang
interpretasi Bendavid 1991: -
Nilai dari tiap komponen Shift Share G+S+M dapat dijadikan acuan dalam analisis.
-
Jika nilai dari komponen Shift dari suatu sektor positif + maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor yang relatif maju dibandingkan
dengan sektor yang sama di tingkat nasional.
-
Jika pergeseran diferensial Komponen S dari suatu sektor positif + maka sektor tersebut mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sektor yang sama pada perekonomian nasional.
3.1.1.1.Evaluasi Kinerja Sektor-sektor dan Aplikasi Analisis Shift Share
Menurut Priyarsono et al. 2007, untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan 4
kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase komponen bauran industri BIij = Mij, sedangkan sumbu vertikal
merupakan persentase komponen keunggulan kompetitif KKij = Sij. Sektor perekonomian yang berada pada Kuadran I menunjukan bahwa
sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dengan keunggulan kompetitif yang baik pula sektor progresif. Adapun sektor perekonomian yang berada pada
Kuadran II menunjukan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat namun tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan baik. Untuk sektor
perekonomian yang berada pada Kuadran III menunjukan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak memiliki keunggulan kompetitif
dengan baik. Sektor perekonomian yang berada pada Kuadran IV menujukkan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban namun memiliki
keunggulan kompetitif dengan baik. Garis diagonal 45° membagi Kuadran II dan IV menjadi dua bagian. Garis tersebut merupakan garis yang menunjukan nilai
pergeseran bersih. Tiap lapangan usaha yang berada di atas garis diagonal termasuk ke dalam sektor perekonomian yang progresif dan yang berada di bawah
garis diagonal termasuk ke dalam sektor perekonomian yang tergolong lamban. Di sepanjang garis tersebut pergeseran bersih bernilai nol PB.j=0. Bagian
atas garis tersebut menunjukan PB.j0 yang mengindikasikan bahwa wilayah-
wilayahsektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif maju. Sebaliknya, di bawah garis 45º berarti PB.j0 menunjukan wilayah-wilayahsektor-sektor yang
lamban. Secara matematis nilai persentase pergeseran bersih PB sektor i di DKI
Jakarta dapat dirumuskan sebagai berikut:
i i
i
KK BI
PB +
= atau
i i
i i
i
S M
S M
PB +
= +
= dimana:
100 100
×
=
×
=
io i
i io
i i
y S
S y
M M
keterangan:
i
PB = Persentase pergeseran bersih sektor i DKI Jakarta
i
M = Persentase komponen bauran industri sektor i DKI Jakarta
i
S = Persentase komponen keunggulan kompetitif sektor i DKI Jakarta
io
y = Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun awal orang
apabila:
i
PB maka pertumbuhan sektor i DKI Jakarta termasuk ke dalam kelompok
progresif maju.
i
PB maka pertumbuhan sektor i DKI Jakarta termasuk ke dalam kelompok
lamban.
3.1.2. Model dan Analisis Location Quotient LQ
Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi Wibisono 2003. Disamping itu, LQ
adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu sektor atau subsektor ekonomi suatu wilayah tertentu Bendavid 1991. Variabel yang
digunakan dalam perhitungan basis ekonomi tersebut adalah kesempatan kerja wilayah yang dititikberatkan pada kegiatan dalam struktur ekonomi wilayah.
Teknik ini menyajikan perbandingan antara kemampuan suatu sektor baik lapangan kerja di wilayah yang sedang diteliti dengan kemampuan sektor yang
sama untuk lapangan kerja pada wilayah yang lebih luas atau yang lebih tinggi jenjangnya.
Kontribusi sektor perekonomian terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta digunakan formulasi model LQ sebagai berikut:
L L
L L
LQ
i j
ij
=
LQ
= Location Quotient
ij
L
= Kesempatan kerja sektor i DKI Jakarta orang
j
L
= Kesempatan kerja DKI Jakarta orang
i
L
= Kesempatan kerja sektor i nasional orang
L
= Kesempatan kerja nasional orang kriteria yang digunakan adalah:
- Bila LQ 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basissektor
ekspor, yang artinya bahwa sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja relatif lebih tinggi dari rata-rata nasional.
- Bila LQ 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor
nonbasissektor lokal, yang artinya bahwa sektor tersebut secara proporsional hanya mampu menyerap tenaga kerja relatif lebih rendah dari
rata-rata nasional dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja lokal.
3.1.3. Model dan Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesempatan Kerja
Untuk mengetahui pengaruh PMA, PMDN, PDRB dan suku bunga kredit terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta dispesifikasikan dalam model
penelitian yang merupakan fungsi matematis dari:
, ,
, SBK
PDRB PMDN
PMA f
KK =
Fungsi matematis di atas kemudian dianalisis dengan meregresikan variabel- variabel yang ada dengan Ordinary Least Square OLS melalui analisis regresi
linear berganda dengan Semi-Logaritma Natural dan Variabel Dummy:
e SBK
b LnPDRB
b LnPMDN
b LnPMA
b Dummy
b LnKK
+ +
+ +
+ +
=
4 3
2 1
β
KK
= Tingkat pertumbuhan kesempatan kerja orang
Dummy
= Variabel
Dummy
, dimana : 0 = Pra Otonomi Daerah
: 1 = Era Otonomi Daerah
PMA
= Tingkat penanaman modal asing rupiah
PMDN
= Tingkat penanaman modal dalam negeri US dolar
PDRB
= Tingkat produk domestik regional bruto rupiah
SBK
= Tingkat suku bunga kredit riil persen β
= Konstanta
4 3
2 1
; ;
;
b b
b b
= Koefisien variabel bebas terhadap kesempatan kerja e
= Nilai residu
3.1.3.1. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data residual atau data regresi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dengan asumsi
kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat linier tak bias terbaik BLUE. Asumsi normalitas ini diperlukan dalam penelitian yang
mempunyai tujuan untuk penaksiran dan pengujian hipotesis Suliyanto 2002. Adanya distribusi data yang tidak normal karena terdapat nilai ekstrim dalam data
yang diambil. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak maka dapat digunakan
Jarque-Bera test
dengan kriteria pengujian sebagai berikut: a.
Jika nilai
JB-hitung
nilai
X²-tabel
maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
u
1
berdistribusi normal dapat ditolak. b.
Jika nilai
JB-hitung
nilai
X²-tabel
maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
u
1
berdistribusi normal dapat diterima. 2.
Uji Multikolinearitas Apabila pada model persamaan regresi mengandung gejala multikolinieritas,
ini berarti terjadi korelasi mendekati sempurna antar variabel bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya
adalah dengan melihat nilai
Correlation Matrix
antar variabel bebas. Jika nilai
korelasi antar variabelnya cukup tinggi biasanya 0,8, maka diindikasikan ada hubungan antar variabel tersebut. Sehingga akhirnya dapat diduga terjadi
multikolinearitas. Pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien determinasi parsial, r² dengan koefisien
determinasi majemuk R² regreasi awal atau yang disebut dengan metode Klein Rule of Thumbs
. Jika r²R² maka tidak ada multikolineraitas Gujarati 1999. 3.
Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan yang terjadi diantara anggota-anggota dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu seperti pada data runtun waktu atau time series data atau yang tersusun dalam rangkaian ruang
seperti pada data silang atau coss sectional data. Jadi uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar anggota serangkaian data observasi
yang diuraikan menurut waktu time series atau ruang cross section, dengan kata lain uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 periode sebelumnya Insukindro et al. 2004. Cara
untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan menggunakan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier LM Test
dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
a. Jika nilai ObsR-squared nilai X²-tabel atau nilai Probability ObsR-
squared 0.05, maka terjadi autokorelasi.
b. Jika nilai ObsR-squared nilai X²-tabel atau nilai Probability ObsR-
squared 0.05, maka tidak terjadi autokorelasi.
3.1.3.2. Uji Dugaan Model
1. Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak Uji F-Statistik
Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya
dilakukan dengan rumus sebagai berikut Gujarati 1999:
1 1
2 2
k n
R k
R F
− −
− =
F
= Nilai F hitung
2
R = Koefisien determinan R-Square
k
= Banyaknya variabel dalam penelitian n
= Banyaknya sampel Dengan derajat kebebasan df = k-1n-1 dan tingkat keyakinan 95 atau α =
0,05. Kriteria Pengujian:
a. F hitung ≤ F tabel, artinya variabel bebas
independent variable
yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel tidak bebasnya
dependent variable
. b.
F hitung F tabel, artinya variabel bebas
independent variable
yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel tidak bebasnya
dependent variable
. 2.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial Uji t-Statistik Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut Gujarati 1999:
Sbi bi
t =
t
= Nilai t hitung
i
b
= Koefisien regresi variabel bebas ke-i
i
Sb
= Kesalahan baku regresistandar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i Dengan derajat kebebasan df = n-k dan tingkat keyakinan 95 atau α = 0,05.
Kriteria Pengujian: a.
t hitung negatif ≥ t tabel ≥ t hitung positif, artinya variabel bebas
independent variable
yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya
dependent variable
. b.
t hitung negatif ≤ t tabel atau t hitung positif ≥ t tabel, artinya varibel bebas
independent variable
yang bekerja secara parsial atau individu
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya dependent variable
.
3.2. Jenis, Sumber Data dan Definisi Operasional 3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Pusat dan DKI Jakarta yang meliputi
jumlah penduduk yang bekerja, Penanaman Modal Asing PMA, Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, Produk Domestik Regional Bruto PDRB,
tingkat bunga kredit dan data lainnya yang mendukung penelitian ini.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
1. Struktur
perekonomian dalam
penelitian ini
merupakan komposisikontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral yang mengacu
pada klasifikasi yang telah dibuat oleh Badan Pusat Statistik BPS yang terdiri dari 9 sektor , yaitu 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3.
Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Minum; 5. Bangunan; 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8.
Keuangan, Persewaan dan Asuransi; dan 9. Jasa-Jasa Lainnya. 2.
Kesempatan kerja merupakan lapangan pekerjaan yang sudah terisi oleh angkatan kerja, yaitu jumlah penduduk usia 15+ tahun yang sedang atau
sudah bekerja menurut lapangan usaha dengan satuan orang. 3.
Penanaman Modal Asing PMA merupakan pengeluaran oleh produsen swasta asing untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna
penambahan stok barang dan peralatan perusahaan yang dihitung dengan satuan US dolar.
4. Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN merupakan pengeluaran oleh
produsen swasta domestik untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna penambahan stok barang dan peralatan perusahaan yang dihitung
dengan satuan rupiah. 5.
Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi dalam suatu
wilayah dalam suatu periode tertentu. PDRB yang akan dibahas adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 yang dihitung dengan satuan
rupiah. 6.
Suku bunga kredit adalah tingkat bunga kredit riil investasi tertimbang bank umum di DKI Jakarta yang dihitung dengan satuan persen pertahun.
7. Variabel Dummy
Variabel Dummy adalah metode pengklasifikasian data yang membagi sebuah sampel menjadi beberapa subgrup berdasarkan kualitas atau atribut.
Dalam penelitian ini variabel Dummy yang digunakan adalah nilai D = 0 untuk periode pra otonomi daerah dan D = 1 untuk periode era otonomi
daerah.