menurun paling sedikit sebesar 20 persen dan bahkan sampai 30 persen. Pengecualian terjadi di Australia yang dalam delapan dasawarsa peranan
sektor pertanian bertambah besar walaupun dalam jangka waktu tersebut kemajuan ekonominya terus menerus berlangsung.
2. Di 12 negara peranan sektor industri dalam menghasilkan produk nasional
meningkat. Pada tahun-tahun awal observasi, kontribusi sektor indusri berkisar 20 sampai 30 persen dari jumlah seluruh produksi nasional. Pada
akhir observasi, peranan sektor industri meningkat mencapai 40 persen bahkan ada kalanya mencapai 50 persen dari total produksi nasional.
3. Selama masa observasi, kontribusi sektor-sektor jasa dalam pembentukan
produksi nasional tidak mengalami perubahan yang berarti dalam perubahan tersebut dan tidak konsisten sifatnya. Di Swedia dan Australia, peranannya
menurun. Di Kanada dan Jepang peranannya meningkat, dan pada kebanyakan negara peranannya tidak begitu nyata tidak siginifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penurunan peranan sektor pertanian dalam menciptakan produksi nasional diimbangi dengan kenaikan yang hampir
sama besarnya pada sektor industri. Perubahan struktur ekonomi yang digambarkan oleh Kuznets, menunjukan bahwa sektor pertanian mengalami
perkembangan produksi yang lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor industri. Tidak terdapatnya perubahan kontribusi sektor jasa
dalam produksi nasional, yang berarti perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat pertumbuhan produksi nasional.
2.7. Konsep Otonomi Daerah
Semenjak bergulirnya reformasi, masyarakat menuntut kesungguhan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh
karenanya lahir UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Selain itu, untuk mendukung kedua UU tersebut pemerintah juga telah mengesahkan 2 UU baru pada 15 Oktober 2004 yaitu UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas daerah tertentu yang berwenang
mengelola, mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sedangkan desentralisasi dan
otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, dalam penjelasan UU No. 25 Tahun 1999 dikatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah- daerah kabupaten dan kota. Dan tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan perkembangannya, konsep otonomi
daerah pada UU No. 22 Tahun 1999 mengalami penyempurnaan pada UU No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 10 ayat 3 otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut undang- undang tersebut, otonomi daerah mencakup semua bidang kecuali pada bidang-
bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Menurut tinjauan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI ada tiga
alasan pemerintah meninjau ulang pelaksanaan otonomi daerah dengan mengadakan revisi terhadap UU No. 22 tahun 1999. Ketiga alasan tersebut adalah
sebagai berikut: 1.
Kewenangan yang besar dari DPRD provinsi dan kabupatenkota sebagai akibat berubahnya DPRD yang semula merupakan bagian dari pemerintah
daerah menjadi lembaga legislatif di daerah. Praktek money politics tawar- menawar dalam memperoleh dana diantara aparat pemerintahan pun mudah
terjadi.
2. Kecenderungan banyak pemerintah kebupatenkota untuk meningkatkan
PAD Pendapatan Asli Daerah dan sumber-sumber penghasil dana dengan cara menaikkan retribusi dan pajak. Dalam jangka panjang, peningkatan
retribusi dan pajak justru akan merugikan daerah yang bersangkutan karena menyulitkan para pedagang dan pengusaha serta menjauhkan para calon
investor. Di negara maju, menaikkan pajak adalah langkah terakhir yang ditempuh pemerintah untuk menaikkan pendapatan negara karena
merugikan rakyat banyak. 3.
Adanya masalah hierarki antara pemerintah daerah pada tingkat provinsi dan tingkat kabupatenkota. Kewenangan yang besar yang diberikan kepada
kabupatenkota menimbulkan persepsi di kalangan pejabat pemerintah daerah bahwa mereka tidak lagi terikat dan tunduk kepada pemerintah pusat
tingkat provinsi. Padahal kenyataannya peran gubernur masih tetap penting dalam mengkoordinir para bupatiwalikota agar tercipta kerjasama yang baik
dan dikuranginya benturan-benturan di antara mereka. Sehingga dengan adanya revisi terhadap UU No. 22 Tahun 1999 menjadi
UU No. 32 Tahun 2004 semakin jelas untuk lebih memfokuskan pada tujuan desentralisasi dan otonomi daerah dalam konteks nasional yakni memelihara
keutuhan negara dan bangsa, melembagakan proses seleksi kepemimpinan nasional dan mempercepat pencapaian kemakmuran rakyat. Tujuan desentralisasi
dan otonomi daerah adalah untuk mewujudkan demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menciptakan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah serta melindungi hak-hak masyarakat lokal LIPI 2002 dalam Nada 2009.
2.8. Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja