Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja

2. Kecenderungan banyak pemerintah kebupatenkota untuk meningkatkan PAD Pendapatan Asli Daerah dan sumber-sumber penghasil dana dengan cara menaikkan retribusi dan pajak. Dalam jangka panjang, peningkatan retribusi dan pajak justru akan merugikan daerah yang bersangkutan karena menyulitkan para pedagang dan pengusaha serta menjauhkan para calon investor. Di negara maju, menaikkan pajak adalah langkah terakhir yang ditempuh pemerintah untuk menaikkan pendapatan negara karena merugikan rakyat banyak. 3. Adanya masalah hierarki antara pemerintah daerah pada tingkat provinsi dan tingkat kabupatenkota. Kewenangan yang besar yang diberikan kepada kabupatenkota menimbulkan persepsi di kalangan pejabat pemerintah daerah bahwa mereka tidak lagi terikat dan tunduk kepada pemerintah pusat tingkat provinsi. Padahal kenyataannya peran gubernur masih tetap penting dalam mengkoordinir para bupatiwalikota agar tercipta kerjasama yang baik dan dikuranginya benturan-benturan di antara mereka. Sehingga dengan adanya revisi terhadap UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 semakin jelas untuk lebih memfokuskan pada tujuan desentralisasi dan otonomi daerah dalam konteks nasional yakni memelihara keutuhan negara dan bangsa, melembagakan proses seleksi kepemimpinan nasional dan mempercepat pencapaian kemakmuran rakyat. Tujuan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk mewujudkan demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah serta melindungi hak-hak masyarakat lokal LIPI 2002 dalam Nada 2009.

2.8. Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja

Adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menimbulkan berbagi persoalan dan hambatan dalam upaya-upaya pembangunan yang dilakukan oleh setiap negara. Karena dengan adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan tingginya pertambahan jumlah struktur umur muda yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya jumlah tenaga kerja sedangkan negara terutama negara-negara yang sedang berkembang memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menyediakan kesempatan kerja baru. Jika hal tersebut diabaikan tentu saja adanya pertumbuhan penduduk akan menimbulkan berbagai persoalan terutama terkait pada jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Penduduk memiliki 2 peranan dalam pembangunan ekonomi. Satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran penduduk bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti bahwa tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Jadi pertambahan penduduk yang rendah tidak ada gunanya bagi pembangunan ekonomi Irawan dan Suparmoko 1992. Penduduk juga dapat dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu Penduduk Usia Kerja PUK yang di Indonesia dibatasi pada umur 15 tahun ke atas dan Penduduk Diluar Usia Kerja PDUK. Penduduk Usia Kerja PUK atau yang sering disebut tenaga kerja terdiri dari penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja labour force didefinisikan sebagai jumlah orang yang bekerja ditambah dengan jumlah orang yang menganggur atau mencari pekerjaan. Sedangkan penduduk kelompok bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja dan yang belum ingin bekerja seperti golongan orang yang sedang bersekolah, golongan ibu rumah tangga, dan golongan lainnya seperti penduduk yang cacat mental atau sebab-sebab lain sehingga tidak produktif Widodo 1990. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah satu sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Upaya pembangunan pada setiap negara selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha agar setiap penduduknya dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja bekerja atau mencari pekerjaan. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya jumlah penyerapan pasar kerja sehingga angkatan kerja yang tidak terserap merupakan masalah suatu negara karena menganggur Sitanggang 2003. Menurut Suhartono 2009, proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha biasa dipakai sebagai salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Indikator tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menunjukan struktur perekonomian suatu wilayah. Transformasi ketenagakerjaan menurut lapangan pekerjaan erat kaitannya dengan transformasi struktur produksi dan perbedaan pertumbuhan produktivitas per pekerja menurut sektor atau lapangan pekerjaan yang terjadi selama pertumbuhan ekonomi berlangsung. Perkembangan produktivitas per pekerja di suatu negara biasanya dipengaruhi oleh: 1 perkembangan stok barang modal per pekerja; 2 perkembangan mutu tenaga kerja yang tercermin pada perbaikan pendidikan, keterampilan dan kesehatan pekerja; 3 peningkatan skala unit usaha; 4 pergeseran pekerja dari kegiatan yang relatif lebih rendah produktivitasnya ke yang lebih tinggi; 5 perubahan product mix atau komposisi output pada masing-masing sektor atau subsektor; dan 6 pergeseran teknik produksi dari padat karya ke padat modal. Proses akumulasi yang terjadi selama pertumbuhan ekonomi menyebabkan antara lain timbulnya gejala: 1. Perkembangan stok barang modal per pekerja 2. Perkembangan mutu tenaga kerja yang tercermin pada perbaikan pendidikan, keterampilan dan kesehatan pekerja 3. Peningkatan skala unit usaha 4. Pergeseran pekerja dari kegiatan yang relatif lebih rendah produktivitasnya ke yang lebih tinggi Oleh karena itu, pada umumnya produktivitas pekerja pada tiap-tiap lapangan pekerjaan mengalami kenaikan. Namun demikian, karena proses akumulasi yang terjadi pada masing-masing sektor dan lapangan pekerjaan tidak terjadi dengan kecepatan yang sama, perkembangan produktivitas pada masing-masing sektor dan lapangan pekerjaan juga berbeda-beda. Proses akumulasi di sektor pertanian biasanya berlangsung lebih lambat dari sektor-sektor nonpertanian, sehingga laju pertumbuhan produktivitas di sektor tersebut menjadi lebih lambat dari sektor- sektor nonpertanian. Bersamaan dengan pergeseran yang terjadi pada struktur PDBPDRB, struktur ketenagakerjaan juga mengalami pergeseran baik menurut sektor maupun lapangan pekerjaan. Menurut sektornya, ketenagakerjaan terdiri dari sektor pertanian, industri, dan jasa. Rincian sektor dapat dilihat dari lapangan pekerjaan yang dibagi menjadi 9 sektor seperti berikut ini: 1 pertanian; 2 pertambangan, dan penggalian; 3 industri pengolahan; 4 listrik, gas, dan air bersih; 5 bangunan; 6 perdagangan, hotel, dan restoran; 7 pengangkutan, dan komunikasi; 8 keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; 9 jasa-jasa. Permintaan tenaga kerja menurut Haryani 2002, berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara keseluruhan. Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga. 1. Tingkat Upah Tingkat upah akan mempengaruhi tingi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi scale effect. Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subtitusi subtitution effect. 2. Teknologi Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuanya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Dalam menentukan permintaan tenaga kerja lebih dipengaruhi oleh kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar daripada kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller penggilingan padi akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi. 3. Produktivitas Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan 4. Kualitas Tenaga Kerja Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Mengapa demikian, karena dengan tenaga kerja yang berkualitas menyebabkan produktivitas meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja. 5. Fasilitas Modal Dalam prakteknya faktor-faktor produksi baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya non manusia seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor- faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah. Fasilitas modal yang pada umumnya disebut sebagai penanaman modal atau investasi berasal dari 2 sumber, diantaranya: a. Investasi Asing Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing PMA adalah salah suatu bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore 1997 menjelaskan bahwa PMA terdiri atas: 1. Investasi portofolio portfolio investment, yakni investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya. 2. Investasi asing langsung foreign direct investment, merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Wiranata 2004 berpendapat bahwa investasi asing secara langsung dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju seperti Amerika, modal asing khususnya dari Jepang dan Eropa Barat tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi. Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Undang-undang yang mengatur PMA di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 11 Tahun 1970 juga mengenai Penanaman Modal Asing. Di dalam UU tersebut terdapat berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan dalam paket-paket deregulasi yang berkaitan dengan investasi asing. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investor dalam menanamkan modalnya untuk berinvestasi di Indonesia guna memenuhi kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan b. Investasi Dalam Negeri Investasi Dalam Negeri biasa dikenal dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN adalah bentuk upaya dalam rangka menambah modal guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui investor dalam negeri. Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat berasal dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Upaya dalam mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi dalam negeri, meliputi pengeluaran atau pembelanjaan untuk: 1. Seluruh nilai pembelian para pengusaha dalam negeri atas barang modal dan membelanjakan untuk mendirikan industri-industri. 2. Pengeluaran masyarakat untuk mendirikan tempat tinggal. 3. Pertambahan dalam nilai stok barang-barang perusahaan yang sumber pengadaannya berasal dari modal domestik berupa bahan mentah, barang yang belum diproses dan barang jadi. Undang-undang yang mengatur PMDN di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 12 Tahun 1970 juga mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri. 6. Produksi Domestik Regional Bruto PDRB Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product, GRDP adalah total nilai atau harga pasar market price dari seluruh barang dan jasa akhir final goods and services yang dihasilkan oleh suatu perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu biasanya satu tahun. PDRB adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi aktual suatu wilayah. PDRB merupakan salah satu ukuran atau indikator yang secara luas digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi daerah regional economic performance atau kegiatan makroekonomi daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan suatu indikator untuk mengetahui dan mengukur kondisi perekonomian maupun pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Konsep PDRB dapat diartikan sebagai salah satu ukuran kemajuan dalam suatu masyarakat, karena dapat mencerminkan kemampuan atau keberhasilan masyarakat dalam memperoleh pendapatan. Disamping itu PDRB juga dapat digunakan untuk dijadikan bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat umum lainnya. 7. Suku Bunga dalam Investasi Suku Bunga adalah harga yang dibayar peminjam debitur kepada pihak yang meminjamkan kreditur untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut prinsipal dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai persentase dari prinsipal per unit waktu umumnya, setahun Fabozzi et al. 1994. Investasi yang ditanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan oleh beberapa faktor, yang antara lain: suku bunga, ekspektasi tingkat return, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat laba perusahaan, situasi politik, kemajuan teknologi dan kemudahan-kemudahan dari pemerintah Kelana dalam Rachman 2005. Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pemilik modal investor. Para investor hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanamkan return of investment, yaitu berupa persentase keuntungan netto belum dikurangi dengan suku bunga yang dibayar yang diterima lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut deposito, dan menggunakannya untuk investasi Nainggolan 2009. Suku bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan suku bunga kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan struktur kredit perbankan. Peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi Bank Indonesia 2007. Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain Nainggolan 2009.

2.7. Analisis Shift Share