BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang
Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan. Berdasarkan data
statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang 2010, luas lahan pertanian yaitu sekitar 51.906,02 ha, sedangkan luas hutan rakyat sekitar
14.338.72 ha. Melihat luas pemanfaatan lahan tersebut, berarti masyarakat lebih memilih lahannya untuk dimanfaatkan menjadi lahan pertanian.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan kayu semakin meningkat sehingga stok kayu berkurang dan harga kayu semakin mahal. Melihat keadaan
seperti itu masyarakat berpikir bahwa hutan rakyat memiliki prospek yang bagus kedepannya karena diharapkan kayu rakyat dapat memenuhi kebutuhan kayu yang
semakin meningkat. Jika dilihat dari susunan jenisnya terdapat dua pola pengelolaan hutan rakyat yang dikembangkan di Kabupaten Sumedang yaitu
hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran.
5.1.1 Hutan Rakyat Monokultur
Hutan rakyat monokultur merupakan hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman yang dikembangkan. Desa yang terpilih sebagai tempat penelitian
dengan bentuk hutan rakyat monokultur adalah Desa Naluk yang terletak di Kecamatan Cimalaka dengan luas hutan rakyat sebesar 78 ha. Hutan rakyat
monokultur ini dikembangkan diatas lahan milik pribadi. Kelompok tani hutan rakyat yang terdapat di Desa ini bernama kelompok
tani Sariwangi dengan jumlah petani hutan rakyat sebanyak 300 orang tetapi yang aktif sebagai anggota kelompok tani hanya 30 orang. Terbentuknya kelompok tani
Sariwangi ini pada tahun 1991, tetapi mulai bergerak di bidang hutan rakyat pada tahun 1999 dengan ketuanya yang bernama Bapak Nana. Pada awalnya sebelum
menjadi kelompok tani hutan rakyat, kelompok tani ini lebih menonjolkan komoditas pertaniannya yaitu vanili dan pada waktu itu ketuanya adalah Bapak
Syarif. Setelah harga vanili anjlok, kemudian kepengurusan berganti dan menjadi
perkumpulan petani hutan rakyat karena semua petani beralih ke hutan rakyat. Hal tersebut terjadi karena menurut ketua kelompok tani yaitu Bapak Nana, bahwa
harga kayu memiliki prospek yang tinggi kedepannya dan sampai saat ini tidak ada harga kayu yang turun karena harga kayu tersebut tidak tergantung pada nilai
tukar dolar dan makin bertambah harganya karena kebutuhan terhadap kayu semakin meningkat. Komoditas yang dikembangkan di hutan rakyat monokultur
yaitu mahoni, jati dan sengon. Kondisi hutan rakyat monokultur dapat dilihat pada Gambar 4.
a. Tanaman utama mahoni b. Tanaman utama jati
c. Tanaman utama sengon Gambar 4 Kondisi tanaman pada hutan rakyat monokultur.
Jenis utama yang dikembangkan di hutan rakyat ini pada awalnya adalah pohon sengon Paraserianthes falcataria. Tapi setelah pohon sengon mulai
gampang terserang oleh hama penyakit, banyak petani yang berlalih untuk menanam pohon mahoni Swietenia mahagoni karena harga jualnya lebih tinggi.
Selain itu dalam pemeliharaan lahannya tidak terlalu sulit, petani tidak perlu repot-repot untuk membersihkan lahan karena jarang rumput yang tumbuh di
bawah tegakan mahoni akibat dari tumpukan daun mahoni yang tebal bisa menghambat pertumbuhan rumput. Sehingga komoditas utama yang
dikembangkan di hutan rakyat monokultur ini adalah pohon mahoni.
5.1.2 Hutan Rakyat Campuran