5.3.2 Persepsi Petani terhadap Manfaat Sosial Hutan Rakyat
Untuk mencari persepsi petani hutan rakyat mengenai manfaat sosial dari hutan rakyat campuran dan monokultur, sama halnya dengan mencari persepsi
petani pada manfaat ekologi dengan wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi sosial dari pengelolaan hutan
rakyat monokultur dan campuran. Kemudian pertanyaan tersebut akan digunakan untuk mengukur persepsi petani mengenai manfaat sosial hutan rakyat.
Manfaat sosial yang dirasakan oleh petani lebih berupa interaksi antara petani dengan petani, petani dengan masyarakat sekitar dan petani dengan
pemerintah, dimana manfaat tersebut merupakan indikator pertanyaan untuk persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan
monokultur. Analisis nilai indikator tersebut sama dengan persepsi petani pada manfaat
ekologi, indikator tersebut dibuat skoring untuk mengetahui tingkat persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur dengan 5
kategori berdasarkan skala likert, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Berbeda dengan persepsi petani terhadap manfaat ekologi, untuk
persepsi petani terhadap manfaat sosial jumlah pertanyaan berjumlah 12 pertanyaan, dimana pertanyaan tersebut akan digunakan untuk mengukur persepsi
petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Pertanyaan tersebut ditanyakan kepada petani hutan rakyat monokultur sebanyak
30 responden dan petani hutan rakyat campuran sebanyak 30 responden, kemudian diukur nilai dari setiap pertanyaan. Pertanyaan dan nilai dari tiap
pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap manfaat sosial hutan rakyat
No. Indikator Persepsi
Nilai HR Monokultur
Nilai HR Campuran
1 Timbul rasa untuk menjaga sumberdaya alam
karena memberikan manfaat yang besar 4,57
3,90 2
Sering terjadi pertemuan atau bertatap muka langsung dengan pihak luar
2,83 2,73
3 Sering mengadakan pertemuan dengan warga
4,10 3,80
4 Banyak warga yang bekerja sebagai petani
hutan rakyat 4,33
3,70 5
Ada suatu perkumpulan resmi yang dibentuk dalam mengelola lahan
4,20 4,00
6 Ada rasa kekerabatan dengan pihak luar
4,03 3,83
7 Ada rasa kekerabatan dengan sesama warga
setempat 4,20 3,67
8 Ada pengetahuan baru dalam mengelola
tanaman 4,17 3,90
9 Adanya suatu budaya baru dalam mengelola
lahan 2,10 3,83
10 Merupakan teknologi baru
2,03 1,97
11 Pemukiman disekitar hutan bertambah
2,30 3,73
12 Padat penduduk
2,33 3,83
Terdapat tiga pertanyaan yang mempunyai nilai yang berbeda antara hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran. Pertanyaan tersebut, yaitu:
pemukiman di sekitar hutan bertambah, padat penduduk dan adanya suatu budaya baru dalam mengelola lahan. Pada hutan rakyat monokultur kedua pertanyaan
tersebut bernilai rendah, berarti keberadaan hutan rakyat tidak menyebabkan pemukiman bertambah sehingga tidak padat penduduk dan juga bukan merupakan
suatu budaya baru karena sejak dahulu pengelolaan hutan rakyat tersebut sudah ada, sedangkan pada hutan rakyat campuran pertanyaan tersebut bernilai tinggi,
berarti keberadaan hutan rakyat menyebabkan pemukiman bertambah dan akibatnya padat penduduk serta merupakan budaya baru dalam mengelola
tanaman. Hal tersebut terjadi, karena pada hutan rakyat campuran kondisi hutan
rakyat sebelum menjadi hutan rakyat merupakan sebuah lahan yang terbengkalai yang cukup luas dimana masih terdapat banyak hewan liar, sehingga masyarakat
takut untuk bermukim disana selain itu karena rumah penduduk yang jarang akibat banyak lahan yang terbengkalai dan sedikit masyarakat yang mengambil
hasil hutan. Setelah lahan tersebut dimanfaatkan menjadi hutan rakyat banyak penduduk yang bermunculan dan menetap disana karena habitat hewan liar yang
berbahaya tidak ada, yang ada hanya babi hutan, ayam hutan dan jenis hewan lain yang tidak berbahaya.
Selain itu penduduk yang mempunyai lahan pribadi yang terbengkalai, mulai memanfaatkan lahan tersebut menjadi lahan hutan rakyat, mengikuti
program yang dijalankan oleh pemerintah. Ada juga yang memanfaatkan lahannya untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman. Sehingga pengelolaan hutan rakyat
di hutan rakyat campuran tersebut merupakan budaya baru juga karena pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan hutan rakyat ada setelah adanya
program dari pemerintah untuk mengelola lahan terbengkalai menjadi hutan rakyat, akibatnya banyak petani yang tadinya hanya mengelola lahan persawahan
dan perkebunan, mulai beralih dan menjadi petani hutan rakyat juga. Berbeda dengan hutan rakyat monokultur, dari dahulu lahan hutan rakyat
tersebut sudah ada dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sehingga banyak penduduk yang menetap disana dari sejak dahulu, akibatnya tidak terjadi
pertambahan pemukiman penduduk, walaupun terjadi pertambahan hanya beberapa rumah sehingga tidak menyebabkan padat penduduk. Pengelolaan
lahannya juga bukan merupakan suatu budaya baru karena lahan sudah ada, walaupun ada hal baru yang diterapkan dalam teknik mengelola lahan tapi hal
baru tersebut tidak sepenuhnya merupakan budaya baru. Hal-hal yang dirubah hanya cara dalam mengelola lahan yang lebih baik.
Selanjutnya setelah dilakukan penilaian dari seluruh responden terhadap setiap pertanyaan, lalu dilakukan analisis tingkat persepsi dari setiap responden
untuk semua pertanyaan. Setelah dilakukan analisis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat
monokultur dan campuran yang dirasakan dari manfaat sosial berada pada kategori tinggi. Tingkat persepsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Tingkatan persepsi responden terhadap manfaat sosial pengelolaan hutan rakyat
Variabel Persepsi
Kategori HR Monokultur
HR Campuran Total
Persepsi Responden
n n Sangat Tinggi
4,20-5,00 0,00
0,00 Tinggi
3,40-4,20 15 50,00 22 73,33 61,67
Sedang 2,60-3,40
15 50,00
8 26,67
38,33 Rendah
1,80-2,60 0,00
0,00 Sangat Rendah
1,00-1,80 0,00
0,00 Total
30 100,00
30 100,00
100,00
Persepsi petani di hutan rakyat monokultur antara tingkat persepsi tinggi dengan tingkat persepsi sedang memiliki jumlah responden yang sama sebanyak
15 responden 50. Berbeda dengan hutan rakyat campuran, pada hutan rakyat campuran jumlah responden yang memiliki tingkat persepsi tinggi lebih banyak
22 responden 73,33, sehingga tingkatan untuk persepsi sosial lebih tinggi pada hutan rakyat campuran. Hal tersebut terjadi karena pada desa yang pengelolaan
hutan rakyatnya campuran manfaat sosial yang dirasakan lebih banyak dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur, terutama pemukiman di sekitar
hutan bertambah sehingga padat penduduk, akibatnya suasana desa yang dahulunya sepi menjadi ramai dan juga merupakan budaya baru dalam mengelola
tanaman. Secara umum dapat dilihat bahwa 61,67 responden mempunyai persepsi
tinggi terhadap pengelolaan hutan rakyat. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran memberikan pengaruh positif berupa manfaat
sosial yang tinggi bagi kehidupan masyarakat, manfaat tersebut berupa tingginya nilai sosial petani terhadap hutan rakyat, sesama petani, masyarakat sekitar dan
pemerintah. Nilai sosial terhadap hutan rakyat berupa rasa yang tinggi untuk menjaga keberadaan hutan rakyat karena petani beranggapan bahwa hutan jauh
lebih berharga dibandingkan dengan emas, sedangkan nilai sosial terhadap sesama petani, masyarakat sekitar dan pemerintah berupa rasa kekeluargaan yang tinggi
karena sering adanya pertemuan yang dilakukan. Dari kedua pengelolaan hutan rakyat tersebut, yaitu: pengelolaan hutan
rakyat monokultur dan campuran, mempunyai persepsi yang tinggi terhadap
manfaat ekologi dan sosial yang diberikan dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Berarti persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan
campuran dikategorikan tinggi. Pengelolaan hutan rakyat yang mempunyai persepsi tinggi berarti mempunyai persepsi positif. Menurut Rakhmat 2005,
bahwa persepsi positif dipengaruhi pula oleh ketergantungan responden terhadap hutan, sehingga hutan memiliki nilai positif di mata petani responden. Semakin
masyarakat desa hutan tergantung dengan hutan maka semakin positiflah persepsi terhadap manfaat hutan. Tingkat ketergantungan masyarakat ini dipengaruhi oleh
seberapa sering masyarakat berinteraksi dengan hutan sehingga persepsi dapat terbentuk dari pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pengelolaan hutan rakyat yang memiliki persepsi tinggi, berarti manfaat
yang dirasakan dari pengelolaan hutan rakyat berupa manfaat ekologi dan sosial tinggi. Hal ini karena petani hutan rakyat beranggapan bahwa kayu merupakan
tabungan masa depan yang lebih berharga dibandingkan dengan emas dan menjaga kelestarian hutan merupakan kewajiban yang harus dilakukan agar
kelestarian lingkungan tetap terjaga.
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi