responden terendah memiliki pendapatan Rp 6.100.000 – Rp 8.000.000tahun yaitu sebanyak 2 responden 6,67.
Pada Tabel 14 dapat dilihat juga bahwa pendapatan rumah tangga yang paling tinggi adalah pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat monokultur
dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat campuran. Hal tersebut terjadi karena faktor mata pencaharian petani, pendidikan dan jarak
ke pusat kota lebih baik pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya monokultur dibandingkan dengan desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran.
5.2.7 Luas Kepemilikan Lahan
Luas kepemilikan lahan adalah luas lahan yang dimiliki oleh responden. Pada hutan rakyat monokultur, luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh masing-
masing responden bervariasi, ditunjukkan oleh Tabel 15. Luas kepemilikan lahan antara 700-1.900 m² memiliki jumlah responden yang paling banyak, 16
responden 53,33 dan luas lahan antara 4.600-5.800 m² dan ≥ 3.500 m²
memiliki jumlah responden yang paling sedikit 1 responden 3,33. Untuk hutan rakyat campuran, luas lahan antara 3.300-4.500 m² memiliki jumlah responden
yang terbanyak 11 responden 36,67 dan luas lahan antara 2.000-3.200 m² dan ≥ 3.500 m² memiliki jumlah responden yang paling sedikit 6 responden 20.
Pada hutan rakyat monokultur lebih banyak petani yang memiliki luas lahan antara 700-1.900 m². Hal ini berarti bahwa petani pada hutan rakyat
campuran memiliki luas lahan yang lebih luas dibandingkan dengan petani pada hutan rakyat monokultur, karena lahan yang dimiliki oleh petani pada hutan
rakyat campuran merupakan lahan milik desa atau pemerintah untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar memiliki pendapatan tambahan dari hasil
hutan. Selain itu potensi lahan desa tersebut untuk dijadikan hutan rakyat luas, maka pembagian luasan untuk tiap petani cukup luas.
Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
Luas Kepemilikan
Lahan m² Petani HR Monokultur
Petani HR Campuran n
n 700-1900
16 53,33
0,00 2000-3200
10 33,33
6 20,00
3300-4500 2
6,67 11
36,67 4600-5800
1 3,33
7 23,33
≥ 5900 1
3,33 6
20,00 Total
30 100,00
30 100,00
5.2.8 Kekosmopolitan
Kekosmopolitan merupakan karakteristik petani yang termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat
campuran dan monokultur. Kekosmopolitan adalah interaksi petani dengan dunia luar. Tingkat kekosmopolitan petani ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu tinggi,
sedang dan rendah. Untuk lebih jelasnya tingkat kekosmopolitan petani pada hutan rakyat monokultur dan campuran dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan tingkat kekosmopolitan
Tingkat Kekosmopolitan
Petani HR Monokultur Petani HR Campuran
n n Tinggi
7 23,33
5 16,67
Sedang 6
20,00 6
20,00 Rendah
17 56,67
19 63,33
Total 30
100,00 30
100,00
Pada hutan rakyat monokultur jumlah responden terbanyak ada pada kategori rendah sebanyak 17 responden 56,67 dan jumlah responden yang
paling sedikit ada pada kategori sedang sebanyak 6 responden 20. Begitu juga tingkat kekosmopolitan pada hutan rakyat campuran, jumlah responden terbanyak
ada pada kategori rendah sebanyak 19 responden 63,33 dan jumlah responden terendah ada pada kategori tinggi sebanyak 5 responden 16,67. Rata-rata
tingkat kekosmopolian di kedua pengelolaan hutan rakyat tergolong rendah karena seluruh aktivitas sehari-hari petani adalah berladang ataupun mencari
rumput untuk ternak dari pagi hari sampai sore hari, sehingga tidak ada waktu untuk keluar desa. Saat sore hari ketika berada di rumah petani lebih memilih
untuk beristirahat dan menonton televisi juga tidak lama karena aktivitas
berladang membuat lelah dan tidur pun lebih awal. Selain itu karena letak desa jauh dari kota sehingga media cetak seperti koran jarang dibaca oleh petani karena
tidak ada yang berjualan koran ke desa-desa tersebut. Akibatnya interaksi dengan dunia luar pun jarang dan pengetahuan petani tentang kemajuan di dunia luar
kurang. Faktor umur juga menyebabkan tingkat kekosmopolitan rendah karena semakin tinggi umur maka kemampuan untuk membaca ataupun melihat akan
semakin kurang.
5.2.9 Kontak dengan Penyuluh