Hal ini dapat diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiarti 2011 bahwa lahan milik yang semakin luas dikelola secara maksimal dapat
memberikan keuntungan dengan menambah pendapatan sehingga akan memberikan gambaran dan pengetahuan kepada masyarakat. Oleh karena itu
persepsi petani yang tinggi pada hutan rakyat campuran lebih dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan, karena petani beranggapan jika lahannya semakin luas
maka keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak. Selain itu luas kepemilikan lahan yang dimiliki petani hutan rakyat campuran lebih luas
dibandingkan dengan petani hutan rakyat monokultur. Frekuensi bertemu petani memiliki hubungan yang kuat dan tidak searah
karena bernilai negatif dengan tingkat persepsi sebesar 57,7 dan nilai peluang α 0,0010,05 dengan selang kepercayaan 99. Hal ini berarti semakin tinggi
frekuensi bertemu dengan petani maka akan semakin rendah tingkat persepsinya, karena ketika bertemu sesama petani jarang membicarakan tentang perkembangan
pengelolaan hutan rakyat. Ketika bertemu sesama petani lebih sering membicarakan seputar masalah keluarga dan kehidupan sehari-hari. Sehingga
semakin sering bertemu, maka persepsinya akan semakin rendah karena hal yang dibicarakan tidak akan menambah pengetahuan petani tentang pengelolaan hutan
rakyat.
5.5 Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Usaha yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan total rumah tangga petani terdiri dari tiga yaitu usaha hutan rakyat, usaha tani non hutan
rakyat dan non usaha tani. Untuk hutan rakyat monokultur sumber pendapatan dari usaha hutan rakyat didapatkan dari tanaman tumpang sari dan kayu bakar.
Tanaman tumpang sari tersebut, antara lain: jeruk, kelapa, cengkeh, kacang- kacangan dan jagung. Pendapatan dari kayu untuk saat ini belum ada karena
belum ada pemanenan dari hasil kayu. Sumber pendapatan dari usaha tani non hutan rakyat didapatkan dari hasil panen padi dan sumber pendapatan dari non
usaha tani didapatkan dari usaha peternakan, pegawai negeri dan wiraswasta. Untuk hutan rakyat campuran, sumber pendapatan dari hutan rakyat hanya
didapatkan dari kayu bakarnya saja karena pohon yang ditanaman belum layak
tebang dan tanaman tumpang sari yang ditanam tidak ada karena dirusak oleh babi hutan. Sumber pendapatan dari usaha tani non hutan rakyat didapatkan dari hasil
panen padi dan kebun, sedangkan sumber pendapatan dari non usaha tani didapatkan dari usaha peternakan, pegawai negeri dan wiraswasta.
Manfaat ekonomi yang dirasakan petani dari hutan rakyat dapat dirasakan dari kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Kegiatan usaha dari hutan
rakyat untuk saat ini memberikan kontribusi paling kecil terhadap pendapatan total rumah tangga tiap petani, yaitu: 3 Rp 893.333tahun untuk hutan rakyat
monokultur dan 1 Rp 187.200tahun untuk hutan rakyat campuran dibandingkan dengan kegiatan usaha lainnya, yaitu: usaha tani non hutan rakyat
dan usaha non tani. Kegiatan yang paling besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan total rumah tangga tiap petani adalah dari kegiatan non usaha tani,
yaitu: 71 Rp 19.698.000tahun untuk hutan rakyat monokultur dan 63 Rp 10.813.333tahun untuk hutan rakyat campuran, karena pendapatannya dapat
diperoleh oleh petani tiap bulannya. Kayu dan juga tanaman tumpangsari yang berada di hutan rakyat tidak di tebang terus menerus tiap bulan ataupun tanaman
tumpangsari tidak berbuah tiap bulannya serta belum ada panen kayu rakyat untuk saat ini. Selain itu sistem penebangannya adalah tebang butuh, jadi jika kebutuhan
rumah tangga petani kurang, baru akan menebang kayu di hutan rakyat tersebut. Kondisi tersebut berbeda dengan kontribusi hutan rakyat yang sudah ada
pemanenan hasil kayunya. Berdasarkan hasil penelitian Octavianingsih 2010 di Kecamatan Nglipar, Semin, dan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta
hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar 59,93 terhadap pendapatan rumah tangga. Penelitian dari Sultika 2010 di Desa Sidamulih dan Desa Bojong,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat diperoleh hasil kontribusi dari hutan rakyat 33,02 dan hasil penelitian Firani 2011 di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat diperoleh hasil kontribusi dari hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 49,23. Dari ketiga hasil penelitian
tersebut hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani karena hasil yang diperoleh dari hutan rakyat bukan tanaman
tumpang sari dan kayu bakar saja, tetapi ada penghasilan dari kayu juga. Berbeda dengan hutan rakyat pada penelitian ini, dimana hutan rakyat hanya memberikan
kontribusi sebesar 1 - 3 karena untuk saat ini belum ada pemanenan dari hasil kayu. Persentase pendapatan petani dari tiap kegiatan dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Persentase jumlah pendapatan petani dari tiap kegiatan
Hutan Rakyat Monokultur Hutan Rakyat Campuran
Jenis Pendapatan Rata-Rata
Pendapatan Juta Rptahun
Persentase Rata-Rata
Pendapatan Juta Rptahun
Persentase Hutan rakyat
0,89 3
0,18 1
Usaha tani non hutan rakyat
7,33 26
6,23 36
Non usaha tani 19,69
71 10,81
63 Total 27,92
100 17,23
100
Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa jumlah persentase pendapatan dari hutan rakyat pada hutan rakyat campuran lebih rendah dibandingkan hutan rakyat
monokultur sebesar 1. Hal ini dapat terjadi karena meskipun pekerjaan pokok petani pada hutan rakyat campuran adalah lebih banyak bekerja dari usaha tani,
tetapi untuk kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga petani lebih mengandalkan dari kegiatan berladang dan mengelola sawah, karena umur pohon
yang ditanam di hutan rakyat baru berumur 7 tahun dan belum layak tebang, selain itu tanaman tumpang sari yang ditanam di hutan rakyat campuran habis
dirusak oleh babi hutan dan petani hanya bisa mengandalkan dari hasil penjualan kayu bakarnya saja. Selain itu bisa dilihat dari manfaat ekologi juga bahwa hutan
rakyat campuran memiliki manfaat ekologi yang lebih kecil dibandingkan hutan rakyat monokultur, sehingga pengelolaan hutan rakyat monokultur lebih baik dan
bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik juga.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1.
Persepsi petani terhadap manfaat ekologi dan sosial hutan rakyat baik yang monokultur maupun campuran ada pada kategori tinggi. Dilihat dari
persentase jumlah responden, tingkat persepsi untuk manfaat ekologi lebih besar pada hutan rakyat monokultur dan tingkat persepsi untuk manfaat sosial
lebih besar pada hutan rakyat campuran
2.
Pada hutan rakyat monokultur persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu: tingkat pendidikan dan pekerjaan sampingan
dibandingkan dengan faktor eksternal, sedangkan pada hutan rakyat campuran persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor eksternal,
yaitu: luas kepemilikan lahan dan frekuensi bertemu petani dibandingkan dengan faktor internal
3.
Dari segi ekonomi saat ini hutan rakyat masih memberikan manfaat yang kecil 3 per tahun untuk hutan rakyat monokultur dan 1 per tahun untuk
hutan rakyat campuran karena belum ada pemanenan dari hasil kayu.
6.2 Saran
1. Peningkatan koordinasi dan komunikasi antar petani hutan rakyat pada hutan
rakyat monokultur perlu ditingkatkan lagi agar tidak hanya 30 petani yang aktif dari 300 petani, sehingga perkembangan hutan rakyatnya akan semakin
meningkat 2.
Kegiatan penyuluhan perlu ditingkatkan lagi dan tidak hanya dilakukan ketika sedang ada kegiatan di hutan rakyat agar pengetahuan petani
bertambah sehingga pengelolaan hutan rakyat semakin baik dan lebih banyak lagi petani yang mengembangkan hutan rakyat sehingga kelestarian
lingkungan tetap terjaga.