pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat persepsinya karena pengetahuan yang didapat akan semakin banyak, sehingga meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia. Pada hutan rakyat monokultur tingkat pendidikan petani lebih beragam dan lebih tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran, yaitu: terdapat
beberapa responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi, sedangkan pada hutan rakyat campuran paling banyak responden tingkat pendidikannya
sekolah dasar dan tidak ada responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi. Hal ini karena keadaan perekonomian pada hutan rakyat monokultur lebih
tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran sehingga mampu melanjutkan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi.
Pekerjaan sampingan pada hutan rakyat monokultur memiliki nilai hubungan yang tidak searah karena bernilai negatif - dan hubungan yang kuat
dengan tingkat persepsi nilai koefisien korelasi sebesar 48,4 dengan nilai peluang
α 0,0000,05 pada selang kepercayaan 99. Hal ini berarti semakin banyak responden yang memiliki pekerjaan sampingan pada kegiatan non usaha
tani maka akan semakin rendah persepsinya karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya responden tidak mengandalkan hasil dari hutan rakyat, sehingga
keberadaan hutan rakyat tidak begitu berarti bagi kehidupan responden. Pada hutan rakyat campuran tidak ada faktor internal yang berpengaruh
terhadap persepsi petani, karena keberadaan hutan rakyat belum lama yaitu baru sekitar 7 tahun sehingga persepsi petani pada hutan rakyat campuran cenderung
dipengaruhi oleh faktor eksternal.
5.4.2 Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Persepsi terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi stimulus pola pikir dan pandangan seseorang yang berkaitan dengan objek atau
permasalahan tertentu atau pengalaman orang lain yang dilihatnya atau yang diketahuinya berkenaan dengan hal tersebut dan struktur sosial yang mengatur
kehidupan sosial seperti jumlah keluarga Budiarti 2011. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi terdiri dari luas kepemilikan lahan, kekosmopolitan,
kontak dengan penyuluh, frekuensi bertemu petani dan bantuan pemerintah. Luas
kepemilikan lahan dimasukan ke dalam faktor eksternal tidak ke faktor internal karena berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Budiarti 2011 bahwa
persepsi selain dipengaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor eksternal luas lahan yang memiliki pengaruh nyata terhadap pembentukan
persepsi. Faktor eksternal ini juga dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman
. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Hubungan faktor eksternal dengan persepsi petani hutan rakyat menggunakan uji Spearman
Faktor Eksternal Persepsi Petani Hutan Rakyat
HR Monokultur HR Campuran
Koefisien Korelasi
Peluang Koefisien
Korelasi Peluang
Luas kepemilikan lahan 0,224
0,234 0,639
0,000 Kekosmopolitan
-0,221 0,240
-0,018 0,924
Kontak dengan penyuluh 0,319
0,085 -0,021
0,912 Frekuensi bertemu petani -0,111
0,559 -0,577
0,001 Bantuan pemerintah
-0,189 0,317
-0,279 0,136
Keterangan : korelasi signifikan pada taraf nyata 0,01 2-tailed ; korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 2-tailed
Tabel 25 menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengujian, pada hutan rakyat monokultur tidak ada faktor eksternal, yaitu: luas kepemilikan lahan,
kekosmopolitan, kontak dengan penyuluh, frekuensi bertemu petani dan bantuan pemerintah yang mempengaruhi tingkat persepsi petani. Hal tersebut dapat terjadi
karena persepsi petani cenderung lebih terbentuk dari faktor internal dibandingkan faktor eksternal. Faktor internal ini lebih mempengaruhi pola pikir dan pandangan
petani tentang keberadaan hutan rakyat yang cukup lama. Pada hutan rakyat campuran, terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi
persepsi petani yaitu luas kepemilikan lahan dan frekuensi betemu petani. Hal ini ditunjukkan oleh nilai peluang yang diperoleh 0,05 terima H1 sehingga
terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Luas kepemilikan lahan memiliki hubungan yang kuat dan searah dengan tingkat persepsi yaitu dengan nilai
koefisien korelasi sebesar 63,8 dan nilai peluang nilai α 0,0000,05 pada
selang kepercayaan 99. Hal ini berarti semakin luas kepemilikan lahan maka akan semakin tinggi tingkat persepsinya karena manfaat yang diperoleh jauh lebih
banyak jika lahannya semakin luas.
Hal ini dapat diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiarti 2011 bahwa lahan milik yang semakin luas dikelola secara maksimal dapat
memberikan keuntungan dengan menambah pendapatan sehingga akan memberikan gambaran dan pengetahuan kepada masyarakat. Oleh karena itu
persepsi petani yang tinggi pada hutan rakyat campuran lebih dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan, karena petani beranggapan jika lahannya semakin luas
maka keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak. Selain itu luas kepemilikan lahan yang dimiliki petani hutan rakyat campuran lebih luas
dibandingkan dengan petani hutan rakyat monokultur. Frekuensi bertemu petani memiliki hubungan yang kuat dan tidak searah
karena bernilai negatif dengan tingkat persepsi sebesar 57,7 dan nilai peluang α 0,0010,05 dengan selang kepercayaan 99. Hal ini berarti semakin tinggi
frekuensi bertemu dengan petani maka akan semakin rendah tingkat persepsinya, karena ketika bertemu sesama petani jarang membicarakan tentang perkembangan
pengelolaan hutan rakyat. Ketika bertemu sesama petani lebih sering membicarakan seputar masalah keluarga dan kehidupan sehari-hari. Sehingga
semakin sering bertemu, maka persepsinya akan semakin rendah karena hal yang dibicarakan tidak akan menambah pengetahuan petani tentang pengelolaan hutan
rakyat.
5.5 Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga