Pengalaman Bertani Responden Jenis Pekerjaan Responden

hutan rakyat campuran memiliki persentase yang paling besar pada tingkat pendidikan sekolah dasar dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Selain itu pada hutan rakyat campuran tidak ada responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi. Hal ini disebabkan tingkat perekonomian petani di hutan rakyat campuran lebih rendah dibandingkan dengan petani di hutan rakyat monokultur karena lahan yang dijadikan hutan rakyat merupakan lahan desa untuk membantu masyarakat yang kekurangan dalam hal ekonomi, sedangkan pada hutan rakyat monokultur semua lahannya merupakan lahan milik pribadi. Bantuan tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian, karena dengan meningkatnya tingkat perekonomian diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat sehingga kualitas sumberdaya manusia dalam mengelola hutan akan lebih baik.

5.2.3 Pengalaman Bertani Responden

Pengalaman bertani yaitu waktu yang ditempuh oleh responden dalam melakukan kegiatan bertani dari pertama menjadi petani hingga saat ini. Pengalaman bertani merupakan salah satu karakteristik yang mempengaruhi persepsi responden, karena merupakan unsur yang ada dalam diri pribadi yang dapat menambah ilmu pengetahuan sehingga mempengaruhi seseorang dalam mengambil tindakan. Pengalaman bertani responden di hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pengalaman bertani Pengalaman Bertani tahun Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n n 15-21 11 36,67 7 23,33 22-28 9 30,00 4 13,33 29-35 6 20,00 13 43,33 36-42 3 10,00 4 13,33 ≥43 1 3,33 2 6,67 Total 30 100,00 30 100,00 Tabel 10 memperlihatkan bahwa pengalaman bertani di desa yang pengelolaan hutannya monokultur paling tinggi adalah antara 15-21 tahun berjumlah 11 responden 36,67 dan yang paling rendah jumlah respondennya ≥ 43 tahun, yaitu: sebanyak 1 responden 3,33. Di desa yang pengelolaan hutannya campuran memiliki pengalaman bertani yang berbeda dengan desa yang pengelolaan hutannya monokultur. Pada hutan rakyat campuran pengalaman bertani tertinggi ada di antara 29-35 tahun sebanyak 13 reponden 43,33 dan yang paling rendah jumlah respondennya sama dengan hutan rakyat monokultur ≥ 43 tahun sebanyak 2 responden 6,67. Perbedaan pengalaman bertani antara hutan rakyat monokultur dan campuran dapat terjadi karena pada hutan rakyat monokultur jumlah rata-rata pekerjaan pokok responden di bidang usaha tani paling kecil dibandingkan dengan hutan rakyat campuran yang jumlah pekerjaan pokok responden di bidang usaha tani jauh lebih banyak karena pada hutan rakyat campuran rata-rata responden sejak masih muda dan lajang sudah menjadi petani.

5.2.4 Jenis Pekerjaan Responden

Jenis pekerjaan responden merupakan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian. Jenis pekerjaan ini terdiri dari dua, yaitu: pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. 1. Pekerjaan Pokok Pekerjaan pokok merupakan sumber mata pencaharian pokok responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan pokok di kedua tempat penelitian ini digolongkan menjadi 4, yaitu: buruh, petani, wiraswasta dan pegawai negeri. Pekerjaan sebagai buruh, yaitu: buruh tani dan buruh serabutan. Untuk wiraswasta jenis pekerjaannya diusahakan sendiri terdiri dari usaha ternak, dagang, dan lain-lain. Pada hutan rakyat monokultur, responden yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah yang paling tinggi, yaitu: sebanyak 19 responden 63,33 dan jumlah responden yang paling rendah bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 2 responden 6,67. Pada hutan rakyat campuran jumlah responden yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah responden yang paling banyak yaitu sebanyak 28 responden 93,33 dan jumlah responden yang paling sedikit bekerja sebagai pegawai negeri yaitu sebanyak 1 responden 3,33. Tapi pekerjaan pokok sebagai petani lebih banyak dilakukan oleh responden pada hutan rakyat campuran dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan dan perekonomian pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran, sehingga masyarakatnya lebih memilih bekerja sebagai petani. Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pokok Pekerjaan Pokok Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n n Petani 19 63,33 28 93,33 Buruh 0,00 0,00 Wiraswasta 2 6,67 1 3,33 Pegawai Negeri 9 30,00 1 3,33 Total 30 100,00 30 100,00 2. Pekerjaan Sampingan Pekerjaan sampingan merupakan sumber mata pencaharian sampingan responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan ini dapat menunjang pekerjaan pokok, sehingga menambah pendapatan keluarga. Sama halnya dengan pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan di kedua tempat penelitian ini digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu: tidak ada pekerjaan, buruh, petani dan wiraswasta. Tidak semua responden memiliki pekerjaan sampingan sehingga ada penggolongan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Untuk jenis pekerjaan yang termasuk sebagai buruh sama halnya pada pekerjaan pokok yaitu buruh tani dan buruh serabutan. Jenis pekerjaan yang termasuk wiraswasta pun sama yaitu usaha ternak, dagang dan lain-lain Tabel 12. Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan sampingan Pekerjaan Sampingan Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n n Tidak ada 2 6,67 3 10,00 Petani 11 36,67 2 6,67 Buruh 11 36,67 15 50,00 Wiraswasta 6 20,00 10 33,33 Total 30 100,00 30 100,00 Tabel 12 menunjukkan bahwa pada hutan rakyat monokultur, responden terbanyak bekerja sebagai buruh dan petani yaitu sebanyak 11 responden 36,67 dan jumlah responden yang paling sedikit tidak mempunyai pekerjaan sampingan sebanyak 2 responden 6,67. Berbeda dengan pekerjaan sampingan pada hutan rakyat campuran, responden terbanyak bekerja sebagai buruh yaitu sebanyak 15 responden 50,00 dan jumlah responden yang paling rendah mempunyai pekerjaan sampingan sebagai petani sebanyak 2 responden 6,67. Pada hutan rakyat campuran, pekerjaan sampingan sebagai buruh lebih banyak dibandingkan pada hutan rakyat monokultur. Hal tersebut terjadi karena pada hutan rakyat campuran pekerjaan pokok responden lebih banyak bekerja sebagai petani, selain itu tingkat perekonomiannya lebih rendah dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur.

5.2.5 Jumlah Tanggungan Responden

Dokumen yang terkait

Kontribusi Hutan Rakyat Kemenyan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

2 53 66

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Kutoarjo Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung)

1 11 137

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Kutoarjo Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung)

1 5 7

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Sub DAS Cimanuk Hulu

0 9 15

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Wilayah Das Cimanuk Hulu

0 13 25

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Nanggung)

0 22 80

Analisis pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat studi kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

3 13 66

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Kasus di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur)

0 19 97

Analisis motivasi pemanenan kayu rakyat berdasarkan karakteristik petani hutan rakyat: kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

2 12 107

Analisis Finansial dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

2 48 142