3. Hutan rakyat agroforestry, hutan yang mempunyai bentuk usaha kombinasi
kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.
2.1.4 Peran dan Manfaat Hutan Rakyat
Retna 2001 menjelaskan bahwa pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu program andalan Departemen Kehutanan yang telah digalakkan mulai
Pelita VI yang diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut: 1.
Meningkatkan pendapatan petani sekaligus kesejahteraan hidupnya 2.
Memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan yang tidak produktif dan mengelolanya agar menjadi lahan yang subur
3. Meningkatkan produksi kayu bakar dan menyediakan kayu perkakas, bahan
bangunan dan alat rumah tangga 4.
Menyediakan bahan baku industri seperti kertas, korek api dan lain-lain. 5.
Menambah lapangan kerja bagi penduduk pedesaan 6.
Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan kualitas lingkungan demi terwujudnya kelestarian sumberdaya alam.
2.2 Konsep Persepsi
Keberadaan hutan rakyat sangat berpengaruh terhadap kehidupan petani
hutan rakyat, terutama dalam pemenuhan kehidupan hidup petani. Untuk mengetahui manfaat dari hutan rakyat tersebut, maka diperlukan persepsi dari
petani hutan rakyat. Penelitian Fitriani 2010 menjelaskan bahwa persepsi masyarakat Desa Burat terhadap hutan rakyat adalah lahan yang dikelola oleh
masyarakat untuk menopang kebutuhan hidup. Masyarakat beranggapan bahwa dengan mengusahakan hutan rakyat mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup
terlebih yang sifatnya mendesak karena kayu rakyat mudah dipasarkan dengan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pertanian. Selain itu hutan
rakyat juga dinilai sebagai salah satu upaya penyelamatan lingkungan yang berperan dalam mengatur tata air dan mencegah erosi.
Menurut Harihanto 2001, makna persepsi adalah pandangan, penilaian, interpretasi, harapan, atau aspirasi seseorang terhadap obyek. Persepsi dibentuk
melalui serangkaian proses kognisi yang diawali dengan menerima rangsangan atau stimulus dari obyek oleh indera mata, hidung, telinga, kulit, dan mulut dan
dipahami dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek yang dimaksud. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, kebutuhan, motivasi, jenis kelamin,
umur, kepribadian, kebiasaan, dan lain-lain serta sifat lain yang khas dimiliki oleh seseorang. Persepsi dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial ekonomi seperti
pendidikan lingkungan tempat tinggal dan suku bangsa. Menurut Kayam 1985 dalam Puspasari 2010 menyatakan bahwa
persepsi juga merupakan pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan
mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Selain itu Twikromo et al. 1995 menjelaskan bahwa terbentuknya
suatu persepsi tidak dapat dilepaskan dari berbagai macam proses fisik, fisiologi dan psikologi yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pengalaman masa lalu
memberikan dasar pada pemahaman, penerimaan, pandangan atau tanggapan manusia. Dengan demikian akan terbangun suatu pemikiran, keinginan, kehendak
dan cita-cita dalam alam pikiran manusia pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang kehidupan di alam kodrati. Hal tersebut akan diwujudkan dan
tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari mereka. Rahmat 2007 menjelaskan bahwa persepsi dapat berupa kesan,
penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh dan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan
suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Asngari
1984 dalam
Puspasari 2010, menyatakan proses pembentukan suatu persepsi diawali dari perolehan informasi kemudian orang tersebut
membentuk persepsi dari pemilihan atau penyaringan, kemudian informasi tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna dan akhirnya
diinterpretasikan mengenai fakta dari keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peranan penting guna
meningkatkan pengertian dan pemahaman terhadap obyek yang diamati.
Informasi yang sampai pada seseorang merupakan stimulus, kemudian diteruskan ke otak oleh syaraf sensoris, sehingga seseorang akan memahami dan menyadari
stimulus tersebut, selanjutnya orang tersebut melakukan tindakan. Menurut Calhoun dan Acocella 1990 persepsi memiliki tiga dimensi
yang menandai konsep dirinya, sebagai berikut: 1.
Pengetahuan merupakan apa yang kita ketahui atau kita anggap tahu tentang pribadi lain-wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan motif dan sebagainya
2. Penghargaan merupakan gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau
melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa
3. Evaluasi merupakan kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada
bagaimana seseorang menurut pengetahuan kita tentang mereka memenuhi pengharapan kita tentang dia.
Menurut Sadli 1976 dalam Susiatik 1988 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, sebagai berikut:
1. Faktor obyek rangsangan dengan ciri khas sebagai berikut:
a. Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subyek yang
mempengaruhi cara rangsangan tersebut dipersepsi b.
Arti emosional, yaitu sampai seberapa jauh rangsangan tertentu merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan
c. Familiaritas, yaitu pengenalan seberapa jauh rangsangan yang mengakibatkan
rangsangan tersebut dipersepsi lebih akurat d.
Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran seseorang mengenai rangsangan tersebut.
2. Faktor pribadi
Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda seperti tingkat kecerdasan, minat, emosional dan lain-lain.
3. Faktor pengaruh kelompok
Dalam suatu kelompok manusia, respons orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang.
4. Faktor latar belakang kultural
Orang dapat memberikan suatu persepsi yang berbeda terhadap obyek karena latar belakang kultural yang berbeda.
Asngari 1984 dalam Puspasari 2010 berpendapat bahwa persepsi bukan hanya dipengaruhi oleh karakteristik pengalaman masa silam, tetapi karakteristik
responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status sosial berhubungan dengan persepsi responden, karena persepsi merupakan proses
pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut. Selain itu ada faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, terutama
untuk persepsi petani hutan rakyat. Salah satu faktor tersebut adalah kekosmopolitan. Kekosmopolitan adalah keterbukaan petani pada informasi
melalui hubungan mereka dengan berbagai sumber informasi yang dibutuhkan. Kekosmopolitan individu dicirikan dengan sejumlah atribut yang membedakan
mereka dari orang lain di dalam komunitasnya, yaitu: 1 Individu tersebut memiliki status sosial, 2 Partisipasi sosial lebih tinggi, 3 Lebih banyak
berhubungan dengan pihak luar, 4 lebih banyak menggunakan media massa, 5 Memiliki lebih banyak hubungan dengan orang lain maupun lembaga yang
berada di luar komunitasnya Rogers 1989. Mosher 1987 berpendapat bahwa keterbukaan seseorang berhubungan dengan penerimaan perubahan-perubahan
seseorang untuk meningkatkan perbaikan usaha tani mereka. Menurut Agussabti 2002 perilaku petani dalam mengelola usahatani berhubungan dengan frekuensi
interaksi sesama petani. Semakin intensif mereka berinteraksi maka semakin banyak mendapatkan informasi baru untuk mengembangkan usaha taninya.
Demikian pula pendapat Pambudy 1999 bahwa keterbukaan terhadap informasi peternak berhubungan dengan perilaku mereka. Dijelaskan pula bahwa semakin
banyak media massa yang dipergunakan dan semakin banyak kontak interpersonal dalam mencari informasi maka akan semakin banyak pilihan cara-cara untuk
meningkatkan kualitas usahatani mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tingkat kekosmopolitan berhubungan dengan perilaku melestarikan hutan,
karena berkaitan dengan banyaknya informasi yang didapatkan oleh petani. Langevelt 1996 dalam Puspasari 2010 menyatakan, adanya persepsi
berakibat terhadap timbulnya motivasi, kemauan, tanggapan, perasaan, fantasi
dari stimulasi yang diterima. Namun persepsi dua orang mengenai suatu obyek yang sama dapat berbeda. Hal tersebut dapat terjadi karena tiap orang berbeda
kebutuhan, motif, minat dan lain-lain. Sedangkan Myers 1988 dalam Puspasari 2010 berpendapat, terbentuknya persepsi cenderung menurut kebutuhan, minat
dan latar belakang masing-masing. Menurut Susiatik 1998 hubungan dengan pelaksanaan kegiatan, tinggi
rendahnya tingkat persepsi seseorang atau kelompok akan mendasari atau mempengaruhi tingkat peran serta dalam kegiatan. Tingkat persepsi yang tinggi
akan merupakan dasar dukungan dan motivasi positif untuk berperan serta, begitu pula sebaliknya tingkat persepsi yang rendah atau kurang dapat merupakan
penghambat bagi seseorang atau kelompok orang untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan.
2.3 Manfaat Ekologi