menerapkan pola tanam monokultur
16
memutuskan untuk tidak menjual lahan pertaniannya. Ini disebabkan oleh lahan pertanian yang dimanfaatkan relatif
sempit dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Sekitar 26,1 persen petani yang menerapkan pola tanam monokultur
memutuskan untuk menjual hasil pertanian mereka. Sama halnya dengan petani yang menerapkan pola tanam campurtumpang sari, sebagian besar hasil pertanian
mereka juga dijual. Sedangkan sebagian kecil lagi akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Terdapat sekitar 39,1 persen petani yang
menerapkan pola tanam campur memutuskan untuk menjual sebagian besar hasil pertanian mereka.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi petani untuk menjual hasil pertaniannya, antara lain ialah: 1 lahan pertanian yang dimanfaatkan relatif lebih
luas, sehingga hasilnya berkemungkinan untuk dijual; 2 penjualan sebagian besar hasil komoditi tersebut memang dimaksudkan sebagai modalbiaya untuk
masa tanam berikutnya. Hasil dari penjualan tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk masa tanam berikutnya Tabel 19.
Tabel 19. Keputusan Penjualan Komoditas Hasil Pertanian di Kampung
Ciharashas, 2009 Penjualan Komoditas
Pertanian Pola tanam
Jumlah Monokultur
Campur F
F
Ya 6
26,1 9
39,1 15
Tidak 8
34,8 8
Total 23
5.3.2. Kampung Cibeureum Batas
Pola tanam yang umum diterapkan di Kampung Cibeureum Batas ialah pola tanam campurtumpang sari. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan pertanian
yang memang sedikit lebih kering jika dibandingkan dengan lahan pertanian yang ada di Kampung Ciharashas, sehingga berpotensi untuk menanam padi-palawija.
Terbukti sebesar 58,8 persen petani Kampung Cibeureum Batas menerapkan pola ini. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,4 persen menerapkan pola tanam
16
Padi adalah salah satu jenis tanaman yang paling banyak ditanam pada sistem penanaman monokultur. Ini dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga
sehari-hari.
monokultur atau satu jenis tanaman saja. Sementara itu, sebesar 11,8 persen petani tidak melakukan pola tanam, karena kedua responden ini merupakan buruh tani.
Sama halnya dengan Kampung Ciharashas, pada Kampung Cibeureum Batas juga tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi tanam. Dalam satu tahun,
masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas biasanya melakukan tiga kali tanam. Terdapat perbedaan dalam hal pola tanam yang diterapkan pada Kampung
Cibeureum Batas. Mereka yang dahulunya menanam dengan pola monokultur beralih ke pola tanam campurtumpang sari, dan sebaliknya Tabel 20.
Tabel 20. Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Cibeureum Batas, 2009 Pemanfaatan
Lahan Pertanian Kondisi
Dahulu Sekarang
F F
Mono 8
47,1 5
29,4 Campur
9 52,9
10 58,8
Lainnya 2
11,8 Total
17 100
17 100
Terdapat berbagai alasan yang dikemukakan oleh masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas mengenai keputusan pola tanam yang digunakan,
antara lain: 1 kemudahan untuk dijual; 2 mengikuti siklus; 3 keputusan pemilik; 4 kurangnya pasokan air; 5 lahan terlalu basah; dan 6 untuk
pemenuhan kebutuhan pangan. Keputusan masyarakat pada saat menanam dengan pola tanam tumpang sari didasarkan pada siklus atau musim yang sedang dihadapi
petani Tabel 21.
Tabel 21. Alasan Pemilihan Komoditas Pertanian Masyarakat Tani Kampung Cibeureum Batas, 2009
Pola Tanam
Mu- dah
untuk dijual
Mengi- kuti
siklus Kepu-
tusan pemilik
Pasokan air
kurang Lahan
terlalu
basah Lain
Kebu- tuhan
pangan F
F F
F F
F F
Monokultur 1 5,9
0 1 5,9
1 5,9 1
5,9 2
11,7 1
5,9 Tumpang
sari 0 10
58,8 0 0 0
Terdapat sebesar 17,6 persen petani yang menerapkan pola tanam monokultur tidak menjual hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan oleh hasil
pertaniannya hanya cukup untuk dikonsumsi sehari-hari saja dikarenakan luasan lahan pertanian yang relatif lebih sempit jika dibandingkan dengan luas sawah
yang ada di Kampung Ciharashas. Sementara itu bagi petani yang memutuskan untuk menjual sebagian besar hasil pertaniannya disebabkan oleh tuntutan hidup
agar terus dapat menghasilkan pendapatan. Bagi petani yang menerapkan pola tanam campurtumpang sari, sebagian
besar dari hasil pertanian tersebut akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari dan selanjutnya dipergunakan sebagai biaya untuk penanaman selanjutnya.
Sebesar 58,8 persen yang menerapkan pola tanam campurtumpang sari memutuskan untuk menjual hasil pertaniannya. Penjualan hasil pertanian biasanya
dilakukan sendiri oleh petani di pasar setempat, pada Hari Sabtu atau Minggu Tabel 22..
Tabel 22. Keputusan Penjualan Komoditas Hasil Pertanian Masyarakat Tani Kampung Cibeureum Batas, 2009
Penjualan Komoditas Pertanian
Pola tanam Jumlah
Monokultur Campur
F F
Ya 2
11,8 10
58,8 12
Tidak 3
17,6
3
Lainnya 2
Total 17
5.4. Hubungan Perubahan Struktur Agraria terhadap Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani