Pinjam Meminjam Modal Produksi Pertanian

Keuntungan dari usaha ini memang memakan waktu yang lama dan bergantung kepada banyaknya barang yang laku terjual. Jika sedang laku, maka bisa meraup keuntungan sebesar Rp. 600.000,00. Akan tetapi ketika pasaran sepi, maka keuntungan yang diperoleh hanya sebesar Rp. 200.000,00. Ada kalanya juga usaha mereka mogok, sehingga terkadang tidak bisa menghasilkan pendapatan. Hal ini disebabkan oleh tingkat persaingan yang tinggi diantara para pembuat sandal lainnya serta kesulitan untuk memprediksikan selera konsumen yang cepat berubah, sehingga kadang-kadang barang dagangan tidak habis terjual. Di sini, tingkat kreativitas dituntut agar dapat meraih perhatian konsumen. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat tani dalam memenuhi kebutuhannya tersebut menggambarkan bahwa sektor pertanian belum sepenuhnya menjanjikan. Petani harus kembali “memutar otak” dan “memeras keringat” kembali untuk memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan kata lain, menjadi seorang petani tidak ada untung dan ruginya, semuanya serba pas-pasan.

7.3. Pinjam Meminjam Modal Produksi Pertanian

Apabila terdapat hambatan dalam melakukan salah satu pekerjaan di atas, maka upaya lain yang dilakukan oleh masyarakat tani ialah dengan meminta pinjaman kepada keluarga dekat maupun tetangga. Tidak ada fungsi lain dari majikan bagi masyarakat tani. Hubungan diantara keduanya tidak begitu dekat, hanya sebatas atasan dan bawahan, sehingga ketika mengalami kesusahan, keluarga atau tetangga merupakan tempat mengadu terlebih dahulu. Peminjaman dilakukan ketika petani kehabisan modal untuk melakukan penanaman berikutnya dan biaya untuk membeli pupuk. Uang tersebut akan diganti setelah mendapatkan keuntungan dari hasil pertaniannya. Akan tetapi, ketika hasil panen tidak begitu memuaskan, maka biasanya uang tersebut akan diganti dengan beras atau hasil tanaman palawija. Para petani mengaku lebih nyaman untuk meminjam kepada keluarga sendiri, karena pasti hubungannya dekat dan pasti bersedia membantu. Hal ini terangkum pada pernyataan Bapak H petani penggarap: “ kalo lagi susah modal mah, biasanya pinjem sama keluarga. Nanti kalo udah panen, kita ganti. Sama aja kayak ‘gali lubang tutup lubang’. Tapi iya kalo lagi bagus. Kalo lagi jelek mah repot. Nombokin lagi yang ada. Belom lagi buat majikan, buat yang dihutangin juga. Syukur Alhamdulillah kalo keluarga mau ngerti. Tapi kadang kitanya gak enakeun.” Cara yang dilakukan untuk menghindari banyaknya pinjaman, masyarakat tani biasanya tidak memberi pupuk pada tanamannya. Baru setelah mendapatkan sedikit rezeki, pemberian pupuk dapat dilakukan. Perlakuan seperti ini biasanya berdampak pada hasil panen yang tidak memuaskan. Bulir padi yang dihasilkan kecil-kecil dan banyak yang tidak berisi atau kopong. Petani menganggap, bahwa ini lebih baik daripada terus menerus meminjam, meskipun kepada keluarga sendiri. Para petani takut, malu dan segan jika nantinya tidak bisa membayar hutang yang sudah menumpuk. Peristiwa ini terangkum ke dalam pernyataan Bapak S petani pemilik: “ malu neng, kalo minjem terus. pas lagi gak ada duit buat mupuk ya kita antepin dulu. Baru nanti kalo lagi ada uang, kita kasih pupuk. Ngaruhnya ya ke panennya ntar. Banyakan gak berisi padinya. Pada kopong. Tapi ya mau gimana lagi. ”

7.4 Ringkasan