Tabel 13.  Hubungan Sosial Antara Penggarap dan Majikan Kampung Ciharashas, 2009
Hubungan Sosial F
Kerabat luas 1
4,4 Tetanggateman
1 4,4
Orang lain 15
65,2 Lainnya
6 26
Total 23
100
Tanaman  yang  biasanya  disakapkan  ialah  padi.  Sementara  pada  saat penggarap menanam palawija, tidak melakukan pembagian hasil yang diterapkan
pada  saat  menanam  padi.  Hal  ini  disebabkan  oleh  kesulitan  untuk  melakukan perhitungan  pada  berbagai  jenis  tanaman  palawija  yang  ditanam.  Pada  saat
menanam palawija, penggarap cukup memberikan hasil pertanian seikhlasnya saja kepada majikan.
5.2.2. Kampung Cibeureum Batas
Sama  halnya  dengan  Kampung  Ciharashas,  pada  Kampung  Cibeureum Batas  juga  terjadi  perubahan  dalam  hal  penguasaan  lahan.  Di  lain  sisi,  terjadi
peningkatan  bagi  petani  yang  sama  sekali  tidak  menguasai  ataupun  memiliki lahan  pertanian.  Terjadinya  perubahan  penguasaan  lahan  pertanian  tersebut
disebabkan  oleh  aktivitas  menjual  lahan  pertanian,  baik  yang  dilakukan  oleh petani yang bersangkutan ataupun pihak majikan Tabel 14.
Tabel 14. Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Kampung Cibeurem Batas, 2009
Penguasaan Luas Lahan ha
Dahulu Sekarang
F F
Tidak menguasai lahan pertanian 2
11,8 Sempit: 0,01-0,49
16 94,1
15 88,2
Sedang: 0,5-0,99 1
5,9
Total 17
100 17
100
Berbeda  dengan  Kampung  Ciharashas,  pada  Kampung  Cibeureum  Batas hanya  ditemukan  tiga  pola  penguasaan  lahan  pertanian,  yaitu:  1  milik  saja;  2
milik  dan  menggarap,  dan;  3  menggarap  saja.  Berbeda  dengan  dahulunya, dimana  pola  penguasaan  lahan  pertanian  hanya  milik  dan  menggarap  saja.  Pola
penguasaan  dengan  “memiliki  saja”  lebih  banyak  ditemukan  daripada  pola  yang lainnya.  Terjadinya  perubahan  pola  penguasaan  lahan  pertanian  yang  lebih
beraneka  ragam  disebabkan  oleh  perubahan  penguasaan  lahan  pertanian  sebagai akibat  pemberian  kesempatan  menggarap  oleh  penduduk  yang  bertempat  tinggal
di luar Mulyaharja dan konsekuensi dari aktivitas menjual lahan pertanian Tabel 15.
Perbedaan yang dapat diambil dari kedua kampung ini ialah, bahwa pada Kampung  Ciharashas  penguasaan  dengan  pola  “menggarap  saja”  lebih  banyak
ditemukan.  Ini  berbeda  dengan  Kampung  Cibeureum  Batas,  dimana  penguasaan dengan  pola  “milik  saja”  lebih  mendominasi.  Kedua  fenomena  ini  jelas
menggambarkan  bahwa  pada  Kampung  Ciharashas,  hanya  sedikit  sekali ditemukan petani pemilik karena lahan pertanian telah dikuasai oleh pihak swasta.
Sebaliknya,  pada  Kampung  Cibeureum  Batas  masih  banyak  ditemukan  petani pemilik.  Hal  ini  disebabkan  oleh  lahan  pertanian  mereka  yang  terletak  diantara
permukiman penduduk, sehingga tidak terkena plotan pengembangan.
Tabel 15. Keterangan Penguasaan Pertanian di Kampung Cibeureum Batas, 2009 Uraian
Dahulu Sekarang
F F
Milik saja 11
64,7 8
47,1 Milik dan menggarap
1 5,9
Menggarap saja 6
35,3 6
35,3 Lainnya tidak menguasai
2 11,7
Total 17
100 17
100
Pola  hubungan  produksi  penggarapan  yang  ditetapkan  di  Kampung Cibeureum  Batas  ialah  sistem  bagi  hasil.  Terdapat  berbagai  macam  bentuk  pola
bagi  hasil  yang  diterapkan  di  kampung  ini,  antara  lain:  a    pertilumertelu  atau 70:30.  Sebesar  70  persen  diperuntukkan  bagi  petani  penggarap  dan  30  persen
lainnya  diperuntukkan  bagi  petani  pemilik;  b  parapatmerapat  atau  75:25. Sebesar  75  persen  diperuntukkan  bagi  petani  penggarap  dan  25  persen  lainnya
diperuntukkan  bagi  petani  pemilik.  c  maro  atau  50:50.  Sebesar  50  persen diperuntukkan  bagi  petani  pemilik  dan  50  persen  lainnya  diperuntukkan  bagi
petani  penggarap.  d  80:20,  petani  pemilik  mendapatkan  20  persen  hasil pertanian  sementara  petani  penggarap  mendapatkan  80  persen  hasil  pertanian.
Penetapan  hubungan  produksi  ini  merupakan  hasil  musyawarah  diantara  kedua belah  pihak.  Sistem  pembagian  hasil  yang  umumnya  diterapkan  ialah
pertilu mertelu atau 70:30.
Apabila  menerapkan  pembagian  mertelu  atau  70:30  dan  merapat  atau 75:25, maka: 1 akan dilakukan perhitungan biaya produksi sebelum pembagian
hasil,  jika  biaya  produksi  ditanggung  oleh  penggarap;  dan  2  tidak  melakukan perhitungan  biaya  produksi,  jika  biaya  produksi  ditanggung  oleh  pemilik.  Jika
menerapkan  pembagian  maro  atau  50:50,  semua  biaya  poduksi  akan  ditanggung oleh  penggarap  dan  tidak  melakukan  perhitungan  biaya  produksi  pada  saat
pembagian  hasil.  Sedangkan  jika  menerapkan  pembagian  80:20,  semua  biaya binih
,  pupuk,  dan  sewa  alat  pertanian  ditanggung  oleh  pemilik.  Sama  halnya dengan  Kampung  Ciharashas,  inti  dari  kesepakatan  dari  kedua  belah  pihak  ini
berkenaan dengan besaran pembagian hasil dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh salah satu pihak. Pemilik berkewajiban untuk menyediakan lahan pertanian.
Sedangkan penggarap berkewajiban untuk menggarap lahan. Ditemukan  perbedaan  dan  persamaan  pola  bagi  hasil  antara  Kampung
Ciharashas  dan  Cibeureum  Batas.  Pola  bagi  hasil  yang  umumnya  ditetapkan  di kedua  kampung  ini  ialah  mertelu  atau  70:30.  Perbedaannya  terletak  pada  masih
ditemukannya  pola  bagi  hasil  50:50  atau  maro.  Petani  penggarap  yang menggunakan pola ini tidak berniat untuk mengubahnya menjadi 70:30 meskipun
pendapatan yang diperoleh sedikit. Ini didasarkan pada sikap pasrah yang dimiliki petani, bersyukur akan apa saja yang diperoleh.
Terdapat  tiga  tipe  hubungan  sosial  antara  majikan  dan  penggarapnya, antara lain: 1 kerabat luas; 2 keluarga inti, dan; 3 orang lain. Hubungan sosial
yang  terjalin  diantara  petani  pemilik  dan  penggarap  masing-masing  sebesar  5,88 persen  merupakan  keluarga  luas  dan  keluarga  inti.  Sedangkan  52,94  persen
lainnya merupakan orang  lain,  yang  dalam  hal  ini  ialah  majikan  yang  bertempat tinggal  diluar  Mulyaharja.  Keterangan  “lainnya”,  merupakan  gabungan    dari
petani yang menggarap lahan pertaniannya sendiri dan buruh tani Tabel 16.
Tabel 16.  Hubungan Sosial Penggarap dan Majikan Kampung Cibeureum Batas, 2009
Hubungan Sosial F
Keluarga inti 1
5,88 Kerabat luas
1 5,88
Orang lain 6
35,29 Lainnya
9 52,94
Total 17
100
Sama  halnya  dengan  Kampung  Ciharashas,  penetapan  sistem  bagi  hasil penyakapan
ini  hanya  digunakan  ketika  petani  menanam  padi.  Sementara  ketika petani  menanam  palawija,  tidak  mempergunakan  sistem  bagi  hasil.  Petani
biasanya memberikan seikhlasnya kepada petani pemilik. Hal ini disebabkan oleh kesulitan melakukan perhitungan pada saat panen.
5.3 Pemanfaatan Lahan