Kampung Cibeureum Batas Pemilikan Lahan Pertanian 1. Kampung Ciharashas

berasal dari tetanggateman dan dari kerabat luas. Pemilihan penggarap ini berdasarkan unsur kepercayaan dari petani pemilik kepada penggarapnya Tabel 5. Tabel 5. Penggarap Lahan Pertanian Kampung Ciharashas, 2009 Pihak yang Menggarap Lahan Pertanian F Sendiri 6 75 Kerabat luas 1 12,5 Tetanggateman 1 12,5 Jumlah petani pemilik 8 100 Terdapat dua alasan yang dikemukakan oleh petani pemilik Ciharashas tentang kebijakan untuk memakai penggarap. yaitu: 1 keinginan untuk membantu, dan; 2 faktor umursudah tua, sehingga tidak dapat mengurus lahan pertanian. Pola hubungan produksi yang biasanya digunakan di kampung ini ialah bagi hasil. Kedua petani pemilik yang menggunakan penggarap menerapkan sistem ini. Untuk besaran bagian yang diperoleh, merupakan hasil kesepakatan diantara kedua pihak yang bersangkutan. Hubungan sosial diantara petani pemilik dan penggarap biasanya masih merupakan kerabat luas dan tetanggateman, sehingga hubungan diantara keduanya cukup dekat. Kedekatan ini sangat membantu penggarap ketika mengalami kesulitan biaya tunaimodal ketika akan menanam kembali. Mereka bisa meminta bantuan kepada majikannya. Beda halnya dengan penggarap yang mengolah lahan pertanian milik orang lain yang bertempat di luar Ciharashas, hubungannya dengan majikan tidak begitu dekat.

5.1.2. Kampung Cibeureum Batas

Terdapat empat jenis struktur sosial petani yang ditemukan di Kampung Cibeureum Batas, yaitu: petani pemilik, petani penggarap, petani pemilik- penggarap dan buruh tani. Hal ini berbeda dengan dahulunya, dimana hanya ditemukan dua jenis petani di kampung ini, yaitu petani pemilik dan buruh tani. Munculnya petani pemilik-penggarap disebabkan oleh pemberian kesempatan menggarap oleh orang lain yang bertempat tinggal di luar Kampung Cibeureum Batas. Adapun peningkatan buruh tani disebabkan oleh aktivitas menjual lahan pertanian itu sendiri Tabel 6. Tabel 6. Jenis Petani Kampung Cibeureum Batas, 2009 Keterangan Dahulu Sekarang F F Petani Pemilik 11 64,7 8 47,1 Petani Pemilik-Penggarap 1 5,8 Petani penggarap 6 35,3 6 35,3 Buruh tani 2 11,8 Total 17 100 17 100 Lahan pertanian yang saat ini dimiliki oleh petani pemilik Kampung Cibeureum Batas mayoritas merupakan harta warisan dari kedua orang tua. Hal ini tergambar melalui lima dari sembilan petani pemilik yang ditemukan di Kampung Cibeureum Batas atau sebesar 55,6 persen memperoleh lahan pertaniannya dengan cara warisan. Sementara itu sebesar 22,2 persen lainnya memperoleh lahan pertanian dengan cara jual-beli. Sisanya, yaitu masing-masing sebesar 11,1 persen memperoleh lahan pertanian dengan cara warisan dan jual- beli serta gadai. Kondisi awal lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas sudah berbentuk lahan tergarapsawah Tabel 7. Tabel 7. Cara Perolehan Lahan Petani Pemilik Cibeureum Batas, 2009 Cara Perolehan Lahan F Jual-beli 2 22,2 Warisan 5 55,6 Warisan dan jual beli 1 11,1 Gadai 1 11,1 Jumlah Petani pemilik 9 100 Status hukum lahan pertanian yang ada di Kampung Cibeureum Batas beraneka ragam bentuknya. antara lain: 1 tanah milik; tanpa surat, 2 tanah miliksurat desa, 3 tanah milik; segel, 4 tanah milik; segel dan surat desa. Aspek legalitas segel setingkat lebih tinggi daripada surat bukti kepemilikan dari kelurahandesa setempat. Mayoritas status hukum yang dimiliki oleh petani pemilik Kampung Cibeureum Batas ialah surat desa, yaitu berupa catatan riwayat pemilikan lahan pertanian di Kantor DesaKelurahan setempat atau yang lazim disebut dengan Letter-C Tabel 8. Tabel 8. Status Hukum Lahan Petani Pemilik Kampung Cibeureum Batas, 2009 Status Hukum Lahan Petani Pemilik F Tanah milik; tanpa surat 1 11,1 Tanah milik; surat desa 5 55,6 Tanah milik; segel 2 22,2 Tanah milik; segel surat desa 1 11,1 Jumlah petani pemilik 9 100 Perubahan pemilikan luasan pertanian ini disebabkan oleh aktivitas menjual lahan yang dimiliki. Penjualan tersebut disebabkan beberapa faktor pendukung, yaitu: 1 lokasi lahan yang terletak relatif jauh dari rumah, mengakibatkan pantauan terhadap perkembangan tanaman terhambat; 2 kondisi lahan yang kurang produktif, sehingga hasil pertanian tidak begitu memuaskan; 3 pemenuhan kebutuhan yang mendesak, dan 4 lokasi lahan pertanian yang dimiliki terkena proyek pengembangan pembangunan, sehingga pada akhirnya terpaksa menjual lahan. Sebagai dampaknya, terjadi peningkatan petani tunakisma, dari 35,3 persen menjadi 47,1 persen. Akan tetapi, pada dasarnya tidak terjadi perubahan luasan lahan yang begitu signifikan oleh petani pemilik Cibeureum Batas. Tabel 9. Tabel 9. Perubahan Pemilikan Lahan Pertanian Cibeureum Batas, 2009 Luas Pemilikan ha Dahulu Sekarang F F Tunakisma: 0 6 35,3 8 47,1 Sempit: 0,01-0,49 11 64,7 9 52,9 Total 17 100 17 100 Mayoritas petani pemilik Kampung Cibeureum Batas menggarap sendiri lahan pertaniannya, yaitu sebesar 77,8 persen dan 22,2 persen lainnya menggunakan penggarap yang berasal dari keluarga sendirikeluarga inti sebesar dan kerabat luas. Pemilihan penggarap yang berasal dari keluarga sendiri dilatarbelakangi oleh rasa percaya pada keluarga sendiri jika dibandingkan dengan orang lain Tabel 10. Tabel 10. Penggarap Lahan Pertanian Kampung Cibeureum Batas, 2009 Pihak yang Menggarap Lahan Pertanian F Sendiri 7 77,8 Keluarga inti 1 11,1 Kerabat luas 1 11,1 Jumlah petani pemilik 9 100 Hubungan sosial yang terjalin diantara petani pemilik dan penggarap Kampung Cibeureum Batas masih merupakan keluarga inti dan kerabat luas. Ini berarti diantara pemilik dan penggarap memiliki hubungan yang dekat. Sehingga ketika penggarap mengalami kesulitan untuk menanggulangi biaya produksi, maka para petani sering meminta bantuan kepada pemiliknya, yang masih keluarganya sendiri. Terdapat dua alasan yang dikemukakan petani pemilik Cibeureum Batas ketika mengambil keputusan untuk melimpahkan pengusahaan lahan kepada orang lain, antara lain: 1 tidak sempat mengurus, dan; 2 kebutuhan mendesak 15 . Pola hubungan produksi yang biasanya diterapkan dalam penggarapan ialah bagi hasil. Sistem gadai juga masih ditemukan di kampung ini. Pola ini diterapkan apabila pemilik lahan yang bersangkutan membutuhkan uang dalam waktu yang cepat, tetapi dengan tidak menjual lahannya. Lahan tersebut dilimpahkan kepada orang lain. Hasil pertaniannya akan dinikmati oleh pemilik sementara lahan tersebut. Apabila pemilik sebenarnya tidak mampu mengambalikan uang dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka lahan tersebut biasanya akan menjadi milik sah pemilik sementara. Kedua petani pemilik yang menggunakan penggarap menerapkan pola hubungan produksi sistem bagi hasil dan gadai.

5.2. Penguasaan Lahan