Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian

sumberdaya antar sektor penggunaan. Akibat struktur transformasi perekonomian yang mengarah pada semakin meningkatnya peranan sektor non-pertanian, menyebabkan terjadinya komposisi, besaran dan laju penggunaan sumberdaya tenaga kerja, modal dan tanah antar sektor. Berdasarkan hal tersebut maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian sangat sulit dihindari.

2.1.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian

Winoto 1996 dalam Priatno 1999 mengemukakan bahwa alih guna lahan merupakan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek fisik dan aspek kehidupan masyarakat. Alih guna lahan pertanian ke non-pertanian, di samping berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian juga berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Menurut Nasoetion dan Winoto 1996, faktor-faktor yang menentukan konversi lahan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor: 1 ekonomi; 2 sosial, dan; 3 peraturan pertanahan yang ada. Konversi lahan pertanian ini tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Di berbagai negara berkembang, konversi lahan tersebut umumnya dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu kepada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial. Penelitian Syafa’at et.al. 2001 pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menentukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah: 1 nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; 2 respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan dan daya saing usaha tani meningkat. Faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat Witjaksono, 1996. Menurut Kustiawan 1997 faktor yang mempengaruhi kecenderungan dan pola spasial konversi lahan pertanian, yaitu privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan permukiman skala besar serta deregulasi investasi dan perizinan. Permainan politik ini terdapat dalam kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri tertuang dalam Keputusan Presiden No. 531989 telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasi sesuai dengan mekanisme pasar. Hal inilah yang memacu peningkatan harga lahan, yang kemudian menjadi “penarik” bagi pemilik lahan pertanian untuk menjual atau melepaskan pemilikan lahannya untuk penggunaan non-pertanian. Kebijakan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan pembangunan permukiman skala besar serta deregulasi dalam penanaman modal dan perizinan, yang tertuang dalam Pakto-231993. 7 Pandangan Kustiawan tersebut didukung oleh Pierce 1981, yang menyatakan bahwa konsumsi terhadap lahan merupakan manifestasi dari kekuatan-kekuatan demografis dan ekonomi. Selain dua hal tersebut, terdapat tujuh variabel yang secara konseptual berpengaruh, yaitu perubahan penduduk, fungsi ekonomi yang dominan, ukuran kota, rata-rata nilai lahan residensial, kepadatan penduduk, wilayah geografis dan kemampuan lahan untuk pertanian. Dalam perspektif lain, menurut Lyon dalam Setiawan 1994, terdapat tiga faktor eksternal yang mempengaruhi proses konversi lahan, yaitu 1 tingkat urbanisasi, 2 situasi perekonomian makro, dan 3 kebijakan dan program pembangunan pemerintah. Alih fungsi lahan dalam artian perubahanpenyesuaian peruntukan penggunaan, secara garis besar disebabkan oleh keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin banyak jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Menurut Sihaloho 2004, konversi lahan pertanian disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 pertumbuhan penduduk; mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman. 2 Desakan 7 Di bidang pertanahan, dalam rangka pelaksanaan Pakto-23 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 21993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal, yang pada intinya memberikan berbagai kemudahan dalam perizinan lokasi. ekonomi; yang mendorong motivasi untuk berubah. 3 Investasi pihak swasta; yang menawarkan membeli tanah dan tidak jarang disertai dengan paksaan dan “iming-iming” pekerjaan. 4 Intervensi pemerintah; yang berusaha mengikuti RTRW yang telah ada, dan 5 proses pengadaan tanah; yang lebih mendahulukan pihak yang lebih “dominan”.

2.2. Kerangka Pemikiran

Fenomena konversi lahan pertanian mengakibatkan terjadinya perubahan struktur agraria pada lahan pertanian Sihaloho, 2004. Sehingga bagi masyarakat tani yang kehilangan lahan garapannya cenderung untuk mengalihkan mata pencaharian ke sektor non-pertanian. Di sisi lain, konversi lahan pertanian juga menyumbang terjadinya perubahan struktur agraria pada lahan yang menjadi sisa konversi tersebut. Diduga bahwa perubahan struktur agraria pada lahan sisa konversi tersebut berkaitan erat dengan perubahan struktur sosial masyarakat tani. Terjadinya perubahan struktur agraria dalam hal pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan pertanian sesungguhnya menggambarkan masih ada sebagian masyarakat tani yang bertahan di sektor pertanian. Ketahanan persistence masyarakat tani ini diduga berhubungan erat dengan kondisi sosial dan ekonomi yang ada di lingkungannya. Seperti rendahnya pendidikan yang dimiliki, serta kurangnya keterampilanskill pada sektor non-pertanian. Sementara itu, usaha yang dilakukan oleh masyarakat tani untuk tetap bertahan diduga berkaitan erat dengan mata pencaharian ganda yang dilakukan, strategi yang dilakukan dalam bertani serta peminjaman alat dan biaya produksi Gambar 2. 2.3. Definisi Konseptual Sejumlah definisi konseptual yang menjadi pegangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konversi lahan adalah adanya peristiwa alih fungsi lahan di luar kegiatan pertanian baik sebagian, maupun keseluruhan. Dalam hal ini, alih fungsi lahan yang dimaksud ialah pembangunan kompleks perumahan. 2. Struktur agraria adalah pola hubungan berbagai pihak yang terkait terhadap sumber-sumber agraria yang mencakup hubungan sosial dan teknis agraria,