Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Tani Ciharashas

“meninggalkan” lahan garapan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak M petani penggarap: “ kalau ternyata bener dua tahun lagi mau dibangun perumahan mah, ya sudah dilepas saja. Karena tanahnya kan punya orang bukan punya saya. Jadi kalau mau dibuldoser, sok saja. Kan dulunya pas tahun 2003 kita juga udah musyawarah sama PT. PW . ” Meskipun mayoritas petani di Kampung Ciharashas merupakan petani penggarap, tetapi masih ditemukan sebagian kecil petani pemilik, pemilik- penggarap dan buruh tani. Petani pemilik maupun pemilik-penggarap yang ada di Kampung Ciharashas memperoleh lahan pertaniannya melalui warisan dari kedua orang tua. Memang dahulunya orang tua mereka tidak berniat untuk menjualnya kepada orang lain, untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Walaupun nilai-nilai keagamaan sangat kental di kampung ini, namun khusus untuk sistem waris tidak berdasarkan pada syari’at Islam 13 . Masing-masing anak mendapatkan warisan lahan dengan luas yang sama.

4.1.2. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Tani Ciharashas

Jumlah penduduk di Kampung Ciharashas sebanyak ± 80 KK dan 40 KK bermatapencaharian sebagai petani. Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Ciharashas merupakan lulusan SD. Mayoritas petani yang ada di Kampung Ciharashas juga merupakan lulusan SDtidak lulus SD. Ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat tani tergolong rendah, yaitu hanya lulusan SD, sehingga sulit untuk mengakses mata pencaharian yang lebih “menjanjikan” daripada bertani. Pendapatan masyarakat Kampung Ciharashas dari sektor pertanian tergolong rendah. Penghasilan dari sektor pertanian ini tidak didapat sebulan sekali, melainkan per musim tanam, yaitu tiga hingga empat bulan lamanya. Kisaran pendapatan masyarakat tani sebesar Rp. 500.000,00-1.000.000,00 atau tergolong sedang. Sama halnya dengan besar pengeluaran yang dikeluarkan setiap 13 Aturan dalam hukum islam menyatakan bahwa hak waris diantara laki-laki dan perempuan ialah 2:1. bulannya, yaitu Rp. 500.000-1.000.000,00. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengeluaran mereka lebih besar dari pendapatannya. Umumnya, kondisi bangunan rumahtangga masyarakat tani Kampung Ciharashas tergolong sederhana. Sebagian bangunan rumahtangga penduduk setempat telah terbuat dari batu bata dan sebagian lagi masih terbuat dari anyaman bambu. Sebagian besar masyarakat tani belum memiliki WC di kamar mandinya, sehingga masyarakat setempat masih mempunyai kebiasaan buang air besar di sungai. Hal ini disebabkan alokasi atau dana untuk membangun bagian rumah yang belum lengkap seperti WC, tidak ada. Uang yang diperoleh terlebih dahulu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan sebagai modal untuk masa tanam berikutnya. Peneranganlistrik sebagian besar merupakan milik sendiri dan sebagian kecil lagi menumpang kepada tetangga. Ada juga sebagian masyarakat tani yang memiliki konstruksi bangunan rumahtangga dengan kategori sangat sederhana. Dikatakan sangat sederhana, karena keseluruhannya terbuat dari anyaman bambu dan tidak memiliki kamar mandi, sehingga aktivitas mandi, mencuci pakaian dan piring dilakukan di kali atau sungai. Sedikit ditemukan petani yang memiliki konstruksi rumah yang tergolong bagus. Keseluruhan bangunan rumah terbuat dari batu bata dan telah diberi ubinmarmer, sudah memiliki WC, sumur dan kamar mandi. Hal yang menarik untuk dilihat selanjutnya ialah jalinan kemitraan yang dilakukan oleh masyarakat tani agar dapat menunjang kebutuhan sehari-harinya. Karena mayoritas petani di Kampung Ciharashas merupakan penggarap, maka mereka paling banyak menjalin kemitraan diantara komunitas tani dan dengan pihak swasta agar dapat terus menghasilkan pendapatan. 4.2. Kampung Cibeureum Batas 4.2.1. Dinamika Sejarah Pertanian Cibeureum Batas