Kampung Ciharashas Penguasaan Lahan

menggarap lahan milik orang lain, maka ia sedang menguasai kedua lahan tersebut. Perubahan penguasaan lahan yang dikaji pada penelitian ini berkenaan dengan perubahan penguasaan luasan lahan masyarakat tani di kedua kampung yang bersangkutan. Selanjutnya perlu melihat praktik penyakapan yang dilakukan di kedua kampung, para pelaku yang terlibat, hak dan kewajiban masing-masing pelaku, hubungan diantara pelaku serta tanaman yang disakapkan.

5.2.1. Kampung Ciharashas

Penguasaan lahan pertanian semakin meningkat pada petani yang memiliki penguasaan lahan pertanian dengan kategori sempit disebabkan oleh peningkatan kesempatan menggarap bagi masyarakat tani di Kampung Ciharashas. Hal ini disebabkan oleh pemberian kesempatan menggarap oleh pihak PT. PW kepada para petani, sehingga memungkinkan bagi masyarakat tani untuk menambah lahan garapannya. Akan tetapi penguasaan lahan pertanian mereka hanya bersifat sementara, karena penguasaan efektif petani berada pada lahan pertanian milik PT. PW yang merupakan lahan peruntukan pembangunan kompleks perumahan. Bertambahnya penguasaan lahan pertanian bagi masyarakat tani Ciharashas tidak menggambarkan “keterjaminan” hidup mereka di masa mendatang, karena ketika nantinya lahan tersebut akan dialihfungsikan maka akan hilang pengharapan untuk hidup Tabel 11. Tabel 11. Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian di Kampung Ciharashas, 2009 Penguasaan Luas Lahan ha Dahulu Sekarang F F Tidak menguasai lahan pertanian 1 4,3 Sempit: 0,01-0,49 18 78,3 19 82,6 Sedang: 0,5-0,99 3 13,1 3 13,1 Luas: 1 1 4,3 1 4,3 Total 23 100 23 100 Ada empat pola penguasaan pertanian yang ditemukan di Kampung Ciharashas, yaitu: 1 milik saja; 2 milik dan menggarap; 3 menggarap saja, dan 4 digadaikan. Dari keempat pola tersebut, pola penguasaan dengan “menggarap saja” lebih banyak ditemukan daripada pola yang lainnya, yaitu sebesar 65,2 persen. Hal ini berbeda dengan dahulunya, dimana pola penguasaan dengan milik saja lebih banyak jika dibandingkan dengan menggarap. Perbedaan ini disebabkan oleh lahan pertanian mayoritas dimiliki oleh pihak swasta sehingga menjadikan masyarakat tani menjadi tidak akses dengan sumberdaya lokal miliknya sendiri Tabel 12. Tabel 12. Keterangan Penguasaan Pertanian di Kampung Ciharashas, 2009 Uraian Dahulu Sekarang F F Milik saja 12 52,2 5 21,7 Milik dan menggarap 2 8,7 Menggarap saja 10 43,5 15 65,2 Digadaikan 1 4,4 Lainnya 1 4,3 Total 23 100 23 100 Sistem penggarapan yang umumnya diterapkan di kampung ini ialah bagi hasil. Pihak penggarap merupakan masyarakat tani Kampung Ciharashas, sementara majikannya ialah pihak swastaPT. PW, serta petani pemilik yang tinggal di dalam maupun di luar Mulyaharja. Terdapat berbagai macam bentuk pola bagi hasil yang diterapkan di kampung ini, antara lain: a 70:30pertilu atau mertelu . Sebesar 70 persen diperuntukkan bagi petani penggarap dan 30 persen lainnya diperuntukkan bagi petani pemilik; b 80:20. Sebesar 80 persen diperuntukkan bagi petani penggarap dan 20 persen lainnya diperuntukkan bagi petani pemilik. Apabila menerapkan pembagian 70:30, maka: 1 akan dilakukan perhitungan biaya produksi sebelum pembagian hasil, jika biaya produksi ditanggung oleh penggarap; dan 2 tidak melakukan perhitungan biaya produksi, jika biaya produksi ditanggung oleh pemilik. Apabila menggunakan pembagian 80:20, tidak melakukan perhitungan terhadap biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh besaran yang diperoleh penggarap sudah lebih besar daripada ketentuan umum yang berlaku. Inti dari kesepakatan dari kedua belah pihak ini berkenaan dengan besaran pembagian hasil dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh salah satu pihak. Alasan penetapan sistem bagi hasil yang ditetapkan di Kampung Ciharashas ini ialah mengikuti kebiasaan umum yang ada di masyarakat. Akan tetapi mengenai ketentuan perhitungan biaya produksi hanya terjadi antara petani dan penggarapnya, tidak mengikuti kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat. Terdapat perbedaan pola hubungan produksi yang ditetapkan dahulu dan sekarang. Menurut Sihaloho 2004, pola hubungan produksi yang umumnya diterapkan di Mulyaharja ialah sistem sewa dan bagi hasil. Akan tetapi, kini sistem sewa tidak lagi ditemukan. Sistem bagi hasil yang umum disepakati ialah maro 50:50 dan mertelu 70:30. Kini hanya mertelu yang umumnya ditemukan di kampung ini. Perubahan penetapan pola hubungan produksi ini dilatarbelakangi oleh hasil pertanian yang diperoleh tidak mencukupi bahkan tidak jarang merugi, terlebih lagi jika melakukan perhitungan terhadap biaya produksi yang dikeluarkan. Pelaku penyakapan, yaitu petani pemilik dan penggarap masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pemilik lahan pertanian biasanya berkewajiban untuk: 1 menyediakan lahan pertanian saja. Biaya produksi yang digunakan, seperti pupuk, pestisida, bibit, dan lain sebagainya akan ditanggung oleh penggarap. Setelah panen tiba, akan dilakukan perhitungan mengenai biaya produksi yang telah dikeluarkan baru setelahnya dibagi berdasarkan besarnya perolehan yang telah disepakati, dan; 2 menyediakan lahan pertanian dan menanggung biaya produksi. Apabila pemilik menanggung semua beban produksi, maka setelah panen tiba akan langsung dilakukan pembagian hasil. Hak yang diperoleh petani pemilik ialah hasil pertanian setiap panen dilakukan. Adapun kewajiban yang harus dipenuhi oleh penggarap ialah menggarap lahan pertanian dan menanggung biaya produksi, apabila tidak ditanggung oleh pemilik lahan. Hak yang didapat penggarap sama halnya dengan pemilik, yaitu mendapatkan bagian hasil pertanian sesuai dengan besaran yang telah disepakati. Terdapat tiga tipe hubungan sosial antara majikan dan penggarapnya, antara lain: 1 kerabat luas; 2 tetangga, dan; 3 orang lain PT. PW. Hubungan sosial yang terjalin diantara petani pemilik dan penggarap masing-masing sebesar 4,4 persen merupakan keluarga luas dan tetanggateman. Sementara itu, sebesar 65,2 persen lainnya merupakan orang lain, yang dalam hal ini ialah PT. PW. Sedangkan sebesar 26 persen merupakan petani pemilik yang menggarap sendiri lahan pertaniannya Tabel 13. Tabel 13. Hubungan Sosial Antara Penggarap dan Majikan Kampung Ciharashas, 2009 Hubungan Sosial F Kerabat luas 1 4,4 Tetanggateman 1 4,4 Orang lain 15 65,2 Lainnya 6 26 Total 23 100 Tanaman yang biasanya disakapkan ialah padi. Sementara pada saat penggarap menanam palawija, tidak melakukan pembagian hasil yang diterapkan pada saat menanam padi. Hal ini disebabkan oleh kesulitan untuk melakukan perhitungan pada berbagai jenis tanaman palawija yang ditanam. Pada saat menanam palawija, penggarap cukup memberikan hasil pertanian seikhlasnya saja kepada majikan.

5.2.2. Kampung Cibeureum Batas