Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Tani Cibeureum Batas

tani tetap memanfaatkannya seefektif mungkin agar tidak ada lahan yang “menganggur”. Wilayah Kampung Cibeureum Batas tidak terkena plotan perumahan, namun masyarakat tani dapat merasakan dampak konversi lahan terhadap lahan pertaniannya. Misalnya saja serapan air berkurang setelah ramainya perumahan. Selain itu, tentu saja masyarakat tani tidak bisa menambah lahan pertanian apabila menginginkan perluasan lahan baik di dalam, maupun di luar kampung. Selain bertani, penduduk Kampung Cibeureum Batas juga banyak yang bekerja pada pembuatan home industry sandal. Sistem pengerjaannya berupa borongan dan dapat dikerjakan di rumah masing-masing. Meskipun hadirnya lapangan kerja pembuatan sandal tersebut merupakan “angin segar” bagi sebagian masyarakat, ternyata juga menyumbang dampak negatif bagi kehidupan sosial mereka, antara lain banyak pemuda yang putus sekolah. Para pemuda lebih tertarik untuk mencari uang daripada menuntut ilmu di bangku sekolah.

4.2.2. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Tani Cibeureum Batas

Jumlah penduduk di Kampung Cibeureum Batas ini ialah 1005 jiwa atau 274 KK. Tingkat pendidikan masyarakat RW. 11 mayoritas merupakan lulusan Sekolah Dasar. Sama halnya dengan tingkat pendidikan masyarakat tani yang ada di kampung ini, yaitu lulusan SDtidak lulus SD. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kampung Cibeureum Batas ialah buruh dan rumahtangga yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah ± 20 KK atau sebesar 7,30 persen. Pendapatan masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas per musim tanamnya adalah Rp. 500.000,00-1.000.000,00 atau tergolong sedang. Sama halnya dengan pengeluaran yang dikeluarkan setiap bulannya, yaitu Rp. 500.000,00-1.000.000,00. Oleh karena itu mereka tidak hanya murni mengandalkan dari sektor pertanian saja. Pekerjaan sampingan seperti menjadi buruh bangunan dan bekerja di home industry sandal dan sepatu sering dilakukan. Mayoritas konstruksi bangunan rumahtangga masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas masih sederhana, terbuat dari batu bata dan sebagiannya lagi terdiri dari anyaman bambu. Namun masih terdapat masyarakat tani yang memiliki konstruksi rumah sangat sederhana. Dikatakan sangat sederhana karena sebagian besar terbuat dari anyaman bambu dan kayu. Masyarakat tani Kampung Cibeureum Batas melakukan aktivitas buang air besar di jamban umum yang terletak di atas kali. Aktivitas mandi dan mencuci dilakukan di kamar mandi yang ada di rumah masing-masing. Terdapat perbedaan jalinan kemitraan yang dilakukan oleh masyarakat tani yang ada di Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas. Masyarakat tani yang ada di Kampung Cibeureum Batas tidak bermitra dengan pihak swasta dalam hal pertanian. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian yang mereka miliki tidak terkena kawasan pengembangan pembangunan. Oleh karena itu jalinan kemitraan dalam pertanian hanya terjadi diantara komunitas tani saja, misalnya dalam hal penggunaan buruh tani dan penggarap. Petani yang tidak menggunakan jasa buruh dan penggarap pada umumnya memiliki lahan pertanian yang relatif sempit, sehingga mereka memutuskan untuk menggarap sendiri lahan pertaniannya. Selain masih memiliki kemampuan untuk menggarap sendiri lahannya, upaya ini dilakukan untuk meminimalisir pengeluaran pertanian. Sementara itu bagi petani yang memutuskan untuk memakai tenaga buruh danatau penggarap lebih didasarkan pada keinginan untuk membantu sesama, khususnya bagi petani yang tidak memiliki lahan atau tunakisma.

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA

PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN Berbicara mengenai struktur agraria, berarti berbicara tentang pola pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan pertanian serta hubungan sosial dan teknis diantara aktor-aktor yang mempunyai kepentingan terhadap sumber- sumber agraria lahan pertanian. Terdapat tiga aktor yang memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumber-sumber agraria yang terdapat di kedua kampung tersebut. Ketiga aktor itu antara lain pihak swasta, yang dalam hal ini ialah PT. PW, biong dan masyarakat tani itu sendiri. Masing-masing aktor tersebut memiliki kepentingan yang berbeda terhadap lahan pertanian yang ada di Kelurahan Mulyaharja. Pihak swasta membutuhkan lahan untuk kepentingan pengembangan pembangunan. Salah satu sarana untuk mewujudkannya ialah dengan membeli lahan yang ada, termasuk lahan pertanian. Kepentingan dari pihak swasta ini dimanfaatkan oleh para biong untuk dapat menghasilkan pendapatan, dengan cara menjadi makelarperantara bagi masyarakat yang ingin menjual lahan miliknya. Sedangkan bagi masyarakat tani, lahan merupakan sumber mata pencaharian untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya. Hubungan sosial yang dibangun ketiga aktor adalah hubungan yang berdasarkan pada kepentingan. Pihak swasta menggunakan jasa biong untuk membeli lahan pertanian yang ada di Kelurahan Mulyaharja dan biong mendapatkan keuntungan dari proses jual-beli lahan tersebut. Masyarakat tani yang memiliki keperluan mendesak atau terpaksa menjual lahan yang dimilikinya juga membutuhkan jasa biong sebagai perantara kepada PT. PW. Ketiga aktor tersebut masing-masing mendapatkan keuntungan dari proses jual-beli lahan tersebut. Keuntungan bagi PT. PW adalah mendapat lahan yang sesuai dengan kebutuhannya dan masyarakat mendapatkan uang dalam jumlah yang besar dan cepat. Sedangkan bagi biong, mendapatkan keuntungan material Gambar 3.