Biaya Analisis Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah

yang memiliki nilai terbesar diantara investasi lain yang juga memiliki umur teknis 15 tahun. Sementara itu, cangkul, sekop, sapi laktasi memiliki umur teknis selama lima tahun. Setelah lima tahun, barang-barang tersebut, sudah tidak layak untuk digunakan dan dapat menghambat jalannya usaha. Selama umur tersebut, cangkul dan sekop digunakan untuk kegiatan pembersihan kandang, seperti membuang kotoran. Sapi laktasi memiliki umur teknis selama lima tahun. Setelah lima tahun, kondisi sapi laktasi yang baik untuk diperah adalah setelah laktasi satu hingga laktasi kelima, setelah itu, sapi akan menjadi afkir dan tidak dapat menghasilkan susu segar secara optimal. Selang memiliki umur teknis selama tiga tahun. Selama tiga tahun tersebut, selang digunakan sebagai alat pendukung untuk mengalirkan air yang berasal dari keran saat membersihkan kandang atau memberi minum ternak. Setelah umur keempat, selang tidak optimal untuk digunakan, sehingga perlu adanya reinvestasi. Sementara itu, sapi dara dan jantan memiliki umur usaha selama enam tahun. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sapi menjadi afkir pada laktasi kelima atau umur sapi enam tahun. Pada awal pendirian usaha, peternak sapi perah membeli sapi dara dan jantan pada umur satu tahun, dimana sapi dara tersebut belum pernah mengalami laktasi pertama. Sehingga, sapi dara dan jantan akan menjadi afkir di tahun keenam usaha, dan memerlukan pergantian di tahun setelahnya. Untuk melakukan pergantian terhadap barang-barang investasi yang telah habis umur teknisnya, para peternak mengeluarkan biaya yang disebut sebagai biaya re-investasi Tabel 15. Biaya re-investasi ini dikeluarkan tepat setelah secara teknis dari barang investasi sudah tidak optimal untuk digunakan. Biaya-biaya ini dikeluarkan pada tahun yang berbeda-beda yakni, pada tahun ke- 3, ke-5, ke-6, ke-9, ke-10 dengan pengeluaran paling besar pada tahun ke-6 yaitu sebesar Rp 43 615 000, yang digunakan untuk pembelian sapi dara satu ekor dan sapi jantan dua ekor, serta pembelian selang sepanjang 23 meter kembali. Tanah, kandang, serta milk can tidak memiliki biaya re-investasi, hal ini disebabkan barang-barang tersebut memiliki umur teknis 15 tahun, sesuai dengan umur usaha dari peternakan sapi perah. Tahun ketiga, kelima dan ke-10 pengeluaran untuk pembelian barang-barang reinvestasi terbilang rendah, yakni hanya sebesar Rp 115 500, yang digunakan untuk melakukan pembelian selang. Pada tahun ke-5 dan ke-10, biaya reinvestasi dikeluarkan untuk pembelian cangkul, sekop senilai Rp 115 500, sedangkan pengeluaran pada tahun ke-9 berupa reinvestasi sapi laktasi senilai Rp 33 709 000 dan selang. Gelas ukur tidak terdapat dalam biaya investasi disebabkan hanya sedikit para peternak yang menggunakan, serta penggunaan gelas ukur selama jalannya usaha tidak dilakukan secara terus-menerus, hanya dalam kondisi dan waktu tertentu. Untuk pengukuran susu segar saat penjualan menggunakan gelas ukur yang disediakan oleh KPSBU di Desa Suntenjaya. Tabel 15 Biaya reinvestasi yang diperlukan dalam usaha peternakan sapi perah Investasi 3 Rp 5 Rp 6 Rp 9 Rp 10 Rp Kandang Cangkul 88 000 88 000 Sekop 27 500 27 500 Milk Can 15 L Milk Can 20L Selang 115 000 115 000 115 000 Gelas Ukur Sapi Dara 1 ekor 10 500 000 Sapi Laktasi 3ekor 33 594 000 Sapi Jantan 2ekor 33 000 000 TOTAL BIAYA INVESTASI 115 000 115 500 43 615 000 33 709 000 115 500 Sumber: Data primer diolah 2013 Barang-barang investasi tersebut mengalami penyusutan setiap tahunnya. Nilai penyusutan ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan dari setiap barang investasi memiliki nilai yang berbeda Tabel 16. Hal ini dipengaruhi oleh nilai awal barang investasi, umur teknis serta nilai sisa barang tersebut. Tanah tidak mengalami penyusutan setiap tahunnya, karena penggunaan tanah tidak memiliki batas waktu atau umur teknis yang dibatasi oleh waktu tertentu. Tiga buah kandang yang diinvestasikan menyusut Rp 584 000 setiap tahun. Cangkul serta sekop memiliki nilai penyusutan setiap tahun sebesar Rp 17 600 dan Rp 5 500. Sedangkan, Milk Can 15 L menyusut sebesar Rp 60 000, dan Milk Can 20 L menyusut sebesar Rp 60 000, setiap tahunnya. Barang investasi lain, seperti selang mengalami penyusutan sebesar Rp 38 333 setiap tahun. Sementara itu, investasi berupa hewan ternak sapi laktasi, dara, dan jantan memiliki nilai penyusutan sebesar Rp 1 750 000; Rp 6 718 800; dan Rp 5 500 000 dalam satu tahun. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, total penyusutan dari usaha peternakan sapi perah sebesar Rp 14 734 233 setiap tahunnya. Tabel 16 Nilai penyusutan dari barang investasi setiap tahun No Biaya Investasi Total Rp 1 Kandang 584 000 2 Cangkul 17 600 3 Sekop 5 500 4 Milk Can 15L 60 000 5 Milk Can 20L 60 000 6 Selang 38 333 7 Sapi Dara 1 750 000 8 Sapi Laktasi 6 718 800 9 Sapi Jantan 5 500 000 TOTAL 14 734 233 Sumber: Data primer diolah 2013 Terdapat biaya tetap yang dikeluarkan selama jalannya usaha. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan ini, tidak dipengaruhi oleh perubahaan input maupun output yang dihasilkan pada usaha peternakan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh usaha peternakan sapi perah hanya terdiri dari dua bagian yaitu biaya listrik, dan telepon yang dikeluarkan secara rutin setiap bulannya. Tabel 17 Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha peternakan sapi perah Biaya Tetap Tahun pertama Rp Biaya Listrik 349 200 Biaya Telepon 205 700 Total Biaya Tetap 554 900 Sumber: Data primer diolah 2013 Biaya selanjutnya yang dikeluarkan pada usaha peternakan sapi perah adalah biaya variabel. Biaya ini dipengaruhi oleh jalannya proses produksi, yakni berkaitan dengan jumlah input yang digunakan serta jumlah output yang dihasilkan. Komponen yang termasuk kedalam biaya variabel adalah biaya untuk pakan, mentega, saringan susu, biaya pembelian saringan susu, sapu, sikat, ember plastik, serta tenaga kerja. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembelian pakan setiap tahunnya berjumlah Rp 15 334 800, yang terbagi kedalam pengeluaran untuk pembelian konsentrat, ampas singkong, rumput, dan mineral masing-masing senilai Rp 9 751 200; Rp 4 123 200; Rp 1 303 200; dan Rp 157 200. Dalam satu bulan jumlah konsentrat yang dibutuhkan sebanyak 8.5 karung dengan harga beli Rp 100 000 per kg, sehingga dalam satu tahun jumlah konsentrat yang dibutuhkan sebanyak 102 karung dengan total biaya Rp 9 751 200. Pakan berupa ampas singkong dalam satu bulan menghabiskan 14 karung, sehingga dalam satu tahun membutuhkan 168 karung dengan harga beli Rp 25 000 per karung. Maka besarnya biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembelian ampas singkong dalam satu tahun sebesar Rp 4 123 200. Sementara itu, mineral yang dibutuhkan dalam satu bulan sebesar 1.875 kg dan dalam satu tahun mencapai 22.5 kg dengan harga beli Rp 7 000 per kg. Maka, dalam satu tahun biaya variabel dari mineral sebesar Rp 157 200. Sementara itu, untuk rumput, dalam satu bulan dibutuhkan 10.9 kg rumput dengan harga beli Rp 10 000 per kg. Sehingga dalam satu tahun jumlah rumput yang digunakan sebanyak 130.8 kg, yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1 303 200. Biaya variabel kedua yang dikeluarkan adalah untuk pembelian mentega. Mentega yang dibutuhkan dalam satu tahun sebanyak 1.2 kg dengan harga satuan Rp 27 500 per kg. Sehingga, dalam satu tahun pengeluaran untuk mentega menghabiskan biaya sebesar Rp 398 400. Usaha peternakan sapi perah memerlukan jasa dari dokter atau tenaga kesehatan hewan yang berasal dari KPSBU Desa Suntenjaya setiap tahunnya. Kebutuhan akan dokter ini diperlukan untuk menangani permasalahan kesehatan yang kerap kali dialami oleh ternak, seperti kebutuhan akan jasa tenaga kesehatan hewan diperlukan setiap tahunnya untuk menangani permasalahan dari hewan ternak yang melahirkan. Di desa Suntenjaya para peternak tidak perlu mengeluarkan uang untuk memeriksa kesehatan hewan ternaknya, sehingga tidak ada biaya dokter dalam biaya variabel. Komponen biaya variabel yang selanjutnya adalah biaya untuk kebutuhan akan peralatan dan perlengkapan pendukung usaha peternakan seperti saringan susu, sapu, sikat, dan ember plastik. Dalam satu tahun, ember plastik yang dibutuhkan sebanyak tujuh buah dengan harga satuan Rp 10 000 per unitnya dan total biaya yang dibutuhkan per tahunnya sebesar Rp 71 100. Sedangkan, untuk saringan susu, sapu, dan sikat dibutuhkan masing-masing sebesar 1, 1, dan 2 setiap awal tahun dengan harga satuan Rp 5 000 untuk saringan susu dan sapu. Sapu dan sikat mengalami pergantian setiap lima bulan sekali dalam satu tahunnya. Dalam satu tahun biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembelian saringan susu sebesar Rp 5 500, untuk sapu sebesar Rp 5 000, dan sikat sebesar Rp 52 600. Terdapat pengeluaran biaya untuk pemberian susu kepada pedet pada tahun kesatu. Pedet yang dilahirkan setiap tahunnya berjumlah 3 ekor, yang dilahirkan dari 3 sapi betina yang dimiliki oleh peternak. Sapi ini dipelihara oleh peternak hingga berumur tiga bulan. Selama tiga bulan tersebut, peternak mengeluarkan biaya untuk pemberian pakan berupa susu segar, karena pada umur-umur awal, sapi pedet tidak mengonsumsi rerumputan, konsentrat, mineral ataupun ampas singkong, namun pedet hanya mengonsumsi susu segar. Komponen dalam biaya variabel yang selanjutnya adalah gaji para tenaga kerja, mereka dalam usaha ternak ini melakukan beberapa kegiatan, seperti mengambil rumput, membersihkan kandang, memerah susu, memberi pakan, pengangkutan susu, penyimpanan. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada usaha peternakan menerima gaji per bulan sebesar Rp 1 490 000 setiap orangnya. 6.2.1.3 Kelayakan Investasi Usaha Peternakan Sapi Perah Kelayakan investasi dari usaha peternakan sapi perah dilihat melalui empat kriteria utama, yakni Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC, serta Payback Periode PP. Apabila nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari nol NPV 0, IRR lebih besar dari discount rate IRR ≥ 5.75 , Net BC lebih besar atau sama dengan satu Net BC ≥ 1 dan PP lebih kecil dari umur usaha PP 15 tahun maka usaha peternakan dikatakan layak untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang dilakukan dengan umur usaha 15 tahun, didapatkan hasil pada Tabel 18 : Tabel 18 Hasil perhitungan kriteria investasi usaha peternakan sapi perah NPV Rp 128 246 936 IRR 12 NET BC 1.69 Payback Periode Tahun ke- 5 tahun 11 bulan Sumber: Data primer diolah 2013 Nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 128 246 936, yang menunjukkan bahwa manfaat bersih atau keuntungan yang diperoleh peternakan sapi perah selama 15 tahun dengan tingkat diskonto 5.75 sebesar Rp 128 246 936. Nilai tersebut lebih besar dari 0, sehingga berdasarkan kriteria NPV, usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Sementara itu, IRR dari usaha peternakan sapi perah sebesar 12. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada usaha peternakan sapi perah sebesar 12. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yakni 5.75 IRR 12 5.75 maka, dapat dikatakan bahwa usaha peternakan layak untuk dijalankan. Nilai ini juga menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah skala besar akan tetap layak untuk dijalankan hingga tingkat IRR mencapai 12. Perhitungan Net BC yang dilakukan, menghasilkan nilai sebesar 1.69 yang menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha peternakan sapi perah akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar 1.69 satuan. Nilai Net BC ini lebih besar dari satu Net BC 1.69 1 maka pada kriteria ini, usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Pada penghitungan payback periode, didapatkan selama 5 tahun 11 bulan usaha peternakan sapi perah akan mengalami pengembalian dari investasi yang telah dilakukan. Sehingga usaha peternakan sapi perah dapat dikatakan layak karena didapatkan payback periode yang kurang dari umur usaha ternak sapi perah selama 15 tahun. Rincian perhitungan investasi usaha ternak sapi perah dapat dilihat pada Lampiran 1. 6.2.2 Analisis Biaya Manfaat dalam Integrasi Usaha Peternakan Sapi Perah dan Usaha Pengembangan Biogas Rangkaian kegiatan PTL BPPT melaui program PKPP Ristek yaitu dalam melakukan diseminasi teknologi biogas. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pembangunan unit percontohan pengolahan limbah kotoran hewan menjadi biogas . Usaha peternakan sapi perah yang terdapat di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang mendapatkan bantuan dari BPPT yang bertujuan untuk mengurangi pembuangan limbah ternak ke dalam aliran sungai. Dengan adanya bantuan tersebut, usaha peternakan sapi perah pun memiliki manfaat tambahan serta biaya investasi baru yang dikeluarkan, untuk itu perlu dianalisis lebih lanjut kelayakan dari usaha peternakan sapi perah yang memanfaatkan limbah ternak untuk menghasilkan biogas. Pengolahan limbah ternak walaupun memerlukan biaya yang besar, tetapi hal ini memberikan manfaat berupa biogas yang dihasilkan serta penghematan bahan bakar, sehingga masyarakat di Desa Suntenjaya tidak perlu lagi menggunakan bahan bakar gas atau kayu bakar untuk memasak. Komponen biaya dan manfaat pada usaha peternakan dengan pemanfaatan limbah sebagian besar sama dengan komponen biaya dan manfaat pada usaha peternakan tanpa pemanfaatan limbah, namun terdapat beberapa perbedaan yakni, terdapat penambahan pada komponen biaya investasi, yaitu biaya untuk reaktor biogas, kompor biogas, serta pipa paralon. Dalam menjalankan usahanya, peternak mendapatkan bantuan berupa reaktor biogas, kompor biogas. Komponen pertama yang dianalisis adalah:

6.2.2.1 Manfaat

Penerimaan yang dihasilkan adalah biogas. Biogas yang dihasilkan tersebut tidak dikomersilkan, melainkan dipergunakan sendiri oleh peternak, baik untuk keperluan rumah tangga, atau untuk keperluan usaha peternakan. Penerimaan dari produksi biogas dihitung dengan mengonversikan jumlah biogas yang dihasilkan dengan gas elpiji. Sebelum adanya pengembangan biogas di Desa Suntenjaya, setiap bulannya para responden mengeluarkan Rp 119 520 untuk membeli gas elpiji atau Rp 1 434 240 mereka keluarkan setiap tahunnya untuk membeli gas, setelah ada pengembangan biogas yang diperkenalkan oleh BPPT, masyarakat di Desa Suntenjaya dapat menghemat sebesar Rp 1 406 160 per tahunnya. Pengembangan biogas ini memberikan manfaat yang cukup besar kepada masyarakat di Desa Suntenjaya, namun ada enam responden yang masih menggunakan gas elpiji untuk keperluan rumah tangganya, yaitu sebesar Rp 28 080.

6.2.2.2 Biaya

Dalam menjalankan usahanya, peternak membutuhkan reaktor biogas, kompor biogas, dan pipa paralon. Reaktor biogas yang digunakan di Desa Suntenjaya berkapasitas 6m³ yang biayanya sebesar Rp 6 000 000, selain reaktor biogas, juga dibutuhkan kompor biogas dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas, biaya yang dibutuhkan untuk satu unit kompor biogas ialah Rp 200 000. Sedangkan untuk mengalirkan kotoran biogas menuju kompor diperlukan pipa paralon sebanyak enam batang. Tabel 19 Tambahan biaya investasi dan umur teknis dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas No Biaya Investasi Jumlah Satuan Harga Satuan Rp Total Rp Umur Teknis Tahun 1. Reaktor Biogas 1 Unit 6 000 000 6 000 000 10 2. Kompor Biogas 1 Unit 200 000 200 000 8 3. Pipa Paralon 6 Batang 12 000 72 000 10 Total Biaya Investasi 6 272 000 Sumber: Data primer diolah 2013 Umur teknis dari reaktor biogas ditentukan selama 10 tahun, hal ini diperhitungkan dari tingkat kelayakan bangunan tersebut. Sementara itu, kompor biogas memiliki umur teknis selama 8 tahun. Setelah 8 tahun, barang tersebut, sudah tidak layak untuk digunakan. Pada pipa paralon, memiliki umur teknis selama 10 tahun Tabel 19. Kompor biogas memerlukan pergantian atau re-investasi pada tahun ke-8. Hal ini dilakukan untuk menjaga kekontinuan usaha peternakan sapi perah. Sementara itu, reaktor biogas yang memiliki umur teknis 10 tahun memerlukan pergantian di tahun ke-10, begitu pula pada pipa paralon yang memerlukan pergantian pada tahun ke-10 Tabel 20. Tabel 20 Tambahan re-investasi dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas Investasi 8 Rp 10 Rp Reaktor Biogas 6 000 000 Kompor Biogas 200 000 Pipa Paralon 72 000 TOTAL BIAYA INVESTASI 200 000 6 072 000 Sumber: Data primer diolah 2013 Komponen biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan dan nilai sisa dari barang yang diinvestasikan. Reaktor biogas memiliki penyusutan sebesar Rp 600 000, kompor gas memiliki penyusutan sebesar Rp 25 000. Berdasarkan nilai penyusutan tersebut, biaya investasi untuk reaktor biogas dan pipa paralon yang digunakan dalam proses biogas tidak memiliki nilai sisa pada akhir tahun usaha, sementara kompor biogas memiliki salvage value sebesar Rp 25 000. Hal ini disebabkan seluruh nilai dari barang investasi telah tergunakan seluruhnya selama umur usaha Tabel 21. Tabel 21 Tambahan penyusutan dan salvage value dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas Rp Jenis Investasi Penyusutantahun Salvage Value Reaktor Biogas 600 000 Kompor Biogas 25 000 25 000 Pipa Paralon 7 200 Sumber: Data primer diolah 2013 Biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas untuk menghasilkan biogas sama dengan komponen biaya yang dikeluarkan pada usaha peternakan sapi perah tanpa biogas. Pada komponen manfaat terdapat perbedaan, yang disebabkan oleh adanya tambahan penerimaan dari produksi biogas yang dihasilkan.