Latar Belakang Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Limbah Ternak dan Evaluasi Proyek Biogas di Desa Suntenjaya, Lembang, Jawa Barat

Salah satu energi terbarukan yang berasal kotoran hewan ialah dengan biogas. Energi biogas merupakan hasil fermentasi atau aktivitas anaerobik yang dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk menghasilkan listrik. Energi biogas ini akan menjadi sumber energi alternatif yang baik dalam mengatasi krisis energi karena sifat energi biogas yang dapat diperbarui renewable. Pengembangan biogas ini didukung oleh adanya kebijakan energi nasional dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi bahwa cadangan sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan terjamin, sehingga diperlukan energi alternatif yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut Kementerian ESDM 2007. Pembuatan biogas bukan merupakan teknologi baru, teknologi biogas masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970-an. Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan biogas dikembangkan di wilayah pedesaan, tetapi saat ini teknologi ini sudah mulai diterapkan di wilayah perkotaan Simamora et al 2006. Sekitar dekade 1990-an, teknologi biogas mulai dikembangkan di wilayah perkotaan. Teknologi biogas dimanfaatkan untuk mendaur ulang sampah organik. Memasuki abad 20, instalasi biogas mulai dibicarakan kembali di tengah masyarakat Indonesia. Krisis bahan bakar minyak ini menyebabkan pengembangan biogas sebagai sumber energi alternatif di berbagai daerah. Energi Biogas dapat diperoleh dari pupuk kandang, industri makanan, limbah peternakan. Potensi biogas di Indonesia cukup besar, menurut data statistik terdapat 13 juta ekor sapi ternak dan perah, 28 juta ekor kambing, domba dan kerbau di Indonesia, hal ini menyatakan bahwa biogas memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan Hutapea 2011. Pada tahun 2012, pemerintah bekerjasama dengan Hivos membidik target pengembangan 8 000 unit instalasi biogas, dengan pengembangan di enam provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat NTB, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta Yogyakarta Di Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah yang terus mengembangkan instalasi biogas. Beberapa instalasi biogas yang sudah dibangun diantaranya di daerah Pandeglang, Cijeruk, Bogor dan Bandung. Instalasi biogas yang ada di Jawa Barat pada umumnya menggunakan limbah ternak sapi perah, hal ini disebabkan sentra peternakan sapi perah banyak tersebar luas di wilayah tersebut. Menurut data dari Dinas Peternakan Jawa Barat, bahwa populasi ternak sapi di Jawa Barat dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan populasi ternak memicu perkembangan sentra peternakan sapi di Jawa Barat, sehingga kotoran sapi yang merupakan bahan baku utama pembuatan biogas dapat dipenuhi.

1.2 Perumusan Masalah

Pemanfaatan energi alternatif biogas di Jawa Barat masih sangat rendah, terutama di kalangan peternak sapi yang populasinya mencapai 27 200 ekor. Pemanfaatan potensi biogas di Jawa Barat baru 20, hal ini dipicu karena mayoritas peternak sapi masih belum merasa butuh akan penggunaan energi alternatif Yanuar 2011. Secara empiris, Jawa Barat memiliki banyak persoalan energi yang harus dihadapi. Untuk itu, energi berbasis regional dan lokal yang ada di setiap wilayah harus dieksplorasi baik oleh Dinas ESDM maupun lembaga lainnya. Hulu Sungai Cikapundung merupakan sumber air PDAM Kota Bandung yang tercemar akibat limbah kotoran sapi. PDAM Tirtawening Kota Bandung memiliki kendala dalam mengelola air baku akibat sampah dan limbah kotoran sapi yang dihasilkan masyarakat dan kegiatan peternakan di hulu Sungai Cikapundung. Kendala tersebut terjadi sejak beberapa tahun terakhir dan mengakibatkan menurunnya kualitas air baku yang akan diolah. Sungai Cikapundung yang merupakan sungai terbesar di Bandung Diskominfo Bandung 2012, kondisinya sangat memprihatinkan akibat tingginya pencemaran. Sanitasi yang kurang memadai menjadi isu lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit, sehingga menjadi permasalahan penduduk yang tinggal di bantaran sungai tersebut. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan serta pengendalian lingkungan hidup. Pencemaran sungai merupakan masalah yang kompleks karena melibatkan banyak faktor, terlihat dengan jelas adanya korelasi positif antara aktivitas manusia dengan penurunan kualitas air sungai di sepanjang DAS Cikapundung. Sungai mengalir dari hulu ke hilir, sehingga permasalahan seperti pencemaran sungai ini diakibatkan oleh aktivitas yang berada di hulu. Desa Suntenjaya merupakan desa yang terletak di hulu Sungai Cikapundung, sebagian besar penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai peternak. Kegiatan usaha peternakan yang dilakukan oleh penduduk Desa Suntenjaya menghasilkan sisa buangan atau limbah ternak. Sebagian besar para peternak di desa tersebut membuang limbah ke Sungai Cikapundung. Pada tahun 2010 beberapa peternak mulai mengolah limbah ternak tersebut menjadi biogas. Usaha biogas ini dilakukakan oleh para peternak di Desa Suntenjaya yang didukung oleh BPPT melaui program PKPP Ristek. Program tersebut yaitu berupa diseminasi teknologi biogas melakukan pembangunan unit percontohan pengolahan limbah kotoran hewan menjadi biogas sebagai bahan bakar generator listrik di desa tersebut. Kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Lingkungan PTL BPPT, diantaranya pengolahan limbah peternakan untuk produksi biogas di kawasan hulu Sungai Cikapundung sebagai salah satu upaya mengurangi beban pencemaran di hilir sungai, pendayagunaan IPTEK biogas sebagai sumber energi terbarukan di daerah Sungai Cikapundung, serta penggunan teknologi fitoremediasi untuk pengolahan air sungai Cikapundung. Dalam menerapkan teknologi tersebut harus dikaji apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, seperti pengolahan limbah peternakan apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Di Desa Suntenjaya, usaha peternakan menjadi sumber yang dapat diolah menjadi biogas dan kompos. Hal ini dapat menjadi sumber pendapatan tambahan yang memberikan dampak ekonomi yang baik. Setiap ekor sapi ternak dapat menghasilkan limbah padat sebanyak 20-40 kg per hari dan limbah cair sebanyak 100-250 liter BPPT 2010. Limbah-limbah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah pada aspek produksi dan lingkungan serta menimbulkan bau dan menjadi sumber penyebaran penyakit. Selain dapat dimanfaatkan menjadi biogas, limbah ternak ini juga dapat dimanfaatkan menjadi kompos serta batako. Di Desa Suntenjaya, biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar kompor atau generator pembangkit listrik. Dengan adanya usaha pengembangan biogas tersebut perlu dievaluasi bagaimana kelayakan secara finansial usaha pengembangan biogas. Hal ini agar dapat diketahui keberlanjutan dari usaha biogas ini. Dari 732 peternak di Desa Suntenjaya, baru 100 peternak yang melakukan pengelolaan biogas dari limbah ternak, sementara 632 peternak masih membuang limbah ternaknya ke sungai, hal ini menyebabkan pencemaran yang menimbulkan adanya kerugian ekonomi. Kerugian ekonomi akibat pencemaran ini perlu diteliti agar dapat diestimasi nilai kerugian masyarakat di desa tersebut akibat pencemaran dari limbah ternak tersebut. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Berapakah nilai kerugian ekonomi pencemaran akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya? 2. Bagaimana kelayakan finansial dari proyek pengembangan biogas di Desa Suntenjaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya? 3. Seberapa besar dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh dari usaha pengembangan biogas?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya. 2. Mengevaluasi keberlanjutan dari proyek pengembangan biogas di Desa Suntenjaya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam usaha pengembangan biogas. 3. Mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh dari adanya biogas.