. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Dan Willingness To Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun, Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang

(1)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI DAN W

ILLINGNESS

TO ACCEPT

MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH

CAIR SARUNG TENUN

Studi kasus: Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang

TRI RETNO SETYOWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Tri Retno Setyowati


(4)

(5)

ABSTRAK

TRI RETNO SETYOWATI. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun, Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Pesatnya pembangunan ekonomi terutama di sektor industri telah terjadi di Indonesia. Pembangunan kawasan industri tidak hanya memberikan dampak pada sosial ekonomi masyarakat saja, tetapi juga berdampak pada perubahan kualitas fisik lingkungan sekitar kawasan industri. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara, mengestimasi besarnya biaya kerugian yang ditanggung masyarakat akibat pencemaran limbah sarung tenun, mengestimasi besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif,

Replacement cost dan cost of illness, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda yang ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural. Hasil penelitian ini menunjukan eksternalitas negatif yang paling dirasakan adalah penurunan kualitas air tanah dan pencemaran udara. Adanya eksternalitas negatif ini menyebabkan masyarakat harus menanggung biaya eksternal sebesar Rp191.405.136 per bulan. Hasil rata-rata willingness to accept dari 91 responden yang bersedia menerima adalah sebesar Rp136.813 per bulan per orang. Faktor- faktor yang berpengaruh pada taraf nyata 5% adalah usia, pendidikan, pendapatan, jarak tempat tinggal, jumlah tanggungan, dan lama tinggal.

Kata kunci: biaya eksternal, eksternalitas, industri, nilai kerugian willingness to accept


(6)

(7)

ABSTRACT

TRI RETNO SETYOWATI. Assessment of Economic Loss and Community’s Willingness to Accept due to Textile Industri Liquid Waste at Wanarejan Utara

Village, Taman Subdistrict, Pemalang District. Supervised by YUSMAN

SYAUKAT.

Economy development has grown rapidly in Indonesia, particularly in industry sectors. Nowadays, industry centers not only effected social and economic patterns, but also the changing of environment quality nearby. The aims of this research are 1) identificated negative effect in society caused by sarung tenun industry disposal in Wanarejan Village; 2) estimated its society economic loss; 3) estimated compensation value that society intended to accept caused by disposal; and 4)identificated influenced factors of society willingness to accept the compensation. Methods in this research are descriptive analysis, replacement cost, cost of illness, Contingent Valuation Method, and multiple regression double log model. The research results indicated the most negative externality that society receive are degradation of ground water quality and air pollution with external cost IDR191.405.136/month. Average society willingness to accept compensation about IDR136.813/month/person. Influenced factors with evidence level 5% are age, education, income, home distance with the pollution site, amount of family members and length of stay.

Key words: economic loss value, externality, external cost, industry, willingness to accept.


(8)

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI DAN

WILLINGNESS

TO ACCEPT

MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH

CAIR SARUNG TENUN

Studi kasus: Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang

TRI RETNO SETYOWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(10)

(11)

Judul Skripsi : Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Accept

Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun Desa Wanarejan Utara, Pemalang

Nama : Tri Retno Setyowati

NIM : H44100053

Disetujui oleh

Dr.Ir. Yusman Syaukat, M. Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Kepala Departemen


(12)

(13)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun di Desa Wanarejan Utara, Pemalang. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Dalam kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta (Bapak Khamim dan Ibu Daeni), my beloved sister and brother (Siti Rokhimah dan Muhammad Zaelani), Tante saya tercinta (Maryati), yang telah memberikan doa dan semangat. Semoga karya ini dapat menjadi salah satu persembahan terbaik untuk mereka.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu serta wawasan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Rizal Bakhtiar S.Pi, M.Si dan Kastana Sapanli S.Pi, M.Si selaku dosen penguji utama dan selaku dosen perwakilan departemen yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pemalang dan Pejabat Desa Wanarejan Utara yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.

6. Muhammad Irfan yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan di ESL Syafira, Donna Sita, Nadya Mazaya, Miranti, Intan yang selalu memberikan bantuan, motivasi, dan semangat 8. Sahabat-sahabat Sinabung Syafira, Rahmah Syafira, Puti Hanifah, Dyah Ayu,

Hernita, Nadya, Esatri, Tuty, yang telah memberikan dukungan

9. Sahabat d’costa Ezy, Esti, Reza, Taufiki, Ali, Agung yang telah memberikan keceriaan ditengah penyelesaian skripsi

10.Kerabat alumni SMAN 1 Pemalang Liring, Ati, Nisa, Intan, Inayatun, Muhammad Fauzi , Restu yang telah membantu pada saat penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik terkait skripsi penulis terima. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca.

Bogor, September 2014


(14)

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pencemaran dalam Perspektif Ekonomi... 10

2.2 Internalisasi eksternal cost... 11

2.3 Macam Pencemar... 12

2.4 Industri dan Pencemarannya...13

2.5 Limbah Tekstil...15

2.6 Pencemaran Sumberdaya Air... 16

2.6.1 Sumber pencemaran air tanah ... 16

2.6.2 Sumber pencemaran air permukaan ... 16

2.7 Replacement Cost dan Cost of Illness... 19

2.8 Contingent Valuation Method (CVM)... 20

2.8.1 Kelemahan dan kelebihan CVM ... 22

2.9 Penelitian terdahulu... 23

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 28

4.2 Jenis dan Sumber Data... 28

4.3 Metode pengambilan contoh... 28

4.4 Metode Analisis Data... 29

4.4.1 Identifikasi dampak negatif yang dirasakan responden akibat aktivitas industri sarung tenun ... 30


(16)

4.4.2 Estimasi nilai kerugian masyarakat ... 30

4.4.3 Analisis nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran akibat aktivitas industri sarung tenun ... 31

4.4.4 Analisis fungsi willingnes to accept (WTA) ... 33

V GAMBARAN UMUM ... 36

5.1 Gambaran umum lokasi penelitian... 36

5.2 Kondisi Terkini Lokasi Penelitian... 37

5.3 Karakteristik Responden... 38

5.3.1 Jenis kelamin dan usia ... 38

5.3.2 Tingkat pendapatan keluarga ... 38

5.3.3 Lama pendidikan formal ... 39

5.3.4 Jumlah tanggungan keluarga ... 40

5.3.5 Jenis pekerjaan ... 40

5.3.6 Status kepemilikan tempat tinggal ... 41

5.3.7 Lama tinggal ... 41

5.2.8 Sebaran tempat tinggal ... 41

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

6.1 Dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun... 43

6.1.1 Aktivitas industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara ... 43

6.1.2 Keadaan masyarakat akibat pencemaran ... 44

6.1.3 Kondisi air tanah sebelum dan sesudah industri sarung tenun beroperasi... ... 44

6.1.4 Sumber dan volume air yang digunakan responden untuk kebutuhansehari-hari ... 47

6.2 Estimasi biaya kerugian masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun... 49

6.2.1 Biaya pengeluaran untuk mendapatkan air bersih ... 49

6.2.2 Biaya berobat ... 51

6.2.3 Rata-rata kerugian per wilayah akibat pencemaran oleh industri ... 53

6.2.3 Estimasi total biaya kerugian akibat pencemaran yang dihasilkanindustri sarung tenun...54


(17)

6.3 Estimasi besarnya nilai dana kompensasi masyarakat dengan pendekatan

metode contingent valuation method... 55

6.4 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA... 59

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 64

7.1 Simpulan... 64

7.2 Saran 65 DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69


(18)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2010-2013 ... 2

2 Hasil Analisis Limbah Cair Sarung Tenun ... 4

3 Matrik Metode Analisis ... 29

4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Masyarakat 2013 ... 37

5 Usia dan Jenis Kelamin Responden... 38

6 Tingkat Pendapatan Keluarga Responden ... 39

7 Tingkat Pendidikan Responden ... 39

8 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ... 40

9 Jenis Pekerjaan Responden ... 40

10 Lama Tinggal ... 41

11 Sebaran Tempat Tinggal ... 42

12 Kategori Air Tanah Masyarakat ... 46

13 Persentase Persepsi Responden Terhadap Kualitas Air Tanah ... 47

14 Sumber dan Volume Penggunaan Air oleh Responden... 48

15 Sumber dan Biaya Penggunaan Air Bersih oleh Responden ... 50

16 Biaya Berobat yang Dikeluarkan Responden ... 52

17 Rata-rata Kerugian Perwilayah ... 53

18 Total Biaya Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran ... 54

19 Perbandingan Nilai WTA Responden ... 56

20 Distribusi WTA Responden... 56

21 Besaran Nilai WTA Responden ... 57

22 Hasil Regresi Nilai WTA Responden ... 59

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Ilustrasi Pembagian Wilayah ... 8

2 Diagram Alur Kerangka Berpikir ... 27


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian ... 69 2 Analisis Hasil Regresi ... 74 3 Dokumentasi Penelitian ... 76


(20)

(21)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Bagi negara berkembang termasuk Indonesia industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat (Kristanto 2004). Pergerakan pembangunan menjadi sebuah visi yang terkait dengan aspek-aspek yang terdapat di dalam negara Indonesia, meliputi aspek penduduk (masyarakaat) dan aspek lingkungan dari masyarakat tersebut. Aspek penduduk (masyarakat) Indonesia berperan sebagai instrumen vital penggerak pembangunan. Sementara aspek lingkungan menjadi instrumen vital pendudukung aktivitas masyarakat, dan lingkungan memiliki sifat interdependensi yang mempengaruhi kelangsungan (sustainability) dari kedua aspek itu sendiri (Shamudro 2003).

Pemerintah terus mendorong terciptanya industri-industri baru di dalam negeri guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan banyak lapangan kerja,. Saat ini, jumlah industri besar dan sedang yang ada di Indonesia berkisar 24.200 unit usaha, sedangkan industri kecil sebanyak 3,8 juta unit usaha (Kemenperin 2011). Banyaknya Industri ini menjadikan salah-satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,47%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

2

Tabel 1 Nilai PDB menurut lapangan usaha tahun 2010-2012, laju pertumbuhan dan sumber pertumbuhan tahun 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan Tabel 1 industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,47 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi dengan sumber pertumbuhan masing-masing 1,44%dan 0,98%.

Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada periode 2009-2013 dengan rata-rata 5,9% per tahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi. Angka ini juga menunjukan bahwa diantara Negara G-20 pada tahun 2012 dan 2013, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setalah Cina (BBC 2013). Namun, disisi lain pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut akan menimbulkan dampak bagi lingkungan apabila tidak diimbangi dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, karena pada prinsipanya setiap perekonomian akan menghadapi

trade off yaitu suatu situasi pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu yang ingin dicapai dengan melibatkan kehilangan satu kualitas yang lain (Mulyanto 2007).

Permasalahan lingkungan yang mengancam kelestarian lingkungan sangat luas dan beragam, misalnya pemanasan bumi, penipisan lapisan ozon, serta penjarahan hutan hujan tropik yang akan mencapai sangat kritik pada puluh tahun


(23)

3 mendatang. Persoalan ini secara langsung dipengaruhi oleh populasi manusia yang terus bertambah. Divisi kependudukan PBB meramalkan penduduk dunia akan berkembang dari 6,23 milyar di tahun 2000 menjadi 9,3 milyar ditahun 2050. Pesatnya bertumbuhan penduduk ini berdampak pada tingginya pertumbuhan kebutuhan pangan, papan, energi dan kebutuhan dasar lainnya. Hal ini yang menjadi salah-satu faktor maraknya jumlah industri di dunia termasuk Indonesia yang pada akhirnya akan berimbas pada penurunan kualitas lingkungan (Mulyanto 2007).

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output), namun pada proses produksinya akan menghasilkan sisa berupa limbah yang dapat menimbulkan eksternalitas negatif apabila tidak diolah dengan baik. Menurut Fauzi (2006), eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif) dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak yang menyebabkan eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Sumber terjadinya eksternalitas adalah tidak adanya hak kepemilikan (property right), yaitu kesepakatan sosial yang menentukan kepemilikan, penggunaan, dan pembagian faktor produksi serta barang dan jasa. Air, udara, dan sungai merupakan barang publik yang bersifat non-rivalry (tidak ada ketersaingan dalam pemanfaatannya) dan non-excludable (tidak ada larangan dalam pemanfaatannya), sehingga hak kepemilikannya tidak dapat ditentukan. Tidak adanya hak kepemilikan ini akan menimbulakan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Misalnya, seorang pengusaha pemilik pabrik yang membuang limbahnya kesungai dan menyebabkan orang-orang yang menggunakan air sungai menjadi sakit. Dalam menentukan harga hasil produksinya pengusaha tersebut tidak memasukan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat pemakai air sungai untuk pengobatan, sehingga bagi seluruh masyarakat tidak tercapai suatu tingkat efisiensi yang maksimum (Mangkoesoebroto 2000).

Salah satu industri yang mempunyai potensi sebagai penyebab pencemaran adalah industri tekstil. Menurut Siregar (2005) dalam Rahmawati (2010), industri


(24)

4

tekstil tergolong dalam industri basah yaitu industri yang memerlukan banyak air pada proses produksinya terutama pada proses pencelupan atau pewarnaan. Proses pencelupan pada umumnya memerlukan suhu tinggi (diatas 100o C), dan penambahan bahan pembantu (dapat berupa larutan asam atau basa) yang bertujuan agar penyerapan warna menjadi lebih sempurna. Penggunaan suhu yang tinggi dan penambahan zat pembantu ini apabila limbah hasil produksinya dibuang langsung ke badan air maka akan mengganggu keseimbangan. Selain itu limbah cair industri tekstil juga mengandung logam berat berupa fenol, amonia, dan sulfida yang tinggi yang pada tahap tertentu akan mengganggu kualitas air (Rahmawati 2010).

Kabupaten Pemalang terutama Desa Wanarejan Utara merupakan desa sentra penghasil sarung tenun. Menurut BPS Kabupaten Pemalang tahun 2013, jumlah industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara sebanyak 169 unit usaha, rata-rata jumlah produksi sebanyak delapan kodi per hari untuk setiap industri dengan total limbah yang dikeluarkan 1.014 m3 per hari. Kandungan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi sarung tenun berpotensi menyebabkan pencemaran. Tabel 2 menunjukan hasil analisis kualitas limbah cair industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabuaten Pemalang jika dibandingkan dengan standar Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004.

Tabel 2 Hasil analisis limbah cair sarung tenun Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.

No Parameter Nilai standar Nilai Pengukuran

1 Suhu 38o C 38,9o C

2 pH 6 - 9 10,05

3 Total Suspende Solid (TSS) 50 mg/l 231 mg/l 4 Biological Oxygen Deman (BOD) 60 mg/l 132,2 mg/l 5 Chemical Oxigen Demand (COD) 150 mg/l 228,2 mg/l

6 Fenol 0,5 mg/l 0,362 mg/l

7 Amonia (NH3– N) 8,0 mg/l 8,6 mg/l

8 Sulfida (S) 0,3 mg/l 1,25 mg/l

Sumber: Badan Lingkungan Hidup (2010)

Hasil analisis kualitas limbah cair pada tabel 2 dilakukan secara langsung oleh Rahmawati (2010) di labolatorium dan bekerja sama dengan Badan


(25)

5 Lingkungan Hidup (BLH) kabupaten pemalang. Hasil analisis menunjukan hampir semua parameter melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Pembuangan limbah cair sarung tenun langsung ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar kawasan industri. Eksternalitas yang dirasakan masyarakat diantaranya penurunan kualitas kesehatan pengguna air tercemar, peningkatan biaya kesehatan akibat mengkonsumsi air yang tidak sehat dan pencemaran udara, serta biaya pengolahan air. Biaya-biaya yang ditanggung masyarakat akibat pembuangan limbah yang dilakukan oleh pelaku produksi ini disebut dengan biaya eksternal.

1.2 Rumusan Masalah

Desa Wanarejan Utara merupakan sentra industri sarung tenun yang ada di Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Namun, karena keterbatasan dana dan tingkat pengetahuan yang rendah para pengrajin sarung tenun tidak dapat membuat Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) dan terpaksa mengalirkan limbah cair sarung tenun ke sungai dan saluran-saluran pembuangan yang ada di sekitar rumah warga. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas air sungai dan air tanah. Ratusan sumur warga disekitar industri berubah warna dan menimbulkan aroma tidak sedap sehingga warga tidak dapat memanfaatkan air dan terpaksa menggunakan air PDAM untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Keadaan ini tentunya sangat merugikan masyarakat sekitar industri karena harus mengeluarkan biaya untuk membeli air bersih.

Selain biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan air bersih masyarakat juga mengeluarkan biaya berobat karena penyakit yang ditimbulkan dari adanya pencemaran tersebut. Dermatitis dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang diakibatkan dari pencemaran tersebut karena masih ada masyarakat yang menggunakan air yang tercemar untuk mandi, cuci, kakus (MCK) serta adanya pencemaran udara yang ditimbulkan bau yang tidak sedap dari limbah cair hasil proses pencelupan. Kepala Puskesmas Kabunan dr. Hadi Sucipto, mengatakan bahwa jumlah penderita penyakit dermatitis dan ISPA beturut-turut di Desa Wanarean Utara sebanyak 52 orang dan 26 orang. Jumlah ini kurang lebih empat persen dari jumlah penduduk di Desa Wanarejan Utara.


(26)

6

Berdasarkan diagnosisnya, penyakit berbahaya ini disebabkan kuman dan lingkungan desa yang kumuh bukan penyakit turunan1

Pencemaran limbah cair sarung tenun ini berakibat pada penurunan kesejahteraan masyarakat karena adanya biaya kerugian yang ditanggung. Biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat adalah biaya pengganti (Replacement Cost) untuk kembali mendapatkan air bersih yang layak konsumsi serta biaya pengobatan (Cost of Illness) atas penyakit yang diderita akibat pencemaran lingkungan. Biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun ini disebut dengan biaya eksternal. Untuk menekan biaya-biaya ekstenal yang ditanggung oleh masyarakat seharusnya pihak pencemar (industri sarung tenun) menginternalisasikan biaya ekstenal ini kedalam struktur biaya produksi sarung tenun sehingga penurunan kesejahteraan masyarakat sekitar industri dapat dihindarkan. Salah-satu upaya untuk menginternalisasikan eksternal cost adalah dengan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun, karena keterbatasan biaya, industri sarung tenun yang ada di Desa Wanarejan Utara tidak dapat membuat IPAL. Tidak adanya IPAL membuat pengrajin sarung tenun membuang limbahnya langsung ke lingkungan yang menyebabkan terjadinya pencemaran sumberdaya air, padahal masyarakat sekitar kawasan industri memiliki hak atas sumberdaya yang bersih (sumber air). Oleh karena itu perlu adanya kompensasi dari pihak pencemar akibat pencemaran yang terjadi akibat limbah cair sarung tenun.

Kondisi inilah yang melatarbelakangi penggunaan teknik Contingent Valuation Methode (CVM). Metode CVM digunakan berdasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak-hak atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah dengan mengukur seberapa besar keinginan membayar untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya maka pengukuran yang relevan adalah seberapa besar keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya

1

http://www.suaramerdeka.com/2010/09/25/puluhan-warga-terkena-penyakit diakses tanggal 16 Desember 2013


(27)

7 sumberdaya yang dia miliki (Fauzi 2006). Masyarakat Desa Wanarejan memiliki hak atas sumberdaya yang bersih (air) oleh karena itu pengukuran yang relevan adalah menggunakan Willingness to Accept (WTA) yang merupakan bentuk kesediaan menerima kompensasi masyarakat atas kerusakan jasa lingkungan sekitar mereka.

Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang?

2) Berapa besarnya nilai kerugian masyarkat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun?

3) Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun?

4) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesedian masyarakat dalam menerima kompensasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan dilaksanakaanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.

2) Mengestimasi besarnya biaya kerugian yang ditanggung masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun.

3) Mengestimasi besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun.

4) Mengidentifikasi faktor-fakor yang mempengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi.


(28)

8

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1) Akademisi dan peneliti, sebagai referensi khususnya dalam mengestimasi kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan

2) Pemerintah, dalam menetapkan kebijakan mengenai kompensasi yang diterima oleh masyarakat atas rusaknya jasa lingkungan serta memperhatikan tingkat pencemaran yang dilakukan industri-industri diwilayahnya.

3) Industri, agar tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar industri.

4) Masyarakat luas, untuk lebih mementingkan terjaganya kualitas jasa lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Wilayah penelitian ini adalah Desa Wanarejan Utara Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawasan industri. Responden terbagi kedalam tiga wilayah, wilayah pertama yaitu reponden yang memiliki

jarak tempat tinggal ≤ 100 meter dengan industri, wilayah kedua 101-500 meter, dan wilayah tiga dengan jarak > 500 meter. Ilustrasi pembagian wilayah berdasarkan jarak tempat tinggal dari pusat kawasan industri dapat dilihat pada Gambar 1.


(29)

9 Penelitian ini terfokus pada estimasi nilai kerugian yang diterima masyarakat. Estimasi nilai kerugian ini adalah dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar atas pencemaran air. Besarnya kerugian diestimasi dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kembali mendapatkan sumber air bersih dan biaya berobat akibat penyakit yang ditimbulkan karena adanya pencemaran. Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan wilayah industri maka semakin besar kerugian yang ditanggung. Metode WTA yang digunakan bermaksud untuk mengetahui besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat.


(30)

10

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran dalam Perspektif Ekonomi

Ahli ekonomi mendefinisikan pencemaran dengan cara yang berbeda. Pencemaran bergantung dari dua aspek, yaitu: (1) dampak fisik (biologis, kimiawi) dari limbah terhadap lingkungan; dan (2) reaksi manusia terhadap dampak tersebut, berupa kegelisahan (anxiety), ketidaknyamanan (unpleasantness), dan penderitaan (distress) yang dtunjukan oleh kehilangan kesejahteraan (lost of walfarae). Oleh karena itu, pencemaran dianggap sebagai biaya eksternal (external cost) yang terjadi akibat dua kondisi, yaitu: (1) aktivitas dari satu pihak yang mengakibatkan kehilangan kesejahteraan kepada pihak lain; dan (2) hilangnya kesejahteraan tersebut tidak dikompensasi (uncompensated) (Pearce dan Turner 1990).

Biaya eksternal juga dikenal sebagai eksternalitas negatif atau diseconomy

eksternal. Eksternalitas adalah pengaruh atau dampak atau efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan pihak lain. Menurut Mangkoesubroto (2000), yang dimaksud dengan eksternalitas adalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak bagi orang lain (atau segolongan orang lain) tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi fakor produksi. Sedangkan menurut Fauzi (2004), eksternalitas merupakan kegiatan produksi atau konsumsi yang mempengaruhi kegunaan pihak lain dan pembuatnya tidak memberikan kompensasi. Eksternalitas disebabkan oleh barang publik yang kepemilikannya untuk masyarkat dengan akses terbuka sehingga menimbulkan

tragedy of the common. Tragedy of the common ini menggambarkan rezim pengelolaan sumberdaya alam akses terbuka (open access) dimana setiap individu yang memiliki akses terhadap sumberdaya alam yang bersifat langka akan terdorong (memiliki insentif) untuk meningkatkan intensitas pemanfaatannya demi mendapatkan economic return dalam jangka pendek. Keadaan ini akan menyebabkan setiap individu mendapatkan manfaat yang semakin berkurang.

Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (positive externalities) atau bersifat merugikan (negative externalities). Eksternalitas negatif adalah pengaruh


(31)

11 yang diterima oleh beberapa pihak akibat kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan dan hilangnya kesejahteraan tersebut tidak dikompensasi. Eksternalitas positif adalah kegiatan satu pihak menghasilkan peningkatan kesejahteraan pada pihak lain.

Dalam perspektif ekonomi, faktor pendorong terjadinya pencemaran adalah ketidakmampuan pasar untuk memberikan harga pada barang dan jasa lingkungan yang digunakan dalam produksi dan konsumsi (Myer 1998). Pada umumnya lingkungan dianggap sebagai barang publik (public good) dimana hak kepemilikannya tidak dapat dinyatakan secara jelas. Pada kondisi tersebut barang dan jasa lingkungan bersifat bebas artinya sumberdaya tersebut tidak dibeli ketika diproduksi atau dikonsumsi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencegah atau mengurangi pencemaran adalah menjamain bahwa harga barang dan jasa lingkungan yang digunakan dalam produksi dan dikonsumsi dapat mencerminkan biaya pencemaran yang ditanggung oleh masyarakat. Kebijakan ditujukan untuk mengoreksi kegagalan pasar (market failure) dengan cara menetapkan harga terhadap eksternalitas atau dengan kata lain biaya pencemaran perlu diinternalisasi (Myers 1998).

2.2 Internalisasi eksternal cost

Menurut Husfschmidt et al. (1987), teori eksternalitas memberikan alternatif penjelasan tentang penyebab kerusakan lingkungan. Industri umumnya tidak memperhatikan kerusakan lingkungan atau dampak dari kegiatan produksi mereka serta limbah yang dibuang ke sungai, erosi tanah, pencemaran udara, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan, kualitas lingkungan harus dipelihara dengan baik. Untuk memelihara kualitas lingkungan yang baik diperlukan peran dari berbagai pihak salah satunya adalah pemerintah. Peran pemerintah adalah melakukan secara aktif kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan, bukan hanya pemerintah yang melakukan pengelolaan limbah tetapi juga industri yang mencemari lingkungan. Industri tersebut harus melakukan peningkatan kualitas lingkungan yang telah dicemari.


(32)

12

Peningkatan kulaitas lingkungan tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengelolaan limbah. Salah satu kebijakan untuk pengelolaan limbah adalah dengan internalisasi biaya eksternal. Menurut Fauzi (2004), internalisasi biaya eksternal merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam suatu unit usaha. Dampak kerusakan eksternal haruslah diinternalisasikan dalam keputusan ekonomi sehingga melalui kebijakan tersebut diharapkan lingkungan dapat terjaga kelestarian dan keberlanjutannya (Hufschmidt et al. 1987).

Ketika terjadi eksternalitas negatif, biaya privat yaitu biaya yang dihitung oleh pabrik untuk membayar semua faktor produksi yang digunakan menjadi terlalu kecil karena tidak memperhitungkan biaya kerugian masyarakat, akibatnya barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut cenderung menjadi terlalu banyak, mereka tidak memperhitungkan bagaimana dampak pembuangan limbah produksi ke lingkungan yang dirasakan masyarakat lainnya yang menggunakan air sungai atau air tanah (Mangkoesubroto 2000). Dalam hal ini perusahaan masih belum menanggung biaya eksternal seperti biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat akibat mengkonsumsi air yang telah tercemar.

2.3 Macam Pencemar

Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari adanya limbah atau pencemar tergantung dari kemampuan lingkungan untuk mengasimilasinya (daya serap atau daya tampung). Apabila beban limbah buangan melebihi daya serap lingkungan maka limbah tersebut akan tertumpuk dalam tubuh lingkungan. Menurut Suparmoko (2000), limbah terbagi menjadi dua macam yaitu limbah yang sulit atau bahkan tidak dapat diserap oleh lingkungan atau disebut limbah tak terserap (stock pollutants), dan ada pula limbah yang mudah diserap oleh lingkungan atau limbah terserap (fund pollutants).

Limbah tak terserap adalah limbah yang secara biologis sulit untuk diserap oleh lingkungan seperti botol kaca, logam berat, timbal, Bahan Berbahaya Beracun (B-3) yang seringkali menumpuk di sekitar sumber limbah tersebut, sedangkan limbah terserap selama tingkat buangan limbahnya tidak melebihi daya tampung atau daya serap lingkungan, maka limbah tersebut tidak akan


(33)

13 terakumulasi dalam tubuh lingkungan. Sebagai contoh limbah cair hasil aktivitas produksi suatu industri yang tidak melebihi baku mutu dan daya serap lingkungan. Limbah dapat pula dikelompokan menurut luasnya dampak baik vertikal maupun horisontal. Apabila kerusakan sebagai akibat dari pencemaran berada di sekitar sumber pencemaran tersebut, maka limbah yang bersangkutan disebut sebagai limbah lokal. Jika kerusakan yang ditimbulkan akibat limbah tersebut bersifat jauh lebih luas dari daerah sekitar sumber dampak, maka limbah ini disebut sebagai limbah regional. Sifat lokal dan regional ini tidak harus saling meniadakan satu sama lain, tetapi dapat juga limbah lokal terjadi bersama-sama dengan limbah regional seperti pada saat terjadi kebakaran hutan di Kalimantan yang asapnya menyebar kewilayah luas.

2.4 Industri dan Pencemarannya

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Kristanto (2004) mengklasifikasikan industri secara garis besar sebgai berikut:

1) Industri dasar atau hulu

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. Oleh karena itu industri hulu membutuhkan perencanaan yang matang beserta tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan sampai operasional. Di sisi lain juga membutuhkan pengaturan tata ruang, rencana pemukiman, pengembangan kehidupan perekonomian, serta pencegahan kerusakan lingkungan. Pembangunan industri ini dapat mengakibatkan perubahan lingkungan, baik dari aspek sosial-ekonomi dan budaya maupun pencemaran. 2) Industri hilir

Industri hilir merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi teruji dan padat karya.


(34)

14

3) Industri kecil

Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sifat industri ini padat karya.

Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Bahan pencemar keluar bersama-sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik dan masuk ke lingkungan dapat didefinisikan sebgai sumber pencemar, dan sebagai sumber pencemar perlu diketahui jenis bahan pencemar yang dikeluarkan, kuantitas, dan jangkauan pemaparannya.

Bahan pencemar yang masuk kedalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen secara fisika, kimia ban biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan nilai lingkungan yang disebut dengan perubahan kualitas lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukungnya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung di dalam limbah tersebut. Sifat beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukan oleh sifak fisik dan sifat kimia bahan itu baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan, antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, bersifat sebagai dioksidator dan reduktor yang kuat, dan mudah membusuk. Pada konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadirannya dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kehidupan manusia dan kehidupan mahluk lainnya, sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan dan dalam waktu tertentu. Adanya batasan kadar atau konsentrasi dan kuantitas B3 pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah ambang batas, yang mengandung


(35)

15 makna bahwa dalam kuantitas tersebut masih dapat ditoleransi oleh lingkungan, sehingga tidak membahayakan lingkungan atau pemakai (Kristanto 2004).

2.5 Limbah Tekstil

Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkajian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, pewarnaan, percetakan, dan poses penyempurnaan. Karakteristik limbah cair dari setiap tahapan proses operasi tekstil akan berbeda. Limbah cair dari unit pencetakan dan pewarnaan biasanya banyak mengandung warna yang terdiri dari residu reaktif kimia dan pewarnaan dan membutuhkan pengolahan khusus sebelum dibuang ke lingkungan. Karakteristik dan kuantitas effluen dari industri tekstil akan berbeda antara industri tekstil satu dengan yang lainnya karena tergantung dari proses produksi yang dilakukan. Umumnya, limbah cair industri tekstil besifat alkalin (basa) dan memiliki BOD dengan rentang 700 hingga 2000 mg/L (Viola 2011).

Limbah cair tekstil mengandung sejumlah senyawa organik baik yang mudah terdegradasi secara biologis maupun sulit terdegradasi ( non-biodegradable). Besarnya kandungan senyawa organik dapat direpresentasikan sebagai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand

(COD). BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik, sedangkan COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimia sehingga dapat dikatakan parameter COD sebagai parameter untuk mengetahui konsentrasi senyawa organik yang dapat dioksidasi oleh oksidator kuat dalam suasana asam. Limbah cair tekstil mengandung zat pewarna, oleh karena itu limbah tersebut sulit didegradasi oleh mikroorganisme atau pengolahan secara biologis. Kandungan organik dalam limbah akan semakin mudah didegradasi secara biologi apabila semakin tinggi rasio BOD/COD. Salah satu cara untuk dapat mereduksi BOD dan COD, digunakan pengolahan secara biologis dengan perlakuan khusus agar proses dapat terjaga dengan baik. Pada umumnya industri tekstil menggunakan kolam oksidasi apabila tersedia lahan atau menggunakan proses aerobik lainnya. Proses ini dapat menurunkan BOD hingga 95% (Juju 2012).


(36)

16

2.6 Pencemaran Sumberdaya Air

Sumberdaya air dibedakan menjadi sumberdaya air tanah dan sumber daya air permukaan. Sumber air tanah merupakan sumber aier bersih yang terdapat di dalam tanah dan batu-batuan, sedangkan sumberdaya air permukaan merupakan sumberdaya air yang berada dipermukaan bumi atau tanah. Air permukaan merupakan sumber air utama bagi kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Di samping itu air permukaan banyak digunakan untuk keperluan rekreasi seperti berenang, menangkap ikan, dan juga untuk keperluan irigasi guna mengairi pertanian (Suparmoko 2000)

2.6.1 Sumber pencemaran air tanah

Pencemaran pada sumberdaya air tanah terjadi bila ada bahan pencemar yang memasuki daerah titik jenuh sumberdaya air tanah. Sebagian besar pencemaran dapat dihilangkan secara alami melalui penyaringan dan kondensasi pada saat air mengalir secara perlahan-lahan melalui lapisan batu-batuan dan tanah. Namun apabila bahan pencemar yang mengalir melebihi baku mutu dan dalam jumlah yang lebih besar dari daya dukungnya maka pencemaran air tanah tidak dapat dihindarkan. Bahan-bahan kimia yang beracun merupakan contoh utama sumber pencemar yang sulit di saring atau dihilangkan.

2.6.2 Sumber pencemaran air permukaan

Sebagian pencemaran air terjadi secara kebetulan pada limbah terangkut dan pindah melalui badan air, tetapi sebagian lagi limbah dibuang dengan sengaja ke badan air sehingga menyebabkan timbulnya pencemaran air. Badan air merupakan tempat yang mudah untuk membuang limbah kota, limbah rumah tangga, maupun limbah industri. Sumber pencemaran air permukaan dapat dibedakan menjadi sumber tak bergerak (point sources) dan sumber bergerak (nonpoint sources).

Sumber tak bergerak biasanya membuang limbah ke dalam badan air permukaan pada suatu lokasi tertentu melalui pipa buangan, parit, ataupun saluran lainnya, sedangkan sumber bergerak akan mempengaruhi badan air secara tidak langsung dan tersebar sifatnya.

Pembedaan sumber pencemaran tersebut akan membawa konsekuensi dalam kebijakan pengendalian pencemaran. Dari segi pelaksanaan kebijakan, sumber


(37)

17 pencemar yang bergerak akan lebih sulit diawasi dan kurang mendapatkan perhatian, dan kebijakan lebih banyak diarahkan pada sumber pencemaran yang tidak bergerak. Permasalahan pencemaran pada sumberdaya air permukaan yaitu: 1) Pencemaran pada sungai dan danau

Sumber pencemaran yang utama yang sifatnya tidak bergerak dan mencemari sungai dan danau adalah kegiatan sektor pertanian, buangan air limbah perkotaan, serta limbah kegiatan-kegiatan rumah tangga (limbah domestik). Pencemaran yang berupa limbah pertanian dapat berupa tumpukan tanah permukaan yang terkupas karena aliran air (erosi), insektisida, maupun pupuk. Air penggelontor kota akan membawa pencemar seperti minyak, oli, dan timbal. Kegiatan industri dan perkotaan merupakan sumber pencemar yang tidak bergerak dan menyumbang pada pencemaran air tidak saja pada aliran sungai dan danau tetapi pada air tanah. Daerah dimana konsentrasi limbah kimia sangat tinggi akan mengalami pencemaran air tanah yang tinggi pula kerena limbah kimia tersebut akan mudah dibawa ke badan air tanah melalui air yang meresap ke dalam tanah dan batu-batuan.

2) Pencemaran air laut

Pencemaran air laut terjadi terutama bila terdapat tumpahan minyak yang dibawa oleh kapal-kapal tanker, tumpahan minyak yang terjadi pada sumur-sumur minyak lepas pantai pada saat terjadi pengeboran minyak pada sumur tersebut. Di samping itu pencemaran laut terjadi karena adanya pembuangan limbah dengan sengaja kedalam laut.

Wardhana (2004), menjelaskan beberapa indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:

1) Perubahan suhu air

Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari gerakan mesin. Agar proses industri dan mesin-mesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik, maka panas yang terjadi harus dihilangkan dengan menggunakan air. Air yang digunakan sebagai pendingin akan menyerap panas dari mesin sehingga air menjadi panas. Air yang menjadi panas tersebut biasanya dibuang langsung ke lingkungan (sungai, danau,


(38)

18

atau badan-badan air lainnya) sehingga suhu air tempat pembuangan limbah meningkat. Air tempat pembuangan limbah yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut akan turun. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya. Berkurangnya oksigen yang terlarut maka para ilmuan menetapkan pengujian persyaratan kandungan oksigen dalam limbah. Pengujian yang berhubungan dengan kandungan oksigen dalam air dibedakan menjadi dua yaitu uji BOD (Biochemical Oxigen Demand = uji kebutuhan oksigen biokimia) dan uji COD (Chemical Oxigen Demand = uji kebutuhan oksigen kimia). BOD menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air, sedangkan COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

2) Perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar 6,5 – 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memiliki pH yang lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air.

3) Perubahan warna, bau, dan rasa

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Hal ini menyebabkan air tempat pembuangan limbah akan berubah warna. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, tampak bening, dan jernih. Tingkat pencemaran air tidak hanya bergantung pada warna air, karena bahan buangan yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak memberikan warna.


(39)

19 Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri. Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dari industri pengolahan makanan seringkali menimbulkan bau yang tidak sedap. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan dapat digunakan sebagai salah-satu tanda terjadinya tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

Air normal yang dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari umumnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Apabila air memiliki rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman. Air yang memiliki rasa biasanyaa berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air pada umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air.

2.7 Replacement Cost dan Cost of Illness

Penurunan kualitas lingkungan memberikan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar kawasan industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara. Dilihat dari sisi ekonomi adanya penurunan atas kualitas lingkungan akan menyebabkan timbulnya biaya. Pada penelitian ini akan dibahas dua macam biaya yang ditanggung oleh masyarakat Desa Wanarejan Utara yaitu Replacement cost dan

cost of illness. Replacement cost atau biaya pengganti merupakan metode yang digunakan untuk menilai suatu sumberdaya alam yang dilihat dari biaya yang dikeluarkan untuk menggantikan atau memperbaiki sumberdaya tersebut setelah adanya kerusakan (Garrod dan Willis 1999).

Biaya kesehatan atau cost of illness didefinisikan sebgai metode yang digunakan untuk mengestimasi kerugian yang ditanggung masyarakat yang didasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akibat adanya penurunan kualitas lingkungan. Biaya yang termasuk kedalam biaya cost of illness

adalah biaya rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan, dan penurunan produktivitas (berkurangnya waktu bekerja).


(40)

20

2.8 Contingent Valuation Method (CVM)

Pendekatan ini disebut congtingent (tergantung) karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya seberapa besar biaya yang harus ditanggung, dan bagaimana pembayarannya. Pendekatan CVM ini sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui: pertama keinginan membayar (willingness to pay atau WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, dan udara) dan ke dua keinginan menerima (willingness to accept atau WTA atas suatu kondisi lingkungan yang rusak). Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak-hak atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah dengan mengukur seberapa besar keinginan membayar untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya maka pengukuran yang relevan adalah seberapa besar keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki (Fauzi 2006).

Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM terdapat enam tahap kegiatan atau proses (Hanley dan Spash 1993). Tahapan tersebut yaitu: 1) Menyusun pasar hipotetik

Pada awal prosesa kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. Misalnya, pemerintah ingin memperbaiki kondisi pantai yang sudah tercemar. Dalam hal ini kita dapat membuat suatu kuesioner yang beisi informasi lengkap mengenai bagaimana kondisi pantai yang bagus (misalnya dengan menunjukan foto pantai yang tercemar dan tidak tercemar), bagaimana pemerintah akan memperoleh dana (apakah dengan pajak, pembayaran langsung, dan sebagainya). 2) Memperoleh besarnya nilai penawaran (bid) WTA

Tahap berikutnya dalam melakukan CVM adalah memperoleh nilai lelang. Tahap ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Dari ketiga


(41)

21 cara tersebut survei langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survei ini adalah untuk memperoleh nilai penawaran responden. Setiap individu ditanya mengenai besarnya kompensasi yang bersedia diterima (WTA). Nilai kompensasi tersebut dapat diperoleh dengan empat cara yaitu:

a) Bidding game

Metode ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu hingga memperoleh maksimal WTP atau minimal WTA. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang disepakati.

b) Closed-ended referendum

Metode yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada responden terkait beberapa nilai WTA yang disarankan untuk dipilih, sehingga responden dapat memberikan jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

c) Payment card

Metode ini dilakukan dengan menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal atau minimal sesuai dengan preferensinya. Nilai ini ditunjukan kepada responden melalui kartu.

d) Open-ended question

Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan dari metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal, sedangkan kelemahannya terletak pada kurangnya akurasi nilai, terlalu besar variasinya, serta sering sekali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan.

3) Mengestimasi mean WTP/WTA

Tahap selanjutnya adalah menghitung nilai rataan WTA. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang (bid) yang diperoleh pada tahap dua. Pada tahap ini harus diperhatikan kemungkinan timbulnya outlier (nilai yang sangat jauh menyimpang


(42)

22

dari rata-rata). Dalam perhitungan statistika, biasanya nilai ini tidak dimasukan ke dalam perhitungan.

4) Mengestimasi kurva penawaran WTA

Kurva penawaran WTA responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang bersedia memilih suatu nilai WTA tertentu. Asumsi cara ini adalah jumlah kumulatif akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya nilai WTA.

5) Menentukan total WTA

Agregasi data merupakan suatu proses dimana rataan penawaran yang diperoleh dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6) Evaluasi pelaksanaan CVM

Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan.

2.8.1 Kelemahan dan kelebihan CVM

Menurut Yakin (1997), Kelemahan dan kesalahan potensial estimasi nilai lingkungan dengan metode CVM meliputi kesalahan hipotetis, kesalahan strategi, kesalahan informasi, kesalahan titik awal nilai tawaran, dan kesalahan alat. 1. Kesalahan pasar hipotetis

Kesalahan ini terjadi jika deskripsi situasi hipotetis secara sistematis berbeda dengan situasi sebenarnya sehingga perbedaan ini mengakibatkan kesalahan sistematik.

2. Kesalahan strategi

Terjadi ketika responden merasa bahwa dia bisa mempengaruhi hasil akhir dari nilai ekonomi perubahan lingkungan, sehingga dia tidak menawarkan nilai yang sebenarnya. Responden bisa memberikan nilai yang lebih rendah atau nilai yang terlalu tinggi tergantungan keinginan dan kepentingan responden.

3. Kesalahan informasi

Jumlah dan kualitas informasi tentang sumberdaya yang dinilai bisa berpengaruh terhadap besarnya nilai yang ingin dibayar untuk sumberdaya tersebut. Kurangnya informasi berkaitan dengan sumberdaya yang dinilai bisa mempengaruhi nilai yang diberikan.


(43)

23 4. Kesalahan titik awal

Kesalahan ini muncul ketika responden diberikan suatu nilai awal tertentu, dan responden disuruh untuk menaikkan atau menurunkan nilai itu, dan pada sisi lain responden tidak yakin akan nilai yang dia berikan karena dipengaruhi oleh nilai awal tadi.

5. Kesalahan alat

Kesalahan ini muncul ketika responden tidak memberikan nilai karena mereka tidak setuju dengan cara atau metode yang dipakai untuk memperoleh nilai yang ditawarkan.

Namun, dibalik kelemahannya metode CVM ini memiliki kelebihan, seperti mudah digunakan dalam berbagai konteks dan dapat mengestimasi nilai non use

(nilai bukan pengguna).

2.9 Penelitian terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini terkait estimasi nilai kerugian dan willingness to accept (WTA) masyarkat akibat pencemaran limbah yaitu Saefrudin (2014) mengkaji tentang analisis willingness to accept dengan judul Analisis Willingness to Accept Terhadap Program Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu 1) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima masyarakat akibat banjir; 2) Mengidentifiasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan dan ketidaksediaan untuk relokasi; 3) Mengestimasi besarnya nilai kompensasi masyarakat Kampung Pulo agar bersedia direlokasi serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Adapun alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi logit, metode valuasi ekonomi berupa biaya berobat, biaya hilangnya pendapatan, CVM, dan analisis regresi berganda.

Adhitya (2013) mengkaji tentang estimasi nilai kerugian dan WTA dengan judul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu 1) mengidentifikasi eksternalitas negatif akibat aktivitas pabrik gula; 2) mengestimasi biaya kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas negatif; 3) mengestimasi besarnya nilai kompensasi yang bersedia


(44)

24

diterima masyarakat; 4) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi. Adapun alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, metode valuasi ekonomi berupa biaya pengganti, biaya berobat, CVM, dan analisis regresi berganda.

Ismail et al. (2011), yang mengestimasi nilai kerugian ekonomi dan

willingness to pay masyarakat akibat pencemaran air tanah. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu 1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat; 2) mengestimasi kerugian ekonomi masyarakat Kapuk Muara akibat pencemaran air tanah; 3) Mengestimasi nilai kesediaan membayar (WTP) masyarakat Kapuk Muara terhadap upaya perbaikan kualitas air tanah. Pada penelitian ini menggunakan analisi deskriptif dan metode valuasi ekonomi (biaya pengganti, biaya sakit, pengeluaran pencegahan, dan kesediaan membayar).

Penelitain yang lain adalah penelitain Shaffitri (2011) yang mengkaji biaya eksternal dengan judul penelitian Internalisasi Biaya Eskternal Pengolahan Limbah Tahu. Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1) mengidentifikasi karakteristik industri tahu yang ada di Desa Kalisari, Purwokerto; 2) mengestimasi besarnya nilai kerugian masyarakat akibat pencemaran yang akibatkan oleh limbah cair; 3) mengestimasi besarnya kesediaan membayar pengrajin tahu dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Metode yang digunaakan dalam penelitian ini adalah metode biaya produksi, biaya pengganti, perubahan produktivitas, dan CVM berupa WTP.

Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam menggunakan konsep analisis berupa CVM. Namun, terdapat juga beberapa perbedaan diantaranya adalah perbedaan pada sumber pencemar, objek yang dikaji, serta besarnya kerugian yang dirasakan oleh masyarakarat. Selain itu penelitian Ismail et al.

(2011) dan Shaffitri (2011) mengestimasi nilai kesediaan membayar, sedangkan pada penelitian ini mengestimasi nilai kesediaan menerima. Perbedaan yang lainnya adalah dari segi lokasi, tujuan, dan jenis kegiatan. Jenis kegiatan yang dikaji dalam penelitian ini adalah aktivitas industri sarung tenun yang menyebabkan pencemaran air di sekitar kawasan industri. Lokasi penelitian berada di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.


(45)

25

III KERANGKA PEMIKIRAN

Sektor industri merupakan salah-satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, dengan adanya kegiatan industri selain membawa dampak positif seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi negara serta penciptaan lapangan kerja juga membawa dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan. Industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara juga tidak jauh berbeda dengan industri lain yang juga memiliki dampak positif dan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar. Dampak negatif yang sering dirasakan masyarakat sekitar kawasan industri sarung tenun adalah pencemaran air akibat pembuangan limbah cair sarung tenun secara langsung ke lingkungan dan pencemaran udara dari adanya proses pencelupan yang menghasilkan asap dan bau tidak sedap dari limbah cair hasil produksi. Para pengrajin sarung tenun biasanya membuang limbah hasil produksi ke sungai-sungai atau badan-badan air sekitar industri. Untuk menjaga keberlanjutan lingkungan pengrajin sarung tenun seharusnya melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu pengolahan limbah yang dapat dilakukan adalah dengan membangun IPAL. Tetapi pengrajin sarung tenun di Desa Wanarejan Utara belum membangun IPAL tersebut karena beberapa faktor yaitu 1) pengrajin umumnya tidak memiliki dana untuk melakukan pengolahan limbah karena modal yang terbatas; 2) keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi pengolahan limbah dan standar baku buangan limbah serta 3) menganggap limbah yang dihasilkan tidak berbahaya dan umumnya langsung dibuang ke sungai atau badan air terdekat.

Pada kasus pencemaran air, untuk menanggung hal tersebut masyarakat Desa Wanarejan Utara harus mencari sumber air baru guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari seperti air galon, dirigen, atau air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Bergantinya sumber air yang digunakan oleh masyarakat dari air sumur atau air tanah ke air PDAM menyebabkan timbulnya biaya yang harus ditanggung oleh masyarkat untuk tetap mendapatkan air bersih. Padahal apabila air tanah tidak tercemar, masayarakat sekitar kawasan industri sarung tenun dapat mendapatkan air bersih tanpa adanya biaya yang dikeluarkan. Selain bergantinya sumber air bersih, adanya pencemaran air juga berimbas pada kesehatan


(46)

26

masyarakat yang memanfaatkan air tanah yang tercemar berupa gatal-gatal kulit atau penyakit ISPA yang tentunya mengeluarkan biaya guna mengobati penyakit tersebut. Pada kasus pencemaran udara, masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk berobat akibat penurunan kualitas kesehatan karena adanya pencemaran udara yang ditimbulkan saat proses pencelupan.

Tahap pertama yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri sarung tenun dengan menggunakan analisis deskriptif. Selain itu akan mengestimasi kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat dengan menggunakan pendekatan metode biaya pengganti dan biaya berobat. Mengestimasi besarnya nilai WTA menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA menggunakan analisis regresi berganda model double log.

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian maka dibuat alur pemikiran yang akan menerangkan apa saja yang menjadi ruang lingkup pada penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pada kawasan industri di Desa Wanarejan Utara yang terjadi adalah pihak industrilah yang mulai berkembang di daerah pemukiman. Pembuangan limbah industri sarung tenun langsung ke sungai dan kebadan-badan air sekitar perumahan warga tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu menjadi sumber masalah terjadinya pencemaran air tanah yang seharusnya dapat dikonsumsi warga secara aman. Adanya asap dan bau yang tidak sedap saat proses pencelupan (pewarnaan) juga menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Pencemaran air tanah dan pencemaran udara ini berdampak pada perubahan sumber air bersih masyarakat sekitar kawasan industri serta penurunan kualitas kesehatan masyarakat akibat memanfaatkan air yang tercemar.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah sarung tenun secara langsung ke lingkungan. Setelah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah, penelitian ini juga akan mengestimasi besarnya nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran yang dihasilkan oleh pihak industri, mengestimasi besarnya kesediaan menerima kompensasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan menerima kompensasi masyarakat sekitar


(47)

27 kawasan industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara. Berikut alur penelitian lebih jelas disajikan dalam bentuk diagram alur kerangka berfikir yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir

Industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara

Industri berkembang di

sekitar perumahan

warga

Limbah dibuang langsung ke lingkungan

Pencemaran air dan udara

Kondisi masyarakat sekitar kawasan industri

Identifikasi eksternalitas negatif akibat pencemaran air

Mengestimasi kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat

Mengestimasi besarnya nilai WTA

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA

Analisis deskriptif Biaya pengganti

dan biaya berobat

Pendekatan CVM Analisis model

regresi berganda

Mengidentifikasi eksternalitas negatif akibat aktivitas industri sarung tenun, mengestimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun, mengestimasi besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarkat serta faktor-faktor yang mempengaruhi besar kesediaan dalam menerima kompensasi


(48)

28

IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilakukan di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Wanarejan Utara merupakan sentra industri sarung tenun yang masih lemah dalam pengelolaan limbahnya. Waktu penelitian adalah pada bulan Mei-Juli 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan meliputi karakteristik masyarakat, pandangan masyarakat terhadap keberadaan industri sarung tenun, besarnya biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk kembali mendapatkan sumberdaya air yang bersih, besarnya biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengobati penyakit yang diderita akibat pencemaran yang terjadi, serta mengenai seberapa besar mereka bersedia menerima kompensasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi tersebut. Data primer ini diperoleh memelalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan bantuan kuesioner.

Data sekunder pada penelitian ini meliputi data-data yang terkait dengan daerah penelitian, penyakit yang diderita masyarakat sekitar beserta jumlahnya akibat pengaruh pencemaran, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder didapat dari kantor pemerintah daerah setempat, Pusksesmas Desa Wanarejan Utara, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pemalang, Badan Pusat Statistik (BPS), serta badan atau lembaga yang terkait dengan penelitian.

4.3 Metode pengambilan contoh

Metode pengambilan contoh dilakukan dengan metode systematic sampling.


(49)

29 responden dipilih dengan pola memilih rumah berdasarkan jarak terhadap industri. Pada pelaksanaannya jarak tempat tinggal warga dibagi menjadi tiga wilayah, wilayah pertama yaitu dengan jarak ≤ 100 meter dari industri diambil 35 responden, wilayah kedua sebanyak 30 responden dengan jarak 101-500 meter dari industri, dan wilayah ketiga sebanyak 30 responden dengan jarak > 500 meter dari industri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sebesar 95 orang.

4.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi dampak negatif dari adanya aktivitas industri sarung tenun, Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai kerugian ekonomi masyarakat, serta besarnya nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi disekitar lingkungan mereka. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dengan menggunakan program Minitab 15 dan Microsoft Exel 2007 . Pada tabel akan dijelaskan matriks keterkaitan antara sumber data, metode analisis data dan tujuan dalam penelitian ini. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Matriks metode analisis

No Tujuan penelitian Sumber data Metode analisis data

1. Mengidentifikasi dampak negatif akibat aktivitas industri sarung tenun

Data primer

(wawancara responden) dan sekunder

Analisis deskriptif

2 Mengestimasi nilai kerugian responden akibat pencemaran limbah sarung tenun

Dataprimer (wawancara responden) dan

sekunder

Metode cost of illness

dan replacement cost

3 Mengestimasi besarnya

WTA masyarakat

Data primer dari wawancara responen

Metode CVM

4 Identifikasi faktor –faktor yang mempengaruhi nilai WTA

Data primer dari wawancara responden

Analisis regresi berganda


(50)

30

4.4.1 Identifikasi dampak negatif yang dirasakan responden akibat aktivitas industri sarung tenun

Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak negatif yang dirasakan responden menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh (dampak negatif) dan apa saja perubahan yang dirasakan responden dari adanya aktivitas industri sarung tenun. Analisis ini meliputi penilaian responden terhadap kualitas lingkungan, ada tidaknya gangguan akibat aktivitas industri, serta dampak negatif yang dirasakan responden.

4.4.2 Estimasi nilai kerugian masyarakat

Estimasi nilai kerugian masyarakat yang diakibatkan pencemaran yang dihasilkan dari industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara diestimasi dengan menggunakan metode cost of illness dan replacement cost. Metode cost of illness

yaitu mengestimasi kerugian ekonomi masyarakat dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat pencemaran yang terjadi. Pada metode ini informasi yang diperlukan diantaranya: (1) jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat mengonsumsi air sumur yang tercemar dan penyakit yang ditimbulkan akibat pencemaran udara, apakah penyakit tersebut penyakit turunan atau tidak, (2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami penyakit tersebut dalam satu tahun, (3) biaya, besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, (4) kemana pergi berobat, apakah ke rumah sakit atau ke puskesmas. Besarnya biaya kesehatan didapat dari menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh responden untuk mengobati penyakitnya.

Estimasi kerugian dengan menggunakan metode replacement cost

didasarkan pada kasus penggunaan sumber lain akibat tercemarnya air sumur masyarakat yang didentifikasi dengan penyebaran kuesioner. Informasi yang akan dicari terkait penggunaan metode replacement cost antara lain: 1) sumber air pengganti, yaitu darimana sumber air pengganti yang digunakan responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan minum, 2) jumlah konsumsi air pengganti, yaitu berapa besar jumlah konsumsi air


(51)

31 pengganti yang digunakan responden, 3) biaya, yaitu besar biaya yang dikeluarkan responden untuk membeli sumber air pengganti.

4.4.3 Analisis nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran akibat aktivitas industri sarung tenun

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai WTA masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA tersebut. Untuk mengestimasi besarnya nilai WTA tersebut digunakan pendekatan CVM. Menurut Hanley dan Spash (1993) tahapan dalam penerapan analisis CVM dalam menentukan nilai WTA yaitu:

1) Membangun pasar hipotetik

Pasar hipotesik dibentuk atas dasar pencemaran yang terjadi akibat pembuangan limbah cair sarung tenun tanpa melalui proses pengolahan di Desa Wanarejan Utara. Pencemaran yang terjadi berupa pencemaran sumber air (air sungai, dan air tanah). Pihak pabrik akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat disekitar kawasan industri. Kompensasi diperlukan karena masyarakat memiliki hak untuk dapat memanfaatkan air tanah (sumur) mereka tanpa tercemar. Pemberian dana kompensasi ini sebagai pertanggung jawaban pihak pencemar atas penurunan kualitas lingkungan di Desa Wanarejan Utara. Pasar hipotetik yang ditawarkan dibentuk dalam skenario sebagai berikut:

Industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara menghasilkan limbah cair yang dibuang langsung ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat berupa pencemaran sumber air. Pihak industri akan memberlakukan pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi kerugian masyarakat akibat pencemaran. Besarnya dana kompensasi akan ditanyakan langsung kepada masyarakat Wanarejan Utara. Besarnya dana kompensasi berkisar Rp50.000 – Rp300.000/KK/bulan. Harga Rp50.000 diperoleh dari harga biaya berobat, sedangkan harga Rp300.000 diperoleh dari penggunaan air PDAM Kabupaten Pemalang.


(52)

32

Melalui skenario di atas, maka responden akan mengetahui gambaran terkait kondisi hipotetik adanya rencana upaya dari pihak pencemar untuk mengatasi pencemaran yang terjadi.

2) Memperoleh besarnya nilai penawaran WTA

Metode yang dipilih dalam penelitian ini untuk memperoleh nilai tawaran adalah bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, dimulai pada penawaran maksimal yaitu pada penelitian ini sebesar Rp300.000 hingga angka minimum yang mau diterima oleh responden.

3) Menghitung dugaan nilai rataan WTA (EWTA)

Nilai EWTA dapat diduga dengan penjumlahan dari keseluruhan nilai WTA dibagi jumlah responden . Dugaan rataan WTA dihitung dengan rumus (Hanley dan Spash 1993)

...(1)

Keterangan:

EWTA = dugaan nilai rataan WTA (Rp) Wi = nilai WTA ke-i

n = jumlah responden

i = reponden ke-i yang bersedia menerima (i = 1, 2, 3, ..., n) 4) Menduga kurva penawaran WTA

Kurva penawaran WTA responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang bersedia memilih suatu nilai WTA tertentu. Asumsi cara ini adalah jumlah kumulatif akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya nilai WTA.

5) Menjumlahkan data

Penjumlahan data adalah proses dimana penawaran rata-rata (nilai tengah) penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat diduga dengan menggunakan rumus:


(53)

33

Keterangan :

TWTA = Total WTA (Rp)

EWTAi = Dugaan rataan WTA ke-i (Rp) P = jumlah populasi (orang)

i = responden ke- i (i= 1,2,3,...n) 6) Evaluasi pelaksanaan CVM

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan (realiability) fungsi WTA dengan melihat nilai

R-Square dari model regresi berganda WTA. Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan minimal nilai adjusted R2 adalah 15%

4.4.4 Analisis fungsi willingnes to accept (WTA)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi WTA masyarakat Desa Wanarejan Utara. Masyarakat perlu mendapatakan kompensasi dari pihak industri karena aktivitas industri sarung tenun menimbulkan biaya kerugian yang harus ditanggung masyarakat sekitar. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besarnya WTA adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, pendidikan, pendapatan, jarak tempat tinggal, jumlah tanggungan, lama tinggal, kerugian pencemaran sumberdaya air, serta upaya mengatasi pencemaran. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini didapat dari jurnal-jurnal dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan WTA.

Pada awalnya analisis WTA pada penelitian ini menggunakan fungsi linear berganda yang diestimasi menggunakan metode Ordinari Least Square (OLS). Model awal pada penelitian ini adalah:

WTA = β0 + β1 JK + β2 UR + β3 PNDK + β4 PNDP + β5 JTT + β6 JTK + β7 LT + β8 DPA + β9 DMP...(3)

Penggunaan model regresi linear berganda pada penelitian ini memiliki kelemahan yaitu pada saat data diolah sebaran data tidak menyebar normal dikarenakan perbedaan signifikansi yang besar antara observasi yang benilai besar


(54)

34

dengan observasi yang bernilai kecil. Menurut Gujarati (2003), Untuk mempermudah interpretasi serta mengurangi perbedaan signifikan antara observasi yang bernilai besar dengan observasi yang bernilai kecil sehingga membuat data tersebut tetap terdistribusi normal maka model regresi linear berganda pada persamaan 3 ditransformasikan kedalam model double log, sehingga fungsi persamaan yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut:

LnWTAi = β0 + β1 JK + β2 LnUR + β3 LnPNDK + β4 LnPNDP + β5 LnJTT + β6 LnJTK +β7 LnLT + β8 DPA + β9 DMP ...(4) Keterangan:

Mid WTAi = nilai WTA responden

β0 = konstanta

β 1 –β8 = koefisien regresi

JK = Jenis kelamin (laki-laki = 0 ; perempuan = 1) UR = usia responden (tahun)

PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = pendapatan (rupiah/bulan) JTT = jarak tempat tinggal (meter)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun)

DPA = dummy kerugian pencemaran sumber air (rugi = 1 ; tidak = 0) DMP = dummy upaya mengatasi pencemaran (ada = 1 ; tidak = 0)

Variabel jenis kelamin, dummy kerugian pencemaran sumber air, dan dummy mengatasi pencemaran tidak ditransformasikan menggunakan logaritma natural karena menggandung nilai nol. Menurut Nachrowi dan Usman (2006), model double log tidak dapat dibentuk dari data yang mempunyai nilai nol atau minus, karena ketika dilakukan transformasi kedalam bentuk logaritma maka nilai nol atau minus akan menjadi tak berhingga.

Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel jenis kelamin,usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kerugian akibat pencemaran air, serta adanya upaya mengatasi pencemaran. Responden


(1)

75 Lampiran 2 Hasil analisis regresi

Regression Analysis: WTA versus JK; usia; ...

The regression equation is

WTA = 15,2 + 0,0420 JK + 0,267 lnUR + 0,145 lnPNDK - 0,394 lnPNDP - 0,111 lnJTT + 0,308 lnJTK + 0,268 lnLT + 0,113 DMP

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 15,1503 0,6379 23,75 0,000

JK 0,04202 0,02428 1,73 0,087 2,4 usia 0,26705 0,06691 3,99 0,000 6,8 pendidikan 0,14531 0,04140 3,51 0,001 2,1 pendapatan -0,39419 0,03697 -10,66 0,000 7,0 jarak tempat tinggal -0,111433 0,009757 -11,42 0,000 5,1 Jml. Tanggungan 0,30783 0,06026 5,11 0,000 10,2 Lama tinggal 0,26817 0,03606 7,44 0,000 3,5 Upaya mengatasi 0,1128 0,2138 0,53 0,599 1,1

S = 1,00879 R-Sq = 94,7% R-Sq(adj) = 94,1% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 8 1481,36 185,17 181,96 0,000 Residual Error 82 83,45 1,02

Total 90 1564,80

Durbin-Watson statistic = 1,82266

Uji asumsi klasik a. Uji normalitas

H0 : Residual menyebar normal H1 : Residual tidak menyebar normal


(2)

76

Nilai-p(0,099) >alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi.

b. Homoskedastisitas (uji Park) H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas

Regression Analysis: lnresid2 versus JK; usia; ...

The regression equation is

lnresid2 = - 0,4 + 0,102 JK - 3,88 LnUR + 0,511 LnPNDK +

0,117 lnPNDP + 0,384 LnJTT - 1,14 LnJTK + 2,29 LnLT - 0,68

DMP

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,38 12,77 -0,03 0,976 JK 0,1023 0,7192 0,14 0,887 usia -3,880 2,380 -1,63 0,107 pendidikan 0,5114 0,8458 0,60 0,547 pendapatan 0,1171 0,8874 0,13 0,895 jarak tempat tinggal 0,3839 0,2410 1,59 0,115 Jml. Tanggungan -1,135 1,097 -1,03 0,304 Lama tinggal 2,290 1,457 1,57 0,120 Upaya mengatasi -0,684 1,682 -0,41 0,685

S = 2,60750 R-Sq = 9,8% R-Sq(adj) = 1,1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 8 60,914 7,614 1,12 0,359

RESI1 P e r c e n t 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean 0,099 -1,57139E-14 StDev 0,4038 N 91 KS 0,085 P-Value Normal


(3)

77

Residual Error 82 557,525 6,799 Total 90 618,439

Berdasarkan hasil uji-Park diperoleh p-value(0,359)>alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi.

c. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi menggunakan Uji Durbin-Watson. Hasil menunjukan bahwa nilai DW sebesar 1,83., dengan jumlah sample 91 (n) dan jumlah peubah bebas 8 (k=8) maka menghasilkan dl = 1,55 dan du= 1,78. Nilai DW pada penelitian ini termasuk ke dalam kategori du<d<4-du, hal ini menunjukan tidak ada autokorelasi.

d. Uji Multikolinearitas

Pemeriksaan terkait multikolinearitas dilihat dari korelasi antar parsial beubah bebas. Jika hasil yang didapatkan korelasi antar peubah bebas tidak ada yang lebih besar dari R2 (94,7%) maka diasumsikan tidak ada multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel korelasi antar beubah bebas.

Tabel korelasi antar peubah bebas

JK UR PNDK PNDP JTT JTK LT UP

JK 1,00000 0,298570 -0,085604 0,282457 0,017766 0,476576 0,247283 0,143607 UR 0,298570 1,00000 -0,307708 0,099266 -0.07156 0,278382 0,880478 -0,15130 PNDK

-0,085604 -0,307708 1,00000 0,380704 -0,01703 0,136787 -0,207200 0,255831 PNDP 0,282457 0,099266 0,380704 1,00000 0,002585 0,507258 0,076871 0,171311 JTT 0,017766 -0,071565 -0,017038 0,002585 1,000000 0,069187 -0,066921 0,052400 JTK 0,476576 0,278382 0,136787 0,507258 0,069187 1,00000 0,247744 0,148650 LT 0,247283 0,880478 -0,207200 0,076871 -0,06692 0,24774 1,000000 -0,14349 UP 0,143607 -0,151302 0,255831 0,171311 0,052400 0,148650 -0,143496 1,00000


(4)

78

Lampiran 3 Dokumentasi penelitian

Kondisi saluran pembuangan limbah cair sarung tenun

Kondisi pengeringan dan penenunan


(5)

79


(6)

80

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 3 Maret 1992 dari Ayah Khamim Sulaiman dan Ibu Daeni. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Pennulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Banjaranyar 02 tahun 2004, setelah itu menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP N 1 Randudungkal tahun 2007 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Pemalang tahun 2010. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis mendapatakan beasiswa Bidik Misi dan aktif sebagai staff Public Relation Resource and Environmental Student Association (RESA) tahun 2011 serta aktif sebagai anggota UKM Gentra Kaheman. Selain itu, penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkup fakultas maupun dalam lingkup universitas.


Dokumen yang terkait

SARUNG TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI DESA WANAREJAN UTARA KABUPATEN PEMALANG KAJIAN ASPEK MOTIF DAN PROSES PRODUKSI

2 18 71

FAKTOR PENYEBAB KELUHAN SUBYEKTIF PADA PUNGGUNG PEKERJA TENUN SARUNG ATBM DI DESA WANAREJAN UTARA PEMALANG

2 15 131

Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Sekitar Home Industri Sarung Tenun Ikat Terhadap Pencemaran Air Limbah Proses Produksi

4 57 179

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah Studi Kasus di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara

1 10 12

Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)

1 15 213

Estimasi Nilai Kerugian dan Willingness to Accept Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah dan Udara di Sekitar Kawasan Industri: Kasus Industri Kabel di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor

2 7 191

Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal

1 7 93

Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan

0 8 111

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon).

0 6 101

PERKEMBANGAN INDUSTRI SARUNG TENUN DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DESA BEJI KECAMATAN TAMAN KABUPATEN PEMALANG PADA TAHUN 1998-2012 - repository perpustakaan

0 0 15