65 alpha 1 dan 15, maka dapat dikatakan model regresi tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas. Grafik scatterplot yang dihasilkan pada Gambar 16 menunjukkan, titik-titik menyebar secara acak dan tersebar di atas maupun di
bawah angka nol pada sumbu Y yang berarti model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
Gambar 16 Scatterplot model regresi berganda
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi didasarkan pada uji Durbin-Watson DW, nilai DW yang menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi berada di antara 1,55 dan 2,46
Firdaus, 2004. Hasil pengolahan data mendapatkan nilai DW sebesar 1,926 dapat disimpulkan model regresi tidak terjadi masalah autokorelasi yang dapat
dilihat pada Lampiran 1. 4.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dengan menggunakan software SPSS 16. Penelitian ini menggunakan taraf nyata sebesar 1 dan 15. Lampiran 3 menunjukkan, nilai Asymp.Sig. 2-tailed
sebesar 0,995 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan berarti distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas.
Asumsi-asumsi analisis regresi berganda terpenuhi, hal ini menunjukkan model regresi layak digunakan. Model regresi yang dihasilkan adalah:
WTP = 485,538 – 554,085 JK – 21,150 USA + 296,352 TPK – 97,850 SPR –
861,189 PDG + 292,602 WK + 0,002 TPS – 810,965 JTK + 1.613,922 FK +
7,582 DK + 1,576 WH – 89,639 JT
66 Uji F yang dihasilkan pada model ini menghasilkan nilai Sig = 0 yang
berarti variabel-variabel bebas secara keseluruhan berpengaruh terhadap perubahan nilai WTP. Berdasarkan Tabel 22, variabel bebas yang mempengaruhi
model regresi pada taraf nyata 1 adalah waktu kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan frekuensi terkena kemacetan. Tingkat pendidikan, tingkat
penghasilan, dan jarak tujuan berpengaruh pada taraf nyata 15. Variabel- variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Waktu Kerja
Variabel bebas waktu kerja responden berpengaruh nyata pada taraf nyata1, dimana variabel ini memiliki nilai sig. 0,008. Variabel waktu kerja
memiliki nilai koefesien sebesar 292,602 dan bertanda positif, hal ini menunjukkan semakin lama atau bertambah waktu kerja sebesar satu satuan, maka
nilai WTP yang bersedia responden bayarkan semakin meningkat sebesar Rp 292,602 cateris paribus. Bertambahnya waktu kerja responden diduga akan
meningkatkan nilai rata-rata WTP dengan asumsi cateris paribus karena responden akan memanfaatkan waktu kerja yang lebih maksimal dan tidak ingin
membiarkan waktu kerjanya terbuang yang menyebabkan semakin banyak opportunity cost yang hilang akibat kemacetan, sehingga responden bersedia
membayar nilai WTP yang lebih besar cateris paribus.
2. Jumlah Tanggungan Keluarga
Variabel bebas jumlah tanggungan keluarga responden berpengaruh nyata pada taraf nyata 1, dimana variabel ini memiliki sig. 0,000. Variabel jumlah
tanggungan keluarga memiliki nilai koefesien sebesar 810,965 dan bertanda negatif, hal ini menunjukkan semakin banyak atau meningkat jumlah tanggungan
keluarga responden sebesar satu satuan, maka nilai WTP yang diberikan semakin rendah atau turun sebesar Rp 810,965 cateris paribus. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga responden akan menurunkan nilai WTP yang bersedia mereka bayarkan, karena responden membutuhkan banyak
biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya cateris paribus.
67
3. Frekuensi terkena Kemacetan
Variabel bebas frekuensi terkena kemacetan responden berpengaruh nyata pada taraf nyata 1, dimana variabel ini memiliki sig. 0,001. Variabel frekuensi
kemacetan memiliki nilai koefesien sebesar 1.613,922 dan bertanda positif, yang berarti semakin tinggi atau meningkat frekuensi terkena kemacetan responden
sebesar satu satuan akan meningkatkan nilai WTP yang dibayarkan sebesar Rp 1.613,922 cateris paribus. Frekuensi terkena kemacetan yang semakin meningkat
diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP responden dengan asumsi cateris paribus, karena nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebagai bentuk
kerugian yang dirasakan responden akibat kemacetan cateris paribus.
4. Tingkat Pendidikan
Variabel bebas tingkat pendidikan responden berpengaruh nyata pada taraf nyata 15, dimana variabel ini memiliki nilai sig. 0,011. Variabel tingkat
pendidikan memiliki nilai koefesien sebesar 296,352 dan bertanda positif yang berarti semakin tinggi atau bertambahnya tingkat pendidikan responden sebesar
satu satuan, maka nilai WTP yang diberikan responden semakin tinggi atau meningkat sebesar Rp 296,352 cateris paribus. Tingkat pendidikan responden
yang semakin tinggi diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP dengan asumsi cateris paribus, karena tingkat pendidikan responden yang semakin tinggi
lebih memahami dampak negatif atau kerugian yang dirasakan akibat kemacetan sehingga responden bersedia mengeluarkan nilai WTP yang lebih besar cateris
paribus.
5. Tingkat Penghasilan
Variabel bebas tingkat penghasilan responden yang diterima dalam waktu satu bulan berpengaruh nyata pada taraf nyata 15, dimana variabel ini memiliki
sig. 0,058. Variabel tingkat penghasilan memiliki nilai koefesien sebesar 0,002 dan bertanda positif. Tingkat penghasilan yang semakin meningkat diduga akan
meningkatkan rata-rata nilai WTP responden sebesar Rp 0,002 dengan asumsi cateris paribus, karena nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebagai
bentuk kerugian yang dirasakan akibat kemacetan dan kepedulian untuk perbaikan arus lalu lintas atas pelanggaran yang dilakukan.
68
6. Jarak Tujuan
Variabel bebas jarak tujuan responden berpengaruh nyata pada taraf nyata 15, dimana variabel ini memiliki sig. 0,129. Variabel jarak tujuan memiliki nilai
koefesien sebesar 89,639 dan bertanda negatif, yang berarti semakin jauh atau meningkat jarak tujuan sebesar satu satuan akan menurunkan nilai WTP yang
bersedia responden bayarkan sebesar Rp 89,639 cateris paribus. Hal ini menunjukkan, semakin jauh jarak tujuan responden akan menurunkan nilai WTP
yang bersedia mereka bayarkan, responden menganggap bahwa kemacetan sudah menjadi hal yang biasa sehingga mereka kurang bersedia untuk mengungkapkan
nilai WTP cateris paribus. Variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin,
usia, dummy jenis pekerjaan supir dan pedagang, durasi terkena kemacetan, dan waktu hilang. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata karena nilai sig. yang
dihasilkan melebihi taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1 dan 15. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mungkin menyebabkan variabel bebas
tersebut tidak berpengaruh nyata yaitu ketidakseriusan responden dalam menjawab pertanyaandan tidak pahamnya responden mengenai pertanyaan-
pertanyaan saat di wawancara.
6.5 Implikasi dan Rekomendasi
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, kemacetan di Parung disebabkan oleh tingginya tingkat mobilisasi kendaraan dan perilaku pelanggaran aturan
fungsi jalan dengan melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan oleh supir angkutan kota dan pedagang kaki lima PKL. Pemerintah Republik Indonesia
telah memberlakukan aturan untuk tidak mengubah fungsi jalan, tetapi supir angkutan kota dan PKL tetap melakukan pelaggaran aturan fungsi jalan.
Pelanggaran yang dilakukan supir angkutan kota dan PKL untuk mendapatkan setoran dan penghasilan. Selain itu, belum adanya peraturan yang diberlakukan
Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai sanksi tegas dan jelas kepada supir angkutan kota dan PKL yang melanggar aturan fungsi jalan, sehingga pihak
pelanggar tersebut tetap melakukan pelanggaran di bahu dan badan jalan. Sebenarnya badan dan bahu jalan hanya diperuntukkan untuk kelancaran arus lalu
lintas dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merubah fungsi jalan.